Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) Universitas Indonesia, Chusnul Mar’iyah, mengingatkan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) berhati-hati dalam mengambil keputusan. Terkait penggunaan Informasi dan Teknologi (IT) dalam penyelenggaraan pemilu, apabila tak disebutkan di dalam Undang-Undang (UU), mestinya diberlakukan hanya untuk internal KPU sebagai elemen penunjang yang menjamin transparansi dan akuntabilitas lembaga.
“Penggunaan IT itu boleh. Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) sebagai mekanisme boleh. Tapi, teknisnya harus ada check and recheck dan jangan sampai KPU memutuskan partai lolos atau tidak melalui sesuatu yang sebenarnya tidak ada perintah langsung dari UU,” tegas Chusnul pada diskusi “Menyaring Peserta Pemilu 2019” yang diadakan oleh Smart FM di Menteng, Jakarta Pusat (28/10).
Chusnul, yang merupakan mantan Anggota KPU periode 2004-2009 juga berpendapat bahwa KPU mesti memastikan keamanan sistem Sipol untuk menghindari kecurangan yang dilakukan oleh partai politik dalam pengisian Sipol, KPU mesti mengecek dokumen yang diserahkan partai politik secara manual.
“KPU RI bisa buat edaran ke seluruh KPU kabupaten/kota untuk mengecek dokumen fisik yang diserahkan partai politik. Jangan sampai kasus seperti yang dikatakan oleh Partai Idaman, ada partai yang ngakalin supaya tandanya berubah hijau, bisa terjadi,” kata Chusnul.
Dalam membangun sistem IT penyelenggaraan pemilu, kata Chusnul, KPU mestinya menggandeng praktisi IT dari universitas-unviersitas di seluruh Indonesia. “Siapa yang pegang Sipol? Itu harus terbuka. Kita dulu terbuka. Seluruh kampus se-Indonesia, itu ada,” ujar Chusnul.