Dari lima paket isu krusial yang ditawarkan oleh Panitia khusus (Pansus) RUU Pemilu untuk divoting di rapat paripurna, hanya satu paket yang tak menghendaki presidential threshold (PT), yakni paket B. Paket tersebut, kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, merupakan paket yang paling mendorong partisipasi publik secara luas. Anggota Dewan Perwakilan (DPR) diharap memilih paket B.
“Dari segi pendidikan politik, di antara paket-paket yang lima, hanya satu yang memiliki dorongan partisipasi politik. Yang lainnya menghendaki kembali ke oligarki politik,” kata Nanto pada diskusi Menuju Sidang Paripurna RUU Pemilu: Pertaruhan Kepentingan Jangka Pendek Pembentuk UU” di Guntur, Jakarta Selatan (19/7).
Nanto menegaskan bahwa anggota DPR tak perlu takut dengan ancaman Pemerintah yang akan keluar dari pembahasan RUU Pemilu dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) apabila PT tak 20 persen. Anggota DPR mesti berpihak pada kepentingan demokrasi dan kebebasan politik warga negara.
“Pemerintah jadi seperti partai tambahan selain anggota Dewan. Bahkan, ancaman politik bisa dilakukan. Kami berharap Pemerintah tidak memaksakan diri dan DPR lebih berani lagi. Jangan takut pada gertakan Pemerintah,” tegas Nanto.
Pembahasan RUU Pemilu adalah untuk kebaikan demokrasi di Indonesia, bukan untuk kepentingan partai politik semata. RUU Pemilu harus memiliki semangat mengembalikan kedaulatan rakyat.