October 8, 2024

Kata Pakar Teknologi Soal Wacana Pemilu Elektronik di Indonesia

Pakar teknologi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), PT INTI, Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi (BPPT), dan Institut Teknologi Bandung (ITB) menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu di Senayan, Jakarta Selatan (11/1). Tiga instansi, yakni Kominfo, PT INTI, dan BPPT menyatakan bahwa Indonesia siap menyelenggarakan pemilu berbasis elektronik, khususnya e-voting secara bertahap. Sementara itu, ITB memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan e-voting.

Pakar teknologi dari Kominfo, BPPT, dan PT INTI mengatakan bahwa dari aspek infrastruktur, beberapa wilayah di Indonesia, khususnya kabupaten/kota, telah siap menyelenggarakan pemilu elektronik. Pakar dari BPPT dan PT INTI menjelaskan bahwa pelaksanaan e-voting dilakukan secara offline. Semua perangkat e-voting dapat dinyalakan dengan menggunakan baterai. Apabila perangkat kehabisan baterai, baterai yang baru dapat dipasang dan proses dapat kembali berjalan tanpa harus diulang dari awal.

“PT INTI siap apabila ditunjuk sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang menyiapkan device pemilu elektronik. Secara infrastruktur kita sudah siap. Untuk wilayah yang belum ada listrik, bisa pakai baterai, panel surya, atau teknologi lain,” kata Direktur Utama PT. INTI, Tikno Sutisna.

Senada dengan PT. INTI, BPPT juga menjelaskan bahwa biaya untuk menyelenggarakan pemilu elektronik lebih murah dibandingkan pemilu manual. Perangkat pemilu elektronik dapat digunakan hingga lima kali pemilu sehingga dapat menghemat anggaran pemilu sebesar 50 persen. Selain itu, pemilu elektronik mudah dilakukan sehingga tak perlu khawatir masyarakat tak bisa memilih karena gagap teknologi.

“Kami sudah mencoba e-voting di 526 desa. Semuanya berjalan lancar dan tidak ada yang kesulitan karena hanya dua kali sentuh layar. Kalau penduduk desa saja bisa, apalagi penduduk di kota-kota,” kata Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Andrari Grahitandaru.

Andrari kemudian menambahkan bahwa e-voting dapat mencegah kasus pemilih asing dan pemilih yang memilih di banyak Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ketika e-voting dilaksanakan, pemilih wajib membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik ke TPS untuk diverifikasi oleh mesin verifikasi. KTP elektronik yang telah digunakan di satu TPS tidak bisa digunakan lagi di TPS lain. Hal ini sekaligus mampu mencegah Panitia Pemungutan Suara (PPS) memanipulasi daftar pemilih yang hadir menggunakan hak pilihnya.

“Kecurangan tidak hanya ada di penghitungan suara, tetapi juga pemanfaatan hak pilih yang tidak digunakan. Nah, KTP elektronik yang tunggal ini, karena akan diverifikasi, bisa mencegah kecurangan dari pemanfaatan DPT (Daftar Pemilih Tetap),” tegas Andrari.

Menanggapi kesiapan Kominfo, BPPT, dan PT. INTI sebagai penyokong pemilu elektronik, ITB menyarankan agar sebelum pemilu elektronik diterapkan pada Pemilu Serentak 2019, para stakeholder kepemiluan perlu memastikan lima prinsip yakni technology awareness, data awareness, human awareness, dan organ awareness. Kepercayaan masyarakat perlu dibangun agar hasil pemilu memiliki legitimasi dan penyedia perangkat pemilu elektronik perlu menjamin keamanan sistem agar tak diretas.

Namun, penerapan e-voting secara terbatas di beberapa TPS yang telah siap pada Pemilu Serentak 2019 dinilai memungkinkan. Pengalaman BPPT di 526 pemilihan kepala desa patut diapresiasi. Yang perlu dipastikan yakni adanya sistem pengamanan berlapis, konsolidasi data pemilihan untuk mencegah modifikasi ilegal, pencatatan historis semua pemakaian sistem, dan audit sistem oleh lembaga independen.

“Kami mendukung pemanfaatan teknologi elektronik untuk pemilu, tetapi harus terencana agar dapat memberi manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat,” kata Rektor ITB, Kadarsah Suryadi.

Pada RDP tersebut, empat fraksi, yakni F-Partai Golongan Karya (Golkar), F-Partai Keadilan Sejahtera (PKS), F-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan F-Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) cenderung pesimis terhadap pemilu elektronik. Sementara lima fraksi lainnya, yakni F-Partai Demokrat, F-Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), F-Partai Persatuan Pembangunan (PPP), F-Partai Amanat Nasional (PAN), dan F-Partai NasDem optimis pemilu elektronik bisa diterapkan secara bertahap.