November 14, 2024

Kebijakan KPU Diterima

JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Komisi Pemilihan Umum melanjutkan verifikasi parpol calon peserta Pemilu 2019 di tiga jenjang kepengurusan diterima Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah. Namun, pembahasan metode verifikasi, terutama terkait dengan pemenuhan syarat keanggotaan minimal partai politik di tingkat kabupaten dan kota, berlangsung alot.

Rapat Komisi II DPR bersama pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/1), berlangsung alot. Sebelum rapat dibuka, pimpinan Komisi II bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta pimpinan KPU dan Bawaslu menggelar pertemuan tertutup sekitar satu jam. Kesepakatan awal dalam forum itu kemudian dibahas kembali dalam forum lobi bersama ketua kelompok fraksi di ruang makan Komisi II.

Tjahjo Kumolo menuturkan, forum lobi tersebut diselenggarakan untuk memastikan keputusan rapat kerja sebelumnya tetap dijadikan pegangan, tetapi juga memberikan kewenangan kepada KPU untuk mengubah peraturan KPU (PKPU) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

”Rumusannya tadi dilobikan dengan semua fraksi di Komisi II. Disepakati secara umum, tetapi belum ada kata sepakat,” kata Tjahjo.

Pada rapat kerja 16 Januari, pemerintah dan Komisi II sepakat mempersempit makna verifikasi menjadi penelitian administrasi. Hal ini sebagai respons dari putusan MK yang membatalkan Pasal 173 Ayat 3 UU No 7/2017 yang menyebabkan partai lama juga harus menjalani verifikasi seperti halnya partai baru. Namun, rapat pleno KPU memutuskan verifikasi harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kebenaran persyaratan dengan kondisi lapangan.

Keanggotaan parpol

Pada forum lobi dibahas, antara lain, tata cara verifikasi keanggotaan minimal parpol. Dalam UU No 7/2017, parpol harus punya anggota di kabupaten/kota minimal 1.000 atau 1/1.000 orang dari total jumlah penduduk.

Dalam peraturan KPU No 11/2017 yang mengatur pendaftaran parpol peserta Pemilu 2019 disebutkan, metode sensus digunakan jika jumlah anggota di bawah 100 orang, sedangkan jika melebihi 100 orang menggunakan uji petik. Dalam keputusan KPU disebutkan bahwa sampel uji petik diambil 10 persen dari populasi. Rapat lobi menyepakati verifikasi hanya menggunakan metode uji petik dengan persentase 5 persen jika jumlah anggota lebih dari 100 orang serta 10 persen jika anggota kurang dari 100 orang.

Ketua Komisi II Zainudin Amali saat ditanya mengenai kesepakatan itu menjawab, ”Itu kewenangan KPU. KPU ada kemandirian institusi, jadi diserahkan kepada mereka bagaimana cara memenuhi ketentuan yang tertuang dalam putusan MK.”

Masyarakat sipil

Sejumlah elemen masyarakat sipil, yakni Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Constitutional and Electoral Reform Centre, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, serta Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, dalam pernyataan bersama di Jakarta, mendesak putusan MK dijalankan tanpa ada upaya menyiasatinya. Setiap upaya untuk menyiasati putusan MK adalah melanggar konstitusi.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menuturkan, kewajiban bagi setiap parpol agar diverifikasi faktual menjadi inti dari putusan MK.

Ketua KPU Arief Budiman memastikan keputusan yang diambil KPU berdasarkan prinsip kemandirian, bukan karena intervensi dari pihak mana pun. Dia menuturkan, tahapan verifikasi lanjutan ini akan dilakukan tanpa penambahan anggaran sehingga tidak akan merekrut petugas verifikasi. KPU akan menggunakan tenaga petugas KPU di daerah. Verifikasi dijadwalkan akan dimulai 23 Januari karena KPU masih membutuhkan waktu untuk persiapan. (GAL/REK)

Selengkapnya: https://kompas.id/baca/polhuk/politik/2018/01/19/kebijakan-kpu-diterima/