Maret 19, 2024
iden

Kluster Covid-19 di Pilkada Bertambah

Di tengah sikap kukuh pemerintah melanjutkan Pemilihan Kepala Daerah 2020, kluster penularan Covid-19 kembali muncul dalam proses pemilihan.

Kali ini di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ketua, anggota, dan pegawai Komisi Pemilihan Umum Agam beserta anggota dan pegawai Badan Pengawas Pemilu Agam dinyatakan positif Covid-19. Kluster ini ditemukan setelah pelacakan kontak erat terhadap dua bakal calon bupati Agam yang positif Covid-19 seusai mendaftar ke kantor KPU Agam, awal September lalu.

Ketua KPU Agam Riko Antoni, Rabu (16/9/2020), membenarkan bahwa dirinya dan seorang komisioner lain dinyatakan positif Covid-19. Mereka saat ini sedang menjalani isolasi mandiri di rumah sembari menunggu arahan lebih lanjut dari petugas Dinas Kesehatan (Dinkes) Agam. Selain keduanya, ada pula seorang pegawai dan anak magang di KPU Agam yang positif Covid-19.

Kepala Dinkes Agam Indra Rusli mengatakan, temuan positif Covid-19 di KPU Agam merupakan hasil pelacakan kontak erat terhadap dua bakal calon bupati yang dinyatakan positif Covid-19 seusai mendaftar ke kantor KPU, Minggu (6/9). Kedua bakal calon bupati, yaitu Trinda Farhan Satria dan Andri Warman, baru mengetahui positif Covid-19, Senin (7/9).

Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Agam Martias Wanto menyatakan telah muncul kluster pilkada di Agam. Selain empat petugas di KPU Agam, empat personel Bawaslu Agam, yaitu dua komisioner dan dua anggota sekretariat, juga dinyatakan positif Covid-19.

”Hari ini (kemarin) kembali terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 (di Agam), yaitu 34 orang. Empat orang di antaranya berasal dari KPU Agam dan empat orang dari Bawaslu Agam,” katanya.

Sebelumnya, kluster penularan Covid-19 di Pilkada 2020 terjadi pula di Boyolali, Jawa Tengah, Sebanyak 96 petugas pengawas pemilu positif Covid-19.

Penundaan parsial

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, KPU harus melakukan penilaian terhadap kondisi di daerah-daerah yang menggelar Pilkada 2020. Penilaian itu untuk mengetahui risiko penularan Covid-19 di daerah.

”KPU bersama Satgas Covid-19, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan pihak berwenang lainnya yang terkait harus duduk bersama membuka data itu. Data yang riil itu dibedah seobyektif mungkin sampai di tingkat kelurahan untuk melihat berapa banyak yang terpapar Covid-19,” ujar Ferry.

Dengan berbasis data kondisi obyektif penyebaran Covid-19 tersebut, KPU bersama penyelenggara pemilu yang lain merumuskan sejumlah parameter untuk menunda atau melanjutkan tahapan pilkada.

”Memang zonasi itu bisa saja bergeser, tetapi harus tetap ada ukuran yang dijadikan patokan. Misalnya, dalam kurun waktu tertentu, dapat diambil kesimpulan apakah suatu daerah itu konsisten masuk zona merah terus atau tidak. Jika memang ada daerah yang dalam waktu lama konsisten zona merah, kenapa tidak opsi penundaan parsial pilkada dilakukan,” katanya.

Komitmen calon

Secara terpisah, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan, kunci keberhasilan pilkada di tengah pandemi tidak bisa hanya bertumpu pada penyelenggara pemilu, tetapi dibutuhkan komitmen calon kepala/wakil kepala daerah.

”Jika mereka abai, bisa dipertanyakan, di mana sisi kemanusiaan, moralitas, jiwa kenegaraan, leadership, dan keteladanannya,” katanya.

Untuk mengingatkan tanggung jawab calon tersebut, mereka akan diminta untuk menandatangani pakta kepatuhan pada protokol kesehatan. Jika calon tetap mengabaikan protokol kesehatan, mereka bisa dikenakan ancaman pidana seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Jika kemudian ada calon terpilih yang melanggar protokol kesehatan dipidanakan dan divonis bersalah oleh pengadilan, pemerintah bisa memberhentikannya. ”Jadi terpilih pun tetap bisa kami berhentikan. Jadi, risikonya terlalu berat,” ujarnya.

Dalam surat telegram dari Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis kepada jajarannya, pada 14 September 2020, tertulis, jika KPU dan Bawaslu telah mengambil langkah hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan tetapi tak diindahkan, Polri bisa menggunakan Pasal 14 UU No 4/ 1984, Pasal 93 UU No 6/2018, serta Pasal 212 dan Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (JOL/BOW/REK/NAD)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 17 September 2020 di halaman 2 dengan judul “Kluster Covid-19 Bertambah”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/09/17/kluster-covid-19-di-pilkada-bertambah/