October 6, 2024

Kompleksitas Masalah Daftar Pemilih di Pilkada Papua Barat

Permasalahan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua Barat semakin kompleks. Pasalnya, hingga saat ini, Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) yang berwenang untuk salah satunya melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap daftar pemilih, belum terbentuk di masing-masing kabupaten/kota di seluruh Papua Barat. Akibatnya, proses pendaftaran pemilih untuk Pilkada Papua Barat 2017 belum dapat diperiksa oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi.

“Kami belum dapat memberikan informasi mengenai permasalahan daftar pemilih, karena yang bertugas di bawah untuk mengawasi hal ini (Panwaslih) belum terbentuk, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) Pusat belum memberikan DP4 (Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) kepada kami,” kata Ketua Bawaslu Papua Barat, Ishak Waramori, kepada Rumah Pemilu (28/10).

Ishak mengatakan, setelah KPU memberikan formulir DP4, Bawaslu Papua Barat akan segera melakukan pemeriksaan kecocokan data DP4 dengan data yang diberikan panitia pemutakhiran data pemilih. Sebab, terdapat laporan dari beberapa daerah bahwa jumlah pemilih lebih besar dari jumlah penduduk.

“Masyarakat kami bingung dan protes kenapa bisa jumlah pemilih lebih besar dari jumlah penduduk. Ada daerah yang jumlah pemilihnya lebih besar 300 persen dari jumlah penduduk di daerahnya. Nah ini kami belum bisa bergerak karena sampai detik ini juga KPU belum menyerahkan DP4 kepada kami,” kata Ishak.

Selain itu, Ishak mengatakan bahwa di Papua Barat muncul protes masyarakat terhadap penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elekronik atau e-KTP sebagai syarat untuk memilih. Sebab, e-KTP hanya menjangkau masyarakat sampai tingkat kabupaten, tidak sampai tingkat desa.

“Banyak sekali protes dari masyarakat, terutama di Maybrat. Itu protes besar-besaran,” tukas Ishak.

Ishak berharap KPU dan Bawaslu RI segera mengambil tindakan terhadap kondisi di Papua Barat. Permasalahan daftar pemilih harus segera diselesaikan, sebab daftar pemilih yang bermasalah akan meningkatkan potensi kecurangan dalam perolehan suara.