Maret 28, 2024
iden

KPU akan Mengoptimalkan Sipol sebagai Alat Bantu

Komisi Pemilihan Umum akan mengoptimalkan sistem informasi partai politik (Sipol) untuk Pemilu Serentak 2024. Mengubah ketentuan wajib menjadi alat bantu, tidak akan mengurangi fungsi Sipol yang lebih menjamin transparansi dan akuntabilitas partai politik untuk menjadi peserta pemilu. Sebagai alat bantu, harapannya, Sipol tidak malah memberatkan KPU serta partai politik dan dipermasalahkan secara hukum.

“Meski menghilangkan kata wajib dalam peraturan KPU nanti, semua partai politik jika mau menjadi peserta pemilu tetap mengisi Sipol,” kata Ketua KPU, Hasyim Asy’ari dalam acara “Simulasi Fungsi Sipol” di Jakarta (9/6).

Anggota KPU, August Mellaz lebih menjelaskan, simulasi fungsi Sipol ini merupakan bagian dari upaya KPU memasuki tahapan Pemilu 2024. Akan ada tahap verifikasi partai politik peserta pemilu pada tahun ini, 2022. Dalam pengisian data kelembagaan dan keanggotaan partai politik, Sipol bukan hanya akan membantu KPU tapi juga partai politik.

“Soal bahwa Sipol tidak diwajibkan dalam undang-undang pemilu, KPU setuju sehingga tidak ada klasul wajib dalam peraturan KPU. Selebihnya, KPU akan menyediakan helpdesk Sipol. Pada akhirnya semua data partai dalam tahapan Pemilu 2024 ini ada di satu pintu,” kata August (9/6).

Menurut August, helpdesk Sipol akan mengoptimalkan fungsi pendataan partai politik untuk menjadi peserta Pemilu 2024. Kegandaan dan kesalahan data lembaga dan anggota partai politik akan diketahui seiring KPU membuka banyak ruang layanan pengisian Sipol.

Kepala Bagian Pengelolaan Peserta Pemilu Biro Teknis Penyelenggara Pemilu, Andi Krisna merinci berbagai bentuk layanan dalam helpdesk Sipol. KPU akan menyediakan layanan secara online, telepon, dan offline.

“Pengalaman pandemik dengan Zoom membuat kita terbiasa melakukan pertemuan online. Cara ini juga yang akan disediakan KPU dalam melayani partai politik mengisi Sipol,” kata Andi.

Ada tiga cara dalam helpdesk Sipol. Pertama, memonitor. Kedua, supervisi. Ketiga, asistensi.

Tiga cara helpdesk tersebut menggambarkan tingkat banyak/sedikit-nya pengisian data tiap partai politik. Jika suatu partai sudah banyak mengisi data dan berkeadaan baik, KPU cukup dengan memonitor. Jika lebih kurang dari keadaan ini, KPU akan melakukan supervisi. Jika ada partai yang masih sedikit atau kesulitan dalam mengisi data, KPU akan melakukan asistensi.

Selain itu, Andi pun menyampaikan kemungkinan KPU menyediakan tautan Sipol yang bisa digunakan untuk pemilih. Jadi, Sipol bisa dilihat tidak hanya oleh KPU dan partai politik saja, tapi juga bisa dilihat oleh pemilih.

“Dengan bisa diakses lebih luas, Sipol makin memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas data pemilu. Ini mirip kayak Sidalih (sistem informasi data pemilih). KPU punya rincian data pemilih tapi siapa pun bisa melihat rekap data pemilih,” ujar Andi.

Apa yang dijelaskan KPU tentang helpdesk Sipol juga jadi penekanan Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay. Menurutnya, fungsi strategis Sipol tidak akan optimal jika KPU kekurangan sumber daya manusia dalam layanan supervisi dan asistensi itu.

“Yang membutuhkan Sipol adalah KPU dan partai politik. Sebagai alat bantu verifikasi partai, jangan sampai Sipol ini malah memberatkan KPU dan partai politik. Dibutuhkan SDM yang cukup dari KPU untuk mendampingi partai sebagai pengguna,” kata Hadar.

Selain itu, Hadar mengingatkan, jangan sampai KPU yang menjamin helpdesk Sipol menyertakan penyediaan SDM yang kuat dalam mendampingi peserta pemilu, jadi salah dimaknai. Jangan sampai, SDM bersangkutan harus menggantikan atau memasukan semua data partai yang juga pada dasarnya merupakan tanggung jawab partai.

“Pada dasarnya, merupakan kewajiban parpol untuk menggunakan dan memasukan semua data dalam Sipol pada batas waktu yang sudah diatur,” ujar Hadar (10/6).

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa “Ninis” Agustyati berpendapat, Sipol bertambah kebutuhannya mengingat syarat yang amat berat bagi partai untuk jadi peserta pemilu. Partai harus punya kelembagaan dan keanggotaan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan. Dengan data yang amat banyak dari banyak partai ini, penting memastikan data partai peserta pemilu yang bersih dari pemalsuan, kegandaan, dan kesalahan.

Apa yang ditekankan Ninis tergambar dari informasi jumlah partai yang sudah mencoba mengisi Sipol. Dari 75 partai politik berbadan hukum, hanya ada 30 partai politik yang menerima pengiriman surat undangan. Lalu, hanya ada 26 partai politik yang mencoba mengisi Sipol, hadir dalam “Simulasi Fungsi Sipol” di Jakarta (10/6).

Angka itu berkurang dibanding Sipol untuk Pemilu 2019. Jumlah partai berbadan hukum ada 73. Dengan jumlah partai yang lebih sedikit dibanding konteks Pemilu 2024, partai yang menerima undangan ada 33 partai. Lalu, ada 27 partai yang coba mengisi Sipol untuk menjadi peserta pemilu.

“Karena pada dasarnya syarat partai menjadi peserta pemilu itu amat berat, sebaiknya Sipol dioptimalkan sebagai alat bantu untuk memudahkan KPU dan partai politik,” kata Ninis. []

USEP HASAN SADIKIN