December 11, 2024

KPU Butuh Dukungan Legal dan Infrastruktur Penggunaan Teknologi Informasi

Pemanfaatan teknologi informasi untuk pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah serentak 2024 menjadi sebuah keniscayaan. Teknologi informasi mampu mempermudah dan meringankan beban penyelenggara dalam melaksanakan pemilu yang kompleks. Namun, pemanfaatannya perlu mendapatkan payung hukum yang kuat agar tidak melanggar undang-undang.

Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemilihan Umum Ilham Saputra yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (17/3/2021), mengatakan, penggunaan teknologi informasi sangat dibutuhkan dalam pemilu dan Pilkada 2024. Teknologi informasi dinilai mampu mempermudah pelaksanaan tahapan-tahapan, mengurangi risiko kecurangan, dan menghemat anggaran.

Pada penyelenggaraan pemilu dan Pilkada 2024, KPU berencana menerapkan penggunaan teknologi informasi sebagai alat dukung. Beberapa di antaranya Sistem Rekapitulasi Elektronik (Sirekap), Sistem Data Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Logistik (Silog), Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), Sistem Informasi Pencalonan (Silon), Sistem Informasi Data Pemilihan (Sidapil), Sistem Informasi Penyelesaian Kasus Hukum (Sikum), dan Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam).

Mengacu pada pelaksanaan Pemilu 2019, lanjut Ilham, pelaksanaan pemilu lima kotak suara sangat melelahkan. Petugas membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan proses rekapitulasi suara. Hal itu mengakibatkan penyelenggara kelelahan, bahkan 722 penyelenggara meninggal dan 798 penyelenggara sakit.

Agar kejadian tersebut tidak terulang, KPU mengusulkan penggunaan Sirekap pada pemilu dan Pilkada 2024. Penggunaan Sirekap akan bisa meringankan beban penyelenggara karena tidak perlu mengisi dokumen-dokumen yang terlalu banyak.

”Sirekap sudah diuji coba pada Pilkada 2020 dan hasilnya memudahkan penyelenggara dan meminimalkan kecurangan. Bahkan tidak ada sengketa di Mahkamah Konstitusi yang mempermasalahkan dokumen rekapitulasi suara,” katanya.

Selain meringankan beban, penggunaan teknologi informasi juga bisa memudahkan tahapan. Sipol bisa digunakan di masa pendaftaran partai politik karena memuat data anggota parpol. Proses verifikasi bisa menggunakan aplikasi Sipol setelah parpol mengunggah keanggotaannya di sistem tersebut.

Penggunaan Sidalih sangat bermanfaat apalagi jika pada 2024 pandemi Covid-19 belum hilang. Petugas tidak perlu lagi melaksanakan tahapan pencocokan dan penelitian ke rumah-rumah karena bisa memperbarui data pemilih melalui data kependudukan.

Ilham mengatakan, beberapa sistem, seperti Sipol, Sidalih, Silog, dan Sirekap, sudah pernah dilaksanakan. Namun, pemanfatannya masih perlu penyempurnaan agar bisa maksimal digunakan pada pemilu dan Pilkada 2024.

Oleh karena itu, aplikasi Sipol, Sidalih, dan Sirekap mulai disempurnakan pada 2021. Kemudian pada 2022 pengembangan dilakukan untuk aplikasi Sidapil, Silon, Silog, Sikum, dan penelusuran elektronik. Adapun pada 2023 mulai dikembangkan Sidakam. ”Prinsipnya, kami ingin penggunaan teknologi informasi bisa didukung,” katanya.

Untuk mampu menerapkan teknologi informasi, KPU membutuhkan dukungan dari pemerintah dan DPR berupa landasan hukum berupa undang-undang dan peraturan KPU pada penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut. Salah satu yang paling krusial adalah dasar hukum untuk Sirekap karena harus diatur menggunakan undang-undang.

Sementara dukungan infrastruktur berupa penambahan server data center KPU untuk mendukung kebutuhan aplikasi penunjang. Kemudian dukungan peningkatan kualitas jaringan internet di daerah-daerah yang belum ada jaringan, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

”KPU juga memerlukan dukungan pengadaan alat komunikasi bagi badan ad hoc penyelenggara pemilu dan Pilkada 2020 untuk memudahkan pelaksanaan tahapan kegiatan,” ujar Ilham.

Sementara bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kata anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, pihaknya tetap menggunakan teknologi informasi untuk pengawasan pemilu dan Pilkada 2024. Sistem yang digunakan ialah Sistem Pengawasan Pemilihan Umum (Siwaslu), aplikasi laporan pelanggaran Pilkada atau Gowaslu, serta Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS).

Meskipun demikian, teknologi informasi yang digunakan tetap bisa diaplikasikan karena tidak membutuhkan dasar hukum berupa undang-undang. Lain halnya dengan Sirekap yang direncanakan digunakan KPU yang tetap membutuhkan undang-undang sebagai dasar hukum. Pelaksanaannya tak bisa hanya menggunakan peraturan KPU. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/03/17/kpu-butuh-dukungan-legal-dan-infrastruktur-penggunaan-teknologi-informasi/