KPU: Pilkada Ditunda, Perubahan Data Amat Mungkin Terjadi

Dengan adanya penundaan Pilkada 2020, tidak tertutup kemungkinan selama penundaan akan terjadi perubahan data secara signifikan. Ini misalnya pada pemutakhiran data pemilih. KPU akan menyesuaikan dengan data terbaru.

Pilkada Serentak 2020 sudah disepakati akan ditunda sebagai antisipasi pandemi Covid-19 melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Kendati dengan penundaan itu tahapan lanjutan pilkada akan langsung diteruskan, tetapi perubahan data akan sangat mungkin terjadi.

Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah sedianya diselenggarakan pada 23 September 2020. Namun, sebagai antisipasi penyebaran penyakit akibat virus korona baru atau Covid-19, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda empat tahapan yang seharusnya berlangsung Maret-Mei 2020.

Dalam rapat dengar pendapat antara KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),  Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Kementerian Dalam Negeri, dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), awal pekan, disepakati pilkada ditunda melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Namun, sampai kapan pilkada ditunda, masih belum diputuskan.

Anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, dalam diskusi daring, Kamis (2/4/2020), mengatakan, pilkada akan dijalankan dengan prinsip penundaan. Ini berarti, sampai berapa lama pun tahapan ditunda, selanjutnya tahapan yang dimaksud tinggal diteruskan.

”Tahapan (yang) berhenti akan dilanjutkan. Kecuali tahapan yang belum dilakukan,” kata Pramono dalam diskusi bertema ”Perppu Pilkada: Bagaimana Skema Penundaan Pilkada 2020”.

Diskusi itu diikuti sejumlah pembicara lain, yakni peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif M Ihsan Maulana; anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar; serta Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz.

Menurut Pramono, tidak tertutup kemungkinan selama penundaan akan terjadi perubahan data secara signifikan. Ini misalnya pada pemutakhiran data pemilih, terutama jika penundaan berlangsung hingga September 2021, atau setahun dari jadwal semula. Hal itu membuat daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) terbaru pada tahun depan mesti digunakan alih-alih menggunakan DP4 saat ini.

Selain itu, Pramono juga menyebutkan bahwa berdasarkan rapat dengar pendapat bersama DPR dan pemerintah, sepertinya ada kemungkinan perppu hanya akan fokus pada penundaan Pilkada 2020. Perppu tersebut kemungkinan belum akan mengatur terlalu jauh hal lain, misalnya saja mengatur ulang desain keserentakan pemilihan, dan sebagainya.

Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif Veri Junaidi, pada kesempatan tersebut mengutarakan, sebaiknya sejak dini mulai disiapkan sejumlah usulan agar isi perppu yang kelak diterbitkan dapat mengatur sejumlah hal secara komprehensif. Ia mengatakan, akan sangat disayangkan apabila momentum lahirnya perppu terkait pilkada itu dilewatkan untuk mengatur sejumlah hal lain terkait penyelenggaraan ataupun pengawasan.

Hal lain yang menurut Veri penting untuk dimunculkan ialah ketentuan anggaran pilkada.  Pasalnya, selain kesulitan sebagian pemerintah daerah dalam menyediakan APBD untuk pilkada, yang mesti diperhatikan adalah bakal dialihkannya anggaran pilkada untuk menangani wabah Covid-19. Ketentuan ini dinilai penting agar jangan sampai terjadi saat pilkada kelak dilanjutkan, anggarannya justru tidak tersedia

Sementara itu, August dalam paparannya menyebutkan bahwa wabah Covid-19 bukanlah kejadian skala nasional. Akan tetapi, hal tersebut terjadi dalam konteks global. August menambahkan, dalam hal ini penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu bukan menjadi varibel mandiri, melainkan variabel yang dependen. Hal ini menyusul adanya wabah dan penanganan wabah yang lebih sebagai variabel penentu. (INGKI RINALDI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/polhuk/2020/04/03/pelaksanaan-pilkada-penyelenggara-mesti-pertimbangkan-efek-global/