October 7, 2024

KPU Usulkan Pemilu 2024 pada 21 Februari dan Pilkada pada 20 November

Komisi Pemilihan Umum mengajukan alternatif hari pencoblosan baru pada Pemilu dan Pilkada 2024. Sebelumnya KPU mengusulkan 14 Februari atau 6 Maret sebagai hari pencoblosan pemilu dan 26 November untuk pilkada. Kini usulan terbaru ialah pemilu pada 21 Februari 2024, dan pilkada pada 20 November.

Alternatif tanggal pencoblosan itu masih harus dimatangkan dalam rapat konsinyering tim kerja bersama antara penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR, pada dua pekan ke depan.

Sebelumnya, dalam rapat kerja terakhir antara Komisi II DPR dan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri, pada masa sidang terdahulu, disepakati pembentukan tim kerja bersama yang terdiri dari unsur penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR. Agenda tim kerja bersama dan pemetaan masalah terkait desain dan konsep Pemilu 2024 itu dibahas di rapat tripartit yang berlangsung tertutup, Senin (24/5/2021), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Seusai rapat, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, ada lima tema krusial yang akan jadi fokus kerja tim kerja bersama. Dalam waktu dua minggu, tim akan membahas lima hal krusial tersebut. Lima topik bahasan itu ialah penentuan hari pencoblosan, lamanya waktu tahapan, peraturan-peraturan teknis yang dibutuhkan, pendanaan pemilu dan pilkada, serta koordinasi dan konsolidasi dengan institusi lainnya.

”Kami berharap konsep dan desain Pemilu 2024 ini selesai dalam dua minggu. Kami akan konsinyering dan hasilnya akan dibawa ke rapat kerja (raker) bersama antara Komisi II, KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri,” katanya.

Khusus alternatif tanggal pencoblosan, Doli mengatakan, Komisi II lebih cenderung memilih pemilu dilakukan awal Maret 2024. Terkait usulan tanggal baru dari KPU, yakni 21 Februari 2021, hal itu akan kembali dimatangkan di dalam konsinyering tim kerja bersama. Tim kerja itu terdiri atas 14 anggota Komisi II; dua perwakilan Kemendagri, yaitu Dirjen Otonomi Daerah dan Dirjen Politik Umum; dan semua anggota KPU, Bawaslu, serta DKPP.

Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, lima hal krusial itu penting dibahas lebih awal untuk memastikan penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak pada tahun yang sama akan bisa dilakukan dengan baik.

”Sudah kami sampaikan, ini kan peristiwa besar sehingga harus dipersiapkan jauh-jauh hari agar bisa berlangsung baik. Banyak hal pula yang mesti dibicarakan, termasuk soal kesiapan anggaran, serta bagaimana koordinasi dan konsolidasi dilakukan dengan institusi lainnya,” katanya.

Di dalam rapat tersebut, KPU mengusulkan Rp 86,9 triliun dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk penyelenggaraan Pemilu 2024. Adapun untuk dana daerah yang diproyeksikan akan diperlukan untuk Pilkada 2024 ialah Rp 26,8 triliun. Kedua anggaran untuk pemilu dan pilkada itu untuk empat tahun anggaran, yaitu 2021, 2023, 2024, dan 2025.

Ilham  mengatakan, beberapa hal juga perlu dipertimbangkan dalam penganggaran Pemilu 2024, yakni terkait dengan proyeksi masih adanya pandemi Covid-19. Oleh karena itu, penganggaran untuk pemilu dan pilkada itu juga akan mengakomodasi keperluan alat pelindung diri (APD) untuk penyelenggara ataupun pemilih.

”Terkait tanggal pencoblosan, itu akan dibicarakan mendalam oleh tim kerja saat konsinyering,” ujarnya.

Elaborasi usulan KPU

Doli mengatakan, terkait penganggaran, pihaknya menginginkan adanya kejelasan program yang dilakukan penyelenggara pemilu. Dengan demikian, anggaran mencapai Rp 112 triliun itu dapat dirasionalisasikan.

Demikian pula terkait dengan lamanya waktu tahapan pemilu dan pilkada. Biasanya, waktu tahapan pemilu ialah 20 bulan. Namun, dalam rapat kemarin KPU mengusulkan 30 bulan waktu tahapan.

”Hal ini yang harus dielaborasi, kenapa butuh waktu 30 bulan. Perlu didalami juga siap penahapan itu, meliputi coklit, kampanye, dan masa pendaftaran,” kata Doli.

Menurut dia, soal peraturan-peraturan teknis yang dibutuhkan untuk penyelenggaran dalam Pemilu 2024 juga mendesak untuk diputuskan. Apakah peraturan-peraturan teknis berupa peraturan KPU (PKPU) dan peraturan Bawaslu (Perbawaslu) itu perlu ditetapkan sejak jauh-jauh hari atau tidak. Belajar dari pengalaman Pemilu 2019, peraturan-peraturan teknis itu dibuat mendekati waktu pemilu.

Adapun soal koordinasi, Doli mengatakan, hal itu harus dimatangkan karena akan melibatkan banyak institusi lain, seperti Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika  (Kominfo), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

”Semua persoalan itu akan kami elaborasi dan rancang dalam dua minggu ini. Kami akan mulai memetakan masalahnya,” kata Doli.

Secara terpisah, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, dalam penentuan tanggal pencoblosan harus pula dipertimbangkan soal teknis distribusi logistik, kondisi cuaca, serta potensi kerawanan. Jika dilakukan pada awal tahun, Bawaslu melihat ada potensi curah hujan masih tinggi. Hal ini bisa saja memicu terjadinya banjir atau bencana ekologis yang dapat menghambat dilakukannya pencoblosan di sejumlah daerah rentan.

”Kedua, soal anggaran, apakah tidak terlalu cepat kalau pemilu diselenggarakan pada bulan Februari. Karena anggaran baru turun pada awal-awal tahun,” ujarnya.

Terlepas soal penentuan hari pemungutan suara, Bawaslu mulai dari sekarang menyiapkan Pemilu 2024. Fritz mengatakan, Bawaslu, antara lain, akan mengembangkan inovasi pengawasan, termasuk yang menggunakan teknologi digital, serta penyusunan konsep pengawasan yang lebih tegas soal mahar politik dan kampanye di luar jadwal. (RINI KUSTIASIH)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/05/24/kpu-ajukan-alternatif-baru-tanggal-pencoblosan/