Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu manjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Banjar, Abdul Karim Omar; dan anggota KPU Kabupaten Maros, Mujaddid. Abdul terbukti memihak salah satu pasangan calon dalam Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan, sedangkan Mujaddid tidak hadir dalam tujuh kali rapat pleno KPU Kabupaten Maros.
Selain memberikan sanksi pemberhentian tetap kepada dua penyelenggara pemilu, sidang pembacaan putusan sembilan perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, Rabu (8/9/2021), juga menjatuhkan sanksi berupa peringatan keras kepada satu penyelenggara pemilu dan peringatan kepada delapan penyelenggara pemilu. Sementara tujuh penyelenggara pemilu lainnya direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.
”Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Abdul Karim Omar selaku anggota KPU Kabupaten Banjar terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis Teguh Prasetyo saat pembacaan putusan perkara nomor 140-PKE-DKPP/V/2021.
Majelis menilai, Abdul secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 3, Pasal 6 Ayat (2) huruf a dan huruf b, Pasal 7 Ayat (1), Pasal 8 huruf a dan huruf l, Pasal 9, dan Pasal 15 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Dalam persidangan terungkap Abdul terbukti melakukan pertemuan dengan Muhammad Rofiqi selaku Ketua Tim Kampanye Kabupaten Banjar dari pasangan calon Gubernur Kalimantan Selatan Denny Indrayana-Difriadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Pertemuan dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten (DPRD) Banjar itu diawali melalui percakapan telepon tanpa sepengetahuan ketua dan anggota KPU Kabupaten Banjar yang lain.
Selain berkomunikasi melalui telepon, Abdul juga melakukan pertemuan dengan Rofiqi di Kantor DPRD Kabupaten Banjar. Bahkan, salah satu percakapan keduanya melalui telepon tersebar di media sosial dan tidak dibantah oleh Abdul saat sidang pemeriksaan.
Tindakan teradu (Abdul) tidak saja secara nyata mencederai kepercayaan publik terhadap pribadi teradu, tetapi juga mencoreng dan meruntuhkan kredibilitas kehormatan penyelenggara pemilu.
Majelis menilai, percakapan tersebut menunjukkan Abdul sebagai anggota KPU bersikap tidak netral dan dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap kemandirian penyelenggara pemilu. Komunikasi dan pertemuan antara Abdul dan Rofiqi tanpa diketahui anggota KPU lainnya dinilai sebagai bentuk pemihakan kepada salah satu peserta pilkada.
Anggota Majelis DKPP, Didik Supriyanto, mengatakan, sebagai anggota KPU, Abdul seharusnya menyadari harus selalu bersikap netral dan mandiri. Sikap dan tindakan Abdul dalam pilkada itu mencerminkan adanya pemihakan kepada salah satu pasangan calon.
”Tindakan teradu (Abdul) tidak saja secara nyata mencederai kepercayaan publik terhadap pribadi teradu, tetapi juga mencoreng dan meruntuhkan kredibilitas kehormatan penyelenggara pemilu,” ujar Didik.
Perkara ini diadukan oleh ketua dan tiga anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Banjar, yaitu Fajeri Tamzidillah, Muhammad Syahrial Fitri, Rizki Wijaya Kusuma, dan Hairun Falah. Perkara ini telah diperiksa dalam sidang yang dilaksanakan pada 23 Agustus 2021.
Sementara dalam perkara nomor 159-PKE-DKPP/VII/2021 terungkap bahwa Mujaddid tidak hadir di tujuh rapat pleno KPU Kabupaten Maros dalam kurun waktu 16 Mei 2020 hingga 31 Maret 2021.
Ia tidak ikut rapat pleno dengan alasan agenda rapat pleno tidak penting, ada agenda bersama keluarga, kondisi kesehatan menurun, serta tidak mengetahui perpindahan tempat pelaksanaan rapat pleno.
Anggota Majelis DKPP, Ida Budhiarti, mengatakan, Mujaddid sebagai penyelenggara pemilu tidak dibenarkan memilah dan memilih rapat pleno untuk menghindari kewajiban hukum hadir dalam setiap pengambilan keputusan lembaga melalui forum pengambilan keputusan tertinggi. Bahkan, tidak hadir dalam tiga rapat pleno secara berturut-turut berkonsekuensi pada sanksi pemberhentian tidak hormat.
”Alasan Mujaddid tidak hadir beberapa kali rapat pleno bahkan dilakukan secara berturut-turut karena alasan agenda rapat pleno tidak penting bertentangan dengan sumpah janji jabatan penyelenggara pemilu,” kata Ida.
Atas perbuatannya, Mujaddid terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (3) huruf f dan huruf i, Pasal 7 Ayat (1), Pasal 15 huruf b, dan Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
”Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu I Mujaddid selaku anggota KPU Kabupaten Maros terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua Majelis DKPP Teguh Prasetyo. (IQBAL BASYARI)
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/09/08/langgar-kode-etik-dua-anggota-kpu-daerah-diberhentikan/