Mengambil semangat perlindungan data pribadi pemilih, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengubah beberapa pengaturan terkait data pemilih. Pertama, data yang akan ditampilkan di website lindungihakpilihmu.kpu.go.id tak akan memunculkan tempat dan tanggal lahir pemilih. Data yang akan ditampilkan hanya nama lengkap, jenis kelamin, data daerah hingga paling rendah kecamatan, dan nomor tempat pemungutan suara (TPS).
“Jadi, kita kurangi sekali dan itu hasil dari FGD (focus group discussion) kami. Kita batasi hanya sampai di situ,” pungkas Viryan pada diskusi “Perlindungan Data Pribadi” (15/7).
Kemungkinan, lanjut Viryan, jenis data yang sama akan ditampilkan di papan pengumuman di TPS pada hari pemungutan suara. KPU berencana tak akan memunculkan tempat dan tanggal lahir pemilih.
“Yang akan ditempel di TPS sangat mungkin akan sama seperti demikian,” tuturnya.
Kedua, Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dilarang memberikan data pemilih apapun kecuali Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan data yang dibolehkan oleh Undang-Undang dan Peraturan KPU (PKPU).
Form daftar pemilih A.KWK termasuk kategori yang tak diperbolehkan diberikan kepada pihak lain. PPDP dilarang menyimpan, menggandakan atau memfoto Form A.KWK, apalagi mengunggahnya ke media sosial. Terdapat 14 item data pemilih yang tercantum di dalam Form A.KWK, diantaranya nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), jenis kelamin, status disabilitas, RT/RW, status Tentara Nasional Indonesia (TNI)/ Kepolisian RI (Polri).
“PPDP dilarang memberikan data A.KWK ke pihak lain. Mohon data tersebut tidak di-copy ke yang lain. Kemudian kalau memfoto A.KWK, pastikan elemen data pribadinya dicoret dulu atau ditutup. Yang bisa dibuka adalah nama, jenis kelamin, yang paling maksimal dibuka desa/ kelurahan. Nomor TPS juga boleh. Misal mau unggah foto ke Facebook, yang boleh di-share wajahnya PPDP,” tandas Viryan.
Viryan juga memerintahkan agar PPS yang mendapatkan data pemilih dari KPU kabupaten/kota tak membagikan data tersebut kepada pihak lain. PPS dapat menginformasikan kepada pihak yang meminta data pemilih bahwa yang dilakukan KPU adalah melindungi data pribadi pemilih, dan dapat meminta izin akses data pemilih kepada KPU.
“Kadang kan kita gak enak kalau di masyarakat, niatnya baik jangan ditutupi-tutupi, tapi jelaskan ini isu perlindungan data pribadi pemilih. Jadi, data yang ada di PPS, PPK, tidak boleh dikasih ke pihak lain. Kalau mau minta, minta ke KPU,” tegas Viryan.
Keamanan data pribadi pemilih jamin asas rahasia dan adil bagi pemilih
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini berpendapat bahwa perlidungan terhadap data pribadi pemilih menjamin asas rahasia dan adil bagi pemilih. Artinya, penyelenggara pemilu memastikan kerahasiaan data pribadi pemilih sehingga pemilih terlindungi dari penyalahgunaan data pribadi yang dikumpulkan oleh penyelenggara pemilu.
“Proteksi data pemilih menghasilkan rasa aman. Ketika masyarakat yakin datanya aman, dia akan yakin pula dia telah diperlakukan secara adil karena data yang dia berikan ke otoritas tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan ilegal,” ujar Titi.
Jika pemilih merasa tak aman, pemilih kemungkinan akan bersikap kurang kooperatif selama proses pemilihan. Oleh karena itu, Titi meminta agar KPU merahasiakan data pribadi pemilih di setiap kegiatan publikasi data pemilih.
“Ketika data pemilih itu diekspos di kelurahan secara terbuka, ada orang yang foto data itu untuk kebutuhan marketing dan lain-lain. Itu pernah terjadi. Jangan sampai terulang karena kalau pemilih merasa tidak aman, bisa diikuti respon, dia kurang kooperatif dalam proses pemilihan,” tutup Titi.