Maret 28, 2024
iden
Devices

Mahkamah Konstitusi Dituntut Prioritaskan Isu Krusial

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), dan Correct meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk prioritaskan isu krusial. Perkara yang berpotensi merugikan pemohon atau warga negara secara umum dan mendesak untuk mendapatkan jawaban mesti didahulukan.

“MK perlu sadar bahwa putusannya bukan hanya untuk menilai konstitusionalitas, tapi seharusnya bisa memberikan hak bagi si pemohon. Putusan MK yang lambat ini seringkali menghilangkan hak dari pemohonnya,” kata peneliti PSHK, Mulky Sahdar, pada diskusi “Percepatan Pembacaan Putusan Uji Materi Pasal 9 a UU No.10/2016” di Menteng, Jakarta Pusat (23/2).

Empat lembaga tersebut mengusulkan agar MK membuat batasan waktu untuk penyelesaian sengketa. Jarak antara rapat permusyawaratan hakim dengan pembacaan putusan, menurut Mulky, tak boleh terlalu lama.

“Ada perkara yang cepat diputuskan, ada juga yang lambat. Perkara penggunaan KTP (Kartu Tanda Penduduk) elektronik diselesaikan dalam waktu 12 hari. Namun, sengketa hasil Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) 2015 kemarin ada juga yang belum diputuskan,” kata Mulky.

Dalam isu pemilu, ada dua perkara yang belum diselesaikan oleh MK, yakni makna terpidana dalam pasal 7 huruf (e) Undang-Undang (UU) No.10/2016 dan kewajiban cuti bagi petahana.

“Kita padahal perlu tau apa yang dimaksud terpidana di pasal 7 huruf (e). Apakah semua terpidana atau ada pengecualian. Ini berkaitan soal syarat kepala daerah. Mestinya dari dulu MK memutuskan, tapi untuk Pilkada 2017 urgensinya sudah hilang,” tutup Fadli.