JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mengusulkan agar mantan terpidana perkara korupsi dilarang mencalonkan diri pada Pemilihan Umum Legislatif 2019. KPU juga mengusulkan agar mereka yang ingin jadi calon anggota legislatif harus menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Usulan ini merupakan respons KPU atas adanya harapan agar caleg tidak pernah korupsi dan mengurangi potensi mereka untuk korupsi ketika menjabat.
Namun, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg dan kewajiban caleg menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tidak diatur di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Oleh karena itu, KPU ingin minta tanggapan dari Komisi II DPR saat rapat konsultasi membahas rancangan peraturan KPU tentang hal itu. KPU juga ingin meminta masukan dari masyarakat saat uji publik rancangan peraturan KPU tersebut. ”Nanti kita lihat masukan dari DPR dan juga saat uji publik,” ujar Arief, Senin (2/4/2018), di Jakarta.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, usulan KPU itu perlu dikaji mendalam oleh DPR. ”Calon anggota legislatif memang seharusnya jadi teladan, tetapi jangan juga hak konstitusional seseorang dirugikan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengingatkan, rancangan peraturan KPU tidak bisa bertentangan dengan isi UU No 7/2017. Jika peraturan KPU dikeluarkan tanpa mengubah isi undang-undang di atasnya, peraturan KPU itu bisa dibatalkan karena tidak kuat landasan hukumnya.
Pasal 240 huruf (g) UU No 7/2017 hanya menyatakan, syarat calon anggota legislatif adalah tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, menjadi tanggung jawab partai untuk merekrut calon anggota legislatif yang berintegritas dan tidak semata punya elektabilitas tinggi. Namun, hak seseorang untuk berpolitik dan mencalonkan diri tak boleh dibatasi. ”Risikonya biar kembali ke partai,” ujarnya.
Sanksi debat
Dalam rancangan peraturan KPU tentang kampanye pemilu yang dikonsultasikan KPU ke Komisi II DPR, Senin, KPU mewajibkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mengikuti debat. Debat akan digelar lima kali selama masa kampanye. Dua kali debat diikuti para capres, dua lainnya diikuti cawapres, serta satu lagi diikuti capres dan cawapres.
”Jika capres/cawapres tidak hadir, KPU akan memberikan sanksi,” kata anggota KPU, Wahyu Setiawan.
Sanksi dimaksud adalah capres/cawapres yang tidak hadir akan diumumkan kepada publik. Selain itu, iklan kampanye calon yang difasilitasi oleh KPU akan dihentikan. Namun, sanksi ini tidak akan dijatuhkan jika capres/cawapres tidak bisa mengikuti debat dengan alasan sedang menunaikan ibadah, seperti ibadah haji, dan alasan kesehatan.
Menurut Wahyu, sanksi dibuat karena jika calon tidak hadir debat, yang dirugikan adalah calon pemilih. Sebab, melalui debat, mereka bisa memperoleh informasi tentang para capres dan cawapres. (APA/AGE)