April 25, 2025

Membangun Partisipasi Generasi Muda dalam Demokrasi

Di tengah dinamika demokrasi yang terus berkembang di Indonesia, generasi muda memegang peran kunci dalam menentukan masa depan bangsa. Partisipasi aktif mereka dalam pemilu bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi tetap dijaga dan diperkuat. Dengan jumlah yang signifikan dalam komposisi penduduk, anak muda memiliki peluang besar untuk menjadi aktor utama dalam proses demokratisasi, bukan hanya sekadar pemilih pasif.

Kesadaran ini menjadi dasar bagi berbagai inisiatif yang mendorong keterlibatan mahasiswa dalam mengawal pemilihan kepala daerah (Pilkada). Dalam diskusi bertajuk Salah satu diskusi “Muda Kawal Pilkada: Pengawasan Partisipatif Pilkada oleh Generasi Muda”, perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Muhammad Hanief, mengatakan bahwa partisipasi generasi muda, khususnya mahasiswa, memiliki potensi besar dalam mengubah arah kebijakan negara melalui pemilu.

“Bonus demografi yang kita miliki saat ini merupakan kesempatan emas. Anak muda, terutama mahasiswa, harus memanfaatkannya untuk menganalisis fenomena sosial politik dan memilih pemimpin yang tepat,” ujar Hanief di Jakarta, (5/10).

Mahasiswa sebagai garda depan demokrasi memiliki kapasitas untuk mengawal jalannya pemilu dengan lebih kritis. Mereka tidak hanya memiliki akses terhadap berbagai informasi dan literatur tentang politik, tetapi juga mampu membangun diskursus yang lebih sehat di tengah masyarakat. Oleh karena itu, peran mereka tidak hanya berhenti di bilik suara, tetapi juga dalam proses pengawasan untuk memastikan kejujuran dan transparansi pemilu.

Sebagai langkah konkret dalam meningkatkan partisipasi anak muda dalam pemilu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menginisiasi Democracy Camp, sebuah program yang melibatkan mahasiswa dari berbagai universitas di Jabodetabek. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang proses pemilu dan meningkatkan kesadaran bahwa demokrasi bukan hanya soal memilih, tetapi juga mengawal proses pemilu itu sendiri.

“Anak muda harus menjadi subjek, bukan sekadar objek demokrasi,” kata Heroik Pratama, Peneliti Senior Perludem.

Heroik juga menyoroti fenomena authoritarian democratic di Indonesia, di mana meskipun pemilu dilaksanakan secara reguler, praktik-praktik otoritarian masih terjadi. Ia menekankan bahwa kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya keterlibatan mahasiswa dalam menjaga integritas demokrasi.

“Calon kepala daerah menyadari bahwa suara anak muda sangat menentukan, sehingga mereka berupaya mendekati kelompok ini sebagai bagian dari strategi politik dalam Pilkada 2024,” tambahnya.

Namun, partisipasi aktif tidak hanya dalam bentuk kampanye atau diskusi politik, tetapi juga melalui pengawasan proses pemungutan dan penghitungan suara. Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, memperkenalkan inisiatif JagaSuara 2024. Program ini merupakan platform berbasis teknologi yang memungkinkan masyarakat, terutama generasi muda, untuk turut serta dalam menjaga keakuratan hasil pemilu.

“Satu suara sangat berarti dalam kompetisi ketat. Kita ingin memastikan suara tidak berubah atau dinyatakan tidak sah tanpa alasan yang jelas,” jelas Hadar.

JagaSuara 2024 dirancang sebagai gerakan partisipasi publik dalam memantau penghitungan suara di TPS. Dengan memanfaatkan teknologi digital, masyarakat dapat mengambil foto hasil penghitungan suara di TPS dan mengunggahnya ke server yang telah disediakan. Data yang terkumpul kemudian dibandingkan dengan hasil resmi yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Upaya ini bertujuan untuk menghindari manipulasi hasil pemilu serta meningkatkan transparansi proses pemungutan suara.

“Tenaga anak muda yang penuh semangat menjadi tulang punggung dari gerakan ini. Setiap kontribusi, meskipun hanya dari satu TPS, sangat bermakna,” lanjut Hadar.

Dengan adanya inisiatif seperti Democracy Camp dan JagaSuara 2024, peran mahasiswa dalam pemilu semakin nyata dan signifikan. Mereka tidak hanya berpartisipasi sebagai pemilih, tetapi juga sebagai pengawas dan pengawal demokrasi. Kesadaran bahwa suara mereka memiliki dampak besar dalam menentukan kebijakan publik harus terus disuarakan. Dengan demikian, demokrasi di Indonesia tidak hanya menjadi proses lima tahunan semata, tetapi benar-benar menjadi sistem yang dijaga oleh rakyatnya, terutama generasi muda yang memiliki tanggung jawab besar terhadap masa depan bangsa. []