Mahkamah Konstitusi (MK) akan memulai sidang pemeriksaan perselisihan hasil pilkada serentak 2020 pada Selasa (26/1/2021). Tiga majelis hakim panel akan memeriksa perkara tersebut. Adapun sidang pemeriksaan pendahuluan akan dilakukan dengan metode daring dan luring.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono Soeroso saat dihubungi, Minggu (24/1/2021), mengatakan jumlah perkara yang diregistrasi MK sebanyak 132. MK telah membentuk tiga majelis hakim panel yang akan memeriksa perkara tersebut. Artinya, tiap majelis panel akan memeriksa 44 perkara simultan.
Terkait dengan teknis persidangan pada agenda pemeriksaan pendahuluan, MK akan melakukan sidang campuran daring dan luring. Untuk sidang luring, MK membatasi pihak termohon dan pemohon yang hadir di ruangan sidang. Sisanya, akan mengikuti sidang secara daring melalui platform daring.
Hal itu dilakukan karena saat ini pandemi Covid-19 masih mengancam. Pemerintah juga masih menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyakarat (PPKM) hingga 8 Februari mendatang. Oleh karena itu, persidangan sengketa hasil pilkada di MK juga dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan jadwal sidang melalui surat resmi dari Juru Panggil MK. KPU telah memberitahukan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk mempersiapkan diri untuk menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan.
KPU Provinsi, Kabupaten/Kota juga diminta mempersiapkan konsep jawaban termohon berupa kronologi peristiwa maupun dokumen pendukung yang menjadi obyek/pokok permohonan yang diajukan pemohon. Menurut informasi MK, sidang akan dilakukan secara luring dengan pembatasan jumlah pihak yang hadir di ruangan sidang sebanyak maksimal dua orang dari pihak termohon. KPU akan menghadirkan satu anggota KPU, dan satu orang kuasa hukum.
”KPU RI telah mengirimkan surat pemberitahuan jadwal sidang pemeriksaan pendahuluan perselisihan hasil Pilkada Serentak 2020 sejak Jumat 22 Januari kemarin kepada KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,” kata Hasyim.
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, Bawaslu RI juga telah rapat koordinasi sebagai persiapan untuk memberikan keterangan dalam sidang di MK. Bawaslu memberikan pendampingan, dan pelatihan kepada Bawaslu Provinsi, Kabupaten/Kota untuk memberikan keterangan berdasarkan kerja-kerja pengawasan, dan penyelesaian sengketa di Bawaslu.
Keterangan yang disampaikan tidak akan keluar dari UU Pilkada, maupun Peraturan Bawaslu. Keterangan juga tidak boleh menyimpang dari fakta lapangan hasil temuan Bawaslu. Dalam pengawasan selama pilkada serentak 2020, Bawaslu telah menekankan kepada jajarannya untuk menyiapkan kelengkapan dokumen valid.
Data hasil penanganan sengketa juga diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi hakim MK untuk memutus perkara. Dalam pengalaman sengketa hasil Pemilu 2019, keterangan dan data dari Bawaslu menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara.
”Bawaslu akan memberikan keterangan sesuai yang diminta majelis hakim konstitusi. Dalam persidangan, kami juga akan menunjukkan bahwa dalam bekerja Bawaslu menjunjung tinggi profesionalitas,” kata Ratna.
Sementara itu, peneliti Kode Inisiatif Ihsan Maulana mengimbau pemohon dan pendukungnya agar tidak memobilisasi massa saat sidang berlangsung di MK. Pengumpulan massa sebaiknya dihindari karena saat ini Indonesia masih berjuang melawan pandemi. Terlebih, data terakhir, banyak rumah sakit kolaps karena penambahan jumlah pasien positif Covid-19.
”Perlu keterlibatan paslon untuk mengimbau pendukungnya agar di rumah saja dan tidak berkumpul saat sidang perselisihan hasil pilkada. Jangan sampai ada paslon justru memobilisasi massa pendukung agar tidak terjadi kluster Covid-19 dalam sengketa pilkada,” kata Ihsan.
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/01/24/mk-bentuk-tiga-panel-perkara-pilkada/