Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat sebanyak 195 kasus dugaan pelanggaran netralitas kepala desa selama masa kampanye Pilkada 2024. Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengungkapkan bahwa kasus-kasus tersebut tersebar di 25 provinsi dan telah ditindaklanjuti sejak awal masa kampanye.
“Sampai dengan tanggal 28 Oktober 2024, terdapat 195 kasus dugaan pelanggaran netralitas kepala desa di 25 provinsi. Rinciannya, 59 kasus ditemukan langsung oleh Bawaslu, sementara 136 kasus lainnya berasal dari laporan masyarakat. Dari jumlah tersebut, sebanyak 130 kasus sudah diregister untuk diproses lebih lanjut, 55 kasus tidak diregister, dan 10 kasus lainnya masih dalam tahap verifikasi,” ujar Bagja di kantor Bawaslu RI, Jakarta, (28/10).
Dari 130 kasus yang telah diregister, terdapat 12 kasus yang dikategorikan sebagai tindak pidana pelanggaran pemilihan, 97 kasus lainnya merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, sementara 42 kasus dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran.
Menurut Bagja, pelanggaran netralitas kepala desa ini menjadi ancaman bagi integritas Pilkada 2024. Kepala desa sebagai bagian dari aparatur pemerintahan desa memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi elektoral tetap berjalan secara jujur dan adil. Namun, ketika mereka terlibat dalam politik praktis atau berpihak kepada salah satu pasangan calon, maka hal itu dapat merusak prinsip demokrasi yang sehat.
Ia menegaskan bahwa netralitas kepala desa dalam pemilu sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 70 Ayat 1 Undang-Undang Pilkada secara jelas melarang pasangan calon untuk melibatkan kepala desa, lurah, perangkat desa, maupun perangkat kelurahan dalam kegiatan kampanye. Oleh karena itu, ia meminta seluruh kepala desa dan perangkat desa untuk benar-benar menjaga netralitas mereka selama proses Pilkada berlangsung.
Kemendagri Perkuat Pengawasan Netralitas Kepala Desa
Sementara itu, Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) turut mengambil langkah preventif untuk memastikan kepala desa dan perangkat desa bersikap netral dalam Pilkada 2024. Dirjen Bina Pemdes Kemendagri, La Ode Ahmad P. Bolombo, menyatakan bahwa langkah ini bertujuan menciptakan pemilu yang berlangsung aman, tertib, dan demokratis.
“Kami di Kemendagri telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mencegah pelanggaran netralitas kepala desa, salah satunya dengan mengirimkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah yang memiliki desa. Surat ini berisi imbauan agar kepala desa dan perangkat desa lainnya tidak terlibat dalam aktivitas politik praktis selama Pilkada 2024,” ungkap La Ode dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, (28/10).
Ia menambahkan bahwa Kemendagri juga secara aktif memberikan sosialisasi dan edukasi kepada kepala desa terkait larangan keterlibatan mereka dalam kampanye politik. Sosialisasi ini bertujuan agar para kepala desa memahami konsekuensi hukum jika terbukti tidak netral dalam Pilkada.
“Sosialisasi ini sangat penting agar kepala desa benar-benar memahami posisi mereka. Bagi yang terbukti terlibat dalam kampanye atau berpihak pada pasangan calon tertentu, ada sanksi administratif hingga pidana yang bisa diterapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Selain itu, Kemendagri juga berkoordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk Bawaslu dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), untuk memperkuat pengawasan di tingkat pemerintahan desa. Kolaborasi lintas instansi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan dan menekan potensi pelanggaran netralitas kepala desa di berbagai daerah.
La Ode menilai bahwa kepala desa memiliki posisi strategis dalam struktur pemerintahan desa, sehingga netralitas mereka dalam Pilkada harus dijaga secara ketat. Jika kepala desa berpihak kepada salah satu kandidat, hal ini dapat menciptakan ketidakadilan dalam proses demokrasi di tingkat lokal.
Pelanggaran Netralitas Kepala Desa Bisa Berdampak Luas
Dalam beberapa kasus sebelumnya, keterlibatan kepala desa dalam politik praktis telah menimbulkan berbagai permasalahan di masyarakat. Tidak jarang, kepala desa yang berpihak kepada calon tertentu menggunakan jabatannya untuk memengaruhi pemilih, memberikan akses sumber daya desa secara tidak adil, atau bahkan melakukan intimidasi terhadap warga yang memiliki pilihan politik berbeda.
Kasus-kasus semacam ini dapat mengancam legitimasi hasil Pilkada serta menurunkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dilakukan sejak dini agar kepala desa tetap menjaga profesionalisme dan tidak terlibat dalam politik praktis.
Dengan semakin dekatnya hari pemungutan suara Pilkada 2024, Bawaslu dan Kemendagri menegaskan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap netralitas kepala desa. Para kepala desa diingatkan untuk tetap berpegang teguh pada aturan dan tidak terlibat dalam aktivitas politik yang dapat merugikan proses demokrasi.
“Netralitas kepala desa adalah kunci untuk menjaga demokrasi tetap berjalan dengan baik. Kami berharap seluruh kepala desa di Indonesia benar-benar menaati aturan yang telah ditetapkan agar Pilkada 2024 dapat berlangsung secara adil, jujur, dan demokratis,” pungkas Bagja. []