October 8, 2024

Pelanggaran Belum Ditindak

Komisi Aparatur Sipil Negara masih mendapati ratusan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020, yang belum ditindaklanjuti oleh kepala daerah. Salah satu jenis pelanggaran terbanyak adalah berkampanye di media sosial. Hal tersebut akan segera dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri agar tidak ada lagi penundaan eksekusi penjatuhan sanksi terhadap aparatur.

Pada Senin (2/11/2020), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) merilis data terbaru mengenai ASN yang melanggar netralitas di Pilkada 2020. Sebanyak 604 ASN melanggar dan mendapatkan rekomendasi KASN. Namun, rekomendasi yang telah ditindaklanjuti oleh kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) baru 344 ASN atau 57 persen.

Dari data itu, terdapat lima pemerintah daerah yang paling banyak terjadi pelanggaran netralitas ASN, yakni Kabupaten Purbalingga (56 ASN), Kabupaten Wakatobi (35 ASN), Kabupaten Bima (24 ASN), Kabupaten Halmahera Selatan (23 ASN), dan Kabupaten Kediri (21 ASN).

“Kami akan koordinasi tiap minggu sekali”

Kategori pelanggaran paling sering dilakukan adalah berkampanye atau melakukan sosialisasi di media sosial (24,6 persen), mengadakan kegiatan yang berpihak kepada salah satu calon (14,5 persen), menghadiri deklarasi calon (11,4 persen), serta membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye (8,5 persen).

Ketua KASN Agus Pramusinto saat dihubungi, Senin (2/11/2020), mengatakan, data terbaru itu akan segera dilaporkan ke Kemendagri agar kepala daerah segera menindaklanjuti rekomendasi KASN.  “Kami akan koordinasi tiap minggu sekali,” ujar Agus.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga mencatat, terdapat 131 rekomendasi sanksi dari KASN atas pelanggaran netralitas oleh ASN di 67 pemerintah daerah, yang belum ditindaklanjuti kepala daerah. Data itu didapatkan per 26 Oktober 2020. Terhadap puluhan kepala daerah itu, Kemendagri pun langsung melayangkan surat teguran.

Menurut Agus, koordinasi antara KASN dan Kemendagri ini sangat efektif dalam upaya penegakan aturan netralitas ASN di daerah. Pasca-teguran Kemendagri, sejumlah pemda mulai merespons dengan menjatuhi sanksi pada ASN yang melanggar prinsip netralitas.

“Angkanya saya belum tahu. Saya masih menunggu (data terbaru). Tetapi, beberapa (pemda) sudah secara informal menindaklanjuti (rekomendasi KASN). Arti informal di sini, bukan menjawab secara tertulis ke KASN, tetapi lapor secara lisan,” ucap Agus.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengingatkan kembali agar pemda segera menindaklanjuti rekomendasi KASN. Sebab, apabila rekomendasi itu tak dijalankan, kepala daerah bisa mendapatkan sanksi lebih lanjut sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Benni pun berharap agar setiap ASN tetap menjaga netralitas dalam setiap menjalankan tugasnya, terutama dalam momentum pilkada.

Pemerintah Kota Surabaya sebagai salah daerah yang ditegur Kemendagri, telah menjalankan rekomendasi KASN. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemkot Surabaya M Afghani Wardhana langsung dikenai sanksi akibat pelanggaran netralitas yang dilakukannya pada Pilkada 2020 di luar Kota Surabaya, yakni Kabupaten Pacitan.

Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara mengatakan, penjatuhan sanksi langsung diputuskan oleh Wali Kota Surabaya sesuai rekomendasi KASN.

Berkampanye di medsos

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin menyampaikan, dari pantauan Bawaslu selama Pilkada 2020, pelanggaran netralitas ASN masuk ke dalam salah satu indeks kerawanan pemilu yang paling tinggi di banyak daerah. Dari sekitar 1.600 pelanggaran yang terjadi, hampir 800 pelanggaran terkait netralitas ASN.

“Separuhnya lho, ini besar banget. Memang masalah ini menjadi tantangan kita karena saking dekatnya “kepentingan” pilkada di daerah. Kadang-kadang ASN dalam posisi tak ada pilihan karena atasan atau mantan bos mencalonkan diri,” kata Afifuddin.

Karena itu, menurut Afifuddin, teguran dari Kemendagri diharapkan bisa menjadi langkah progresif karena kepala daerah atau PPK seringkali tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN dengan cepat.

Asisten KASN Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik, Kode Perilaku, dan Netralitas ASN, Nurhasni, pun membeberkan, ada sejumlah penyebab pelanggaran netralitas ASN. Di antaranya, motif mendapatkan atau mempertahankan jabatan (43,4 persen), hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan calon (15,4 persen), serta kurangnya pemahaman aturan tentang netralitas ASN (12,1 persen).

“Kalau terkena sanksi sedang atau berat, kariernya sudah megap-megap. Kalau sanksi sedang saja, mereka mau seleksi terbuka, tidak bisa. Kalau mau pensiun, tak bisa dapat pangkat kehormatan. Jadi, kalau terkena sanksi sedang atau berat, enggak selamat kariernya. Itu akan menjadi rekam jejak yang cacat sepanjang kariernya”

Alasan kurangnya pemahaman aturan tentang netralitas ASN itu, menurut Nurhasni, tak masuk akal karena belakangan ini KASN gencar sekali menggelar sosialisasi terkait hal tersebut. “Jadi bukan mereka tak paham, tetapi ketakutan hilang jabatan dan tak profesional sehingga mengorbankan integritas mereka,” ujarnya.

Seharusnya, lanjut Nurhasni, ASN tidak perlu khawatir kehilangan jabatan sebab segala proses kepegawaian sekarang dipantau oleh KASN. Bahkan, ASN bisa melapor langsung ke KASN jika terjadi penyelewengan sistem merit tersebut. Jika tidak sesuai ketentuan, maka KASN bisa membatalkannya.

Namun, jika ASN telah melanggar netralitas dan dijatuhi sanksi, maka itu akan menjadi catatan yang buruk sepanjang karier ASN. Apalagi, sanksi itu tergolong sedang atau berat.

“Kalau terkena sanksi sedang atau berat, kariernya sudah megap-megap. Kalau sanksi sedang saja, mereka mau seleksi terbuka, tidak bisa. Kalau mau pensiun, tak bisa dapat pangkat kehormatan. Jadi, kalau terkena sanksi sedang atau berat, enggak selamat kariernya. Itu akan menjadi rekam jejak yang cacat sepanjang kariernya,” ucap Nurhasni.

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 5 November 2020 di halaman 2 dengan judul “Pelanggaran Belum Ditindak”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/11/05/pelanggaran-belum-ditindak/