October 9, 2024

Pemanfaatan Sirekap Tetap Optimal di Pilkada 2020

Meskipun hanya digunakan sebagai alat bantu rekapitulasi suara hasil Pemilihan Kepala Daerah 2020, pemanfaatan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap akan tetap optimal. Penggunaan Sirekap bakal menjadi bahan evaluasi dalam pemanfaatan teknologi informasi serupa pada pemilu selanjutnya.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting, mengatakan, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tetap wajib menggunakan Sirekap dalam Pilkada 2020. Penggunaan Sirekap akan tetap dilakukan secara maksimal meski tidak dipakai sebagai dasar penetapan atau rujukan hasil Pilkada 2020.

”Sirekap menjadi bagian yang akan kami lakukan penilaian kinerja karena apa yang akan nanti dilaksanakan pada 9 Desember 2020 menjadi evaluasi ke depan dalam penggunaan teknologi informasi,” kata Evi saat diskusi publik secara dalam jaringan bertajuk ”Keberlanjutan Sirekap di Pilkada 2020”, Minggu (15/11/2020).

Selain Evi, hadir sebagai pembicara adalah anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin; pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay; peneliti KoDe Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana; dan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby.

Evi mengatakan, penerapan Sirekap tahun ini dapat memberikan gambaran tentang kesiapan penyelenggara di daerah dalam penggunaan teknologi informasi pada pemilu. Sebab, penggunaan teknologi informasi merupakan hal yang tidak bisa ditolak dan dihindari sehingga penyelenggara harus bisa beradaptasi memanfaatkan hal tersebut. Terlebih, KPU menargetkan bisa menggunakan Sirekap sebagai dasar penetapan atau rujukan pada Pemilu 2024.

Dari pelaksanaan di 270 daerah pemilihan di Pilkada 2020, KPU bisa mengevaluasi kecepatan penyelenggara dalam mengunggah formulir pencatatan hasil (formulir C hasil KWK), terutama di daerah dengan jaringan internet yang memadai. KPU juga bisa mengevaluasi mitigasi yang dilakukan penyelenggara seandainya menemukan kendala teknis, terutama terkait jaringan internet.

Dengan demikian, Sirekap bisa dikembangkan lebih baik dalam rangka pemanfaatan teknologi informasi dalam pemilu selanjutnya. Penyempurnaan perlu dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan Sirekap sehingga pemanfaatannya bisa dirasakan oleh semua pihak dan hasilnya bisa dipercaya publik.

”Kendala dalam infrastruktur tidak bisa dijadikan alasan untuk menolak teknologi informasi dalam penerapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah maupun pemilu. Justru itu menjadi tantangan yang harus dijawab dengan kinerja lebih baik,” ucap Evi.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan KPU, Bawaslu, dan Kementerian Dalam Negeri disepakati bahwa Sirekap hanya digunakan untuk uji coba, alat bantu penghitungan dan rekapitulasi, serta publikasi. Hasil resmi penghitungan dan rekapitulasi suara Pilkada 2020 tetap menggunakan formulir C hasil KWK dan rekapitulasi manual.

Penggunaan Sirekap dilakukan dengan memotret langsung formulir C hasil KWK dengan kamera pintar (ponsel) di tingkat TPS yang langsung dikirim masuk ke dalam sistem di KPU.

Untuk mengoptimalkan penggunaan Sirekap, lanjut Evi, KPU melakukan bimbingan teknis, membuat petunjuk teknis, buku panduan, serta video tutorial penggunaan Sirekap. KPPS juga akan mendapatkan pelatihan penggunaan Sirekap sebanyak dua kali.

Menurut Afif, KPU perlu segera menyiapkan regulasi terkait penggunaan Sirekap agar menghindari berbagai persoalan yang bisa muncul di kemudian hari. Dari segi teknis, ada 33.412 TPS memiliki kendala pada jaringan internet dan 4.423 TPS memiliki kendala pada listrik. Penggunaan Sirekap juga menambah beban kerja KPPS karena mereka tetap harus melakukan proses penghitungan secara manual dan mengunggahnya melalui Sirekap.

Hadar menuturkan, KPU harus tetap menjadikan Sirekap sebagai hal yang penting dalam Pilkada 2020. Oleh sebab itu, KPPS harus dilatih hingga mampu menggunakan Sirekap semaksimal mungkin. Kesalahan dalam penggunaan Sirekap berpotensi mengurangi keyakinan publik terhadap hasil pilkada.

Ia juga mengingatkan KPU terhadap potensi terjadinya kekacauan akibat fungsi Sirekap yang hanya menjadi alat bantu rekapitulasi hasil suara. Potensi itu bisa muncul ketika hasil dari Sirekap dengan penghitungan secara manual berbeda. ”Sosialisasi bahwa Sirekap hanya sebagai alat bantu harus lebih luas agar masyarakat tidak bingung bahwa Sirekap bukan sebagai hasil resmi,” kata Hadar.

Menurut Alwan, Sirekap memudahkan publik untuk melihat hasil penghitungan suara. Namun, publik perlu diedukasi terkait fungsi Sirekap agar tidak terjadi misinformasi. Sosialisasi itu sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan dan membangun persepsi publik terhadap penggunaan Sirekap.

Menurut Ihsan, kesuksesan penggunaan Sirekap pada Pilkada 2020 bisa menjadi bahan masukan dalam revisi Undang-Undang Pemilu. Jika pelaksanaannya dianggap berhasil, Sirekap perlu diakomodasi sebagai bagian dari inovasi penyelenggaraan pemilu. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/11/15/pemanfaatan-sirekap-tetap-optimal-di-pilkada-2020/