15 April 2020, Korea Selatan menyelenggarakan pemilihan parlemen dengan protokol pencegahan Coronavirus disease 2019 (Covid-19). Penyelenggaraan pemilu tersebut dinilai sukses, karena tingkat partisipasi pemilih pada hari pemungutan suara merupakan yang tertinggi sejak 1992. 66 persen dari 44 juta pemilih memberikan suaranya pada Pemilihan Parlemen 2020. Bandingkan dengan tingkat partisipasi pada Pemilihan Parlemen 2016 yang hanya 58,03 persen dan pada 2012 sebesar 54,26 persen. Hanya Pemilihan Parlemen 2020 yang diselenggarakan pada masa pandemik.
Keputusan untuk menyelenggarakan pemilu
Dari studi yang dilakukan oleh International Institute for Decmocracy and Electoral Assitance (IDEA), keputusan untuk tetap menyelenggarakan Pemilihan Parlemen di tengah mewabahnya Covid-19 diambil untuk mengurangi gonjang-ganjing politik yang terjadi. Ada kekhawatiran di partai oposisi dan masyarakat bahwa penanganan pandemik akan meninggalkan hak politik warga negara, menguntungkan partai petahana, dan akan terjadi kekosongan parlemen. Oleh karena itu, pemilu diselenggarakan untuk menjaga stabilitas politik negara.
“Pemilu ini diharapkan dapat mengurangi gonjang-ganjing dan kekhawatiran pemilih terhadap langkah-langkah yang diambil pemerintah di masa Covid-19 ini. Perdebatannya cukup hangat sehingga pemilih merasa perlu memberikan hak suaranya untuk menghentikan perdebatan yang ada. Ternyata memang, partai petahana menang dalam pemilu,” terang Senior Program Manager International IDEA, Adhy Aman, pada diskusi “Pemilu di Masa Pandemi Covid-19: Belajar dari Korea Selatan” (21/4).
Dengan keputusan penyelenggaraan pemilu di tengah Covid-19, penyelenggara pemilu Korea Selatan, yakni National Election Commission (NEC) menerapkan sejumlah aturan agar tahapan pemilu dapat dilaksanakan secara aman, tanpa membayakan kesehatan penyelenggara pemilu, peserta, dan pemilih. Beruntungnya, NEC telah memiliki skema pendaftaran pemilih berkelanjutan sehingga tak memerlukan pendataan pemilih yang melibatkan kontak fisik dengan banyak orang.
“Korea, pendaftaran pemilu ada beberapa sistem. Ada yang periodik, jadi didaftar di periode tertentu kemudian dijadikan daftar pemilih tetap. Juga ada yang continues, artinya berkelanjutan, ada data penduduk yang di-update secara terus menerus dan nanti ketika dibutuhkan, KPU tinggal ambil saka. Itu kenapa Korea Selatan bisa cepat meng–update data pemilih,” jelas Adhy.
Kampanye digital
Tak bisa berkampanye secara konvensional, peserta pemilu beralih ke kampanye digital. Beberapa peserta pemilu melakukan augmented reality dimana kandidat dapat berinteraksi dengan pemilih secara digital. Beberapa kandidat juga menyebarkan konten di Youtube untuk memperkenalkan dirinya kepada publik.
“Jadi, terdoronglah partai dan calon untuk memikirkan metode kampanyenya sehingga mereka bisa menjangkau pemilih dan meraih suara,” tukas Adhy.
Pemilihan awal dan lewat pos
Guna mengurangi kerumunan pada hari pemungutan suara 15 April, NEC memperbolehkan semua pemilih untuk memilih pada pemilihan awal tanggal 10 dan 11 April di tempat pemungutan suara (TPS) manapun yang terdekat dari lingkungan tempat tinggal. Pemilihan pendahuluan diizinkan oleh kerangka hukum sebelum adanya Covid-19, namun sebelumnya hanya diperuntukkan bagi pemilih yang mesti menjalankan dinas.
“Jadi, tanggal 10 dan 11 April, sudah diperbolehkan siapa saja pemilih untuk memilih di dua hari itu, dan di TPS manapun. Kalau ada TPS yang dekat, dia tidak perlu jauh-jauh pergi karena itu akan meningkatkan resiko. Walaupun dia sebetulnya terdaftar di TPS mana, atau dia sedang bekerja di suatu kota, tapi dia terdaftar di kampung halamannya, dia gak harus pulang,” kata Adhy.
Sekitar 25 persen pemilih memilih pada pemilihan awal. Dan untuk mencegah terjadinya multiple voting atau pemilih memilih lebih dari satu kali, TPS Korea telah memiliki sistem daftar pemilih tetap online sehingga pemilih yang telah memilih akan diketahui oleh semua petugas TPS.
Selain itu, NEC juga memperbolehkan pemilih untuk memilih lewat pos. Namun, tak semua pemilih dapat menempuh alternatif ini, salah satunya pemilih dengan positif Covid-19. Metode pemilihan melalui telpon juga disediakan bagi pemilih disabilitas.
Protokol keamanan di TPS
Protokol Covid-19 diberlakukan di TPS. Protokol itu menghendaki agar TPS didirikan di tempat yang luas sehingga memungkinkan jarak aman antarpemilih, menggunakan pelindung wajah bagi penyelenggara pemilu, kewajiban memakai masker selama mengantre, pengecekan suhu tubuh sebelum memasuki TPS dan saat hendak memberikan suara, serta mensterilkan tangan dengan hand sanitizer dan memakai sarung tangan sekali pakai. Di luar TPS, disediakan pula tempat untuk membuang sarung tangan sekali pakai.
“Ke TPS, suhu badan diperiksa oleh termometer yang tidak menyentuh kulit. Lalu, yang suhunya tidak lebih dari 37,5 dan tidak menunjukkan gejala pernapasan boleh ke TPS,” ujar Adhy.
Bagi pemilih yang tengah dalam perawatan di rumah sakit atau karantina di pusat pelayanan kesehatan, NEC menyediakan TPS khusus di fasilitas tersebut. Dan bagi pemilih yang melakukan karantina di rumah masing-masing, hanya diperbolehkan memilih pada waktu yang telah ditentukan, yakni setelah TPS ditutup.
“Jadi, ada waktu tertentu yang diberikan kepada mereka untuk memberikan hak pilihnya, setelah yang lain sudah pada pulang,” pungkas Adhy.