Penerapan protokol kesehatan penanganan Covid-19 dalam Pilkada serentak 2020 akan dilakukan berdasarkan zonasi dari wilayah terdampak. Namun, pelaksanaannya bergantung pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pilkada 2020 dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19.
Pelaksana Tugas Direktorat Jendral Bina Administrasi dan Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal, Senin (6/7/2020), mengatakan, zonasi wilayah terdampak Covid-19 terbagi menjadi empat. Masing-masing zona merah, kuning, oranye, dan hijau. Hal itu disampaikan saat diskusi daring berjudul ”Pemilu di Masa Pandemi” yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta.
Zona merah merupakan daerah dengan risiko tinggi, yang jumlahnya 40 kabupaten/kota. Zona oranye adalah daerah dengan risiko sedang yang jumlahnya 99 kabupaten/kota. Zona kuning ialah daerah dengan risiko rendah dengan jumlah 79 kabupaten/kota. Adapun zona hijau masuk sebagai daerah tidak terdampak dengan jumlah 43 kabupaten/kota. Seluruhnya 261 kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2020.
Zonasi wilayah terdampak Covid-19 terbagi menjadi empat. Masing-masing zona merah, kuning, oranye, dan hijau.
Sementara di tingkat provinsi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara masuk dalam zona merah. Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Bengkulu, dan Sumatera Barat merupakan zona oranye. Adapun Kepulauan Riau dan Jambi termasuk ke dalam zona kuning. Total sembilan provinsi yang bakal menjadi lokasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.
Safrizal menambahkan, praktik penerapan protokol berdasarkan zonasi itu, misalnya, berlaku dalam pengumpulan massa. Ia mencontohkan, zona merah hanya diperbolehkan mengumpulkan orang hingga 200 orang. Selebihnya dilakukan dengan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi yang dapat memfasilitasi interaksi virtual.
Meski demikian, Safrizal menekankan, protokol umum penanganan Covid-19, seperti mengenakan masker dan menjaga jarak, tetap berlaku secara umum. Hal itu berarti berlaku di zona merah, zona oranye, zona kuning, dan zona hijau.
Terkait dengan hal itu, Safrizal juga menyebutkan hubungan penerapan protokol itu dengan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pilkada Lanjutan Tahun 2020 dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19. Dalam penerapannya, aturan tersebut akan dibantu Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, baik di tingkat nasional maupun di setiap daerah yang melaksanakan pilkada.
Hingga berita ini disusun belum ada kabar lanjutan terkait pengundangan dari PKPU tentang Pilkada Lanjutan Tahun 2020 dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19. Tahapan pengundangan PKPU tersebut berada dalam wilayah kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat dihubungi secara terpisah setelah diskusi, menyebutkan, KPU tengah melakukan rapat pleno rutin. Ia hanya menyebutkan akan segera menyampaikan informasi tersebut jika sudah selesai.
Tolok ukur
Ketua KPU Arief Budiman, dalam diskusi daring itu, mengatakan, Pilkada serentak 2020 akan menjadi model pelaksanaan pemilihan pada masa mendatang yang dilakukan saat bencana. Ini dengan catatan jika penyelenggaraannya dilakukan dengan baik. Termasuk di dalamnya yang terkait dengan regulasi, model pelaksanaan, dan kulturnya.
Hal sebaliknya terjadi jika pelaksanaannya buruk. Jika di masa berikutnya pemilihan kembali dilakukan saat bencana, imbuh Arief, banyak pihak akan kembali meraba-raba tentang bagaimana cara melaksanakan pemilihan di masa bencana. ”Ini pertaruhan besar. Bukan hanya generasi sekarang, tapi (juga) generasi yang akan datang,” ujar Arief.
Banyak pihak akan kembali meraba-raba tentang bagaimana cara melaksanakan pemilihan di masa bencana.
Pengamat teknologi informasi Roy Suryo yang juga menjadi salah seorang narasumber dalam diskusi tersebut menyarankan agar tahapan kampanye di semua zona dilakukan dengan menggunakan perangkat teknologi informasi. Hal ini dilakukan untuk mengindari kerumunan fisik yang cenderung memperbesar potensi penularan Covid-19.
Akan tetapi, saran tersebut berbenturan dengan UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada yang masih menjadi landasan penyelenggaraan Pilkada serentak 2020. Arief menyebutkan bahwa pertemuan fisik dalam kampanye masih diperbolehkan dalam undang-undang.
Menurut Arief, yang dilakukan KPU ialah mengatur jumlah maksimal orang yang melakukan interaksi fisik dalam kampanye. Misalnya, tidak diperbolehkannya kehadiran peserta pertemuan fisik yang melebihi 40 persen dari kapasitas sebuah ruangan. (INGKI RINALDI)
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/pemilu/2020/07/06/pilkada-2020-penerapan-protokol-berdasarkan-zonasi/