Dewan Perwakilan Rakyat telah menerima surat Presiden Joko Widodo terkait penetapan pengganti mantan anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, yang diberhentikan karena kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota legislatif. Komisi II DPR berkomitmen menetapkan pengganti Wahyu pada pekan ini.
Namun, sejumlah kalangan berharap proses penetapan pengganti Wahyu segera dilaksanakan agar kerja penyelenggara pemilihan umum bisa optimal. Apalagi saat ini tahapan pemilihan kepala daerah 2020 di sejumlah daerah sudah berjalan.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/2/2020), mengatakan telah menerima surat Presiden terkait penggantian mantan komisioner KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Surat itu telah dibahas dalam rapat Badan Musyawarah DPR untuk ditindaklanjuti Komisi II. ”Minggu ini, kami akan menetapkan pengganti Wahyu Setiawan, yaitu peraih suara terbanyak berikutnya,” kata Saan.
Minggu ini, kami akan menetapkan pengganti Wahyu Setiawan, yaitu peraih suara terbanyak berikutnya.
Dengan perolehan tersebut, Raka Sandi tidak terpilih dalam jajaran tujuh anggota KPU. Namun, ia memenuhi syarat untuk menggantikan Wahyu.Peraih suara terbanyak berikutnya yang dimaksud adalah I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mantan Ketua KPU Bali yang saat ini menjabat anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali. Dalam uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan Komisi II pada 2017, Raka Sandi meraih skor 21 atau menempati peringkat kedelapan dari 14 peserta.
Hal itu mengacu pada Pasal 37 Ayat (4) Huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Regulasi itu menyebutkan, pergantian antarwaktu (PAW) anggota KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota yang berhenti sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: anggota KPU digantikan calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan DPR.
Sebelumnya, Wahyu Setiawan diberhentikan karena terlibat korupsi. Ia diduga menerima suap dari calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Harun Masiku. Harun bermaksud menggantikan anggota Fraksi PDI-P di DPR, Riezky Aprilia, melalui mekanisme PAW.
Sekalipun ia telah mengajukan surat pengunduran diri, pemberhentian Wahyu harus melalui mekanisme Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun, DKPP memberhentikan Wahyu secara tidak hormat dengan putusan nomor 01-PKE-DKPP/I/2020 yang dibacakan dalam sidang etik pada 16 Januari 2020.
Dalam amar putusan itu, DKPP memutuskan empat hal. Salah satunya meminta Presiden melaksanakan putusan paling lambat tujuh hari sejak dibacakan.
Dua hari setelah putusan, Presiden menerbitkan keputusan presiden (keppres) terkait pemberhentian Wahyu. Namun, butuh waktu lebih dari 10 hari untuk membuat keputusan terkait penggantinya.
”Tenggat tujuh hari yang disebut dalam amar putusan DKPP itu tujuannya memberi kepastian hukum pelaksanaan putusan DKPP terkait pemberian sanksi pemberhentian tetap Wahyu Setiawan sebagai anggota KPU,” kata anggota DKPP, Ida Budhiati.
Ida menambahkan, tugas DKPP tuntas saat putusan tersebut dibacakan. DKPP tidak berwenang mengatur tenggat PAW anggota KPU.
Sementara itu, Saan enggan memberi tahu kapan Presiden menyerahkan surat terkait penggantian Wahyu tersebut. Menurut dia, yang terpenting saat ini surat sudah diterima dan Komisi II bisa segera melaksanakan mekanisme penetapan pengganti Wahyu.
Perlu dipercepat
Anggota KPU, Evi Novida Ginting, mengatakan, KPU belum menerima pemberitahuan ihwal penetapan pengganti Wahyu. ”Sampai siang ini belum ada informasi,” kata Evi.
Sebelumnya, Wahyu menjabat Koordinator Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat. Selama jabatan tersebut kosong, kata Evi, posisi itu diisi oleh wakil koordinator divisi.
Oleh karena itu, kerja KPU tidak terkendala selama ada kekosongan jabatan, termasuk pengambilan keputusan. Sebab, mengacu Pasal 42 UU No 17/2017, keputusan yang diambil dalam rapat pleno sah apabila disetujui oleh lebih dari separuh anggota KPU, sedangkan rapat pleno dinyatakan sah apabila dihadiri setidaknya dua pertiga dari total anggota KPU.
Sekalipun demikian, Evi berharap penetapan pengganti Wahyu bisa segera dilakukan. Kerja KPU akan lebih optimal dengan tujuh komisioner. ”Penting untuk disegerakan untuk pengambilan keputusan dan pengendalian yang lebih optimal, serta mengembalikan kekuatan KPU dengan formasi lengkap,” katanya.
Penetapan pengganti Wahyu diharapkan bisa segera dilakukan. Kerja KPU akan lebih optimal dengan tujuh komisioner.
Peneliti di Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan, persoalan kekosongan jabatan di KPU tidak selesai dengan menempatkan wakil koordinator divisi. Kelengkapan pimpinan penting untuk menyeimbangkan kerja organisasi.
Pekerjaan kolektif kolegial yang semestinya diemban tujuh orang tentu tidak proporsional jika dilaksanakan oleh enam orang. ”Lambatnya pengisian jabatan juga berpotensi menghambat kerja KPU. Apalagi, saat ini tahapan Pilkada 2020 sudah mulai berjalan,” kata Fadli. (KURNIA YUNITA RAHAYU)
Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/polhuk/2020/02/03/pengganti-komisioner-kpu-wahyu-setiawan-ditetapkan-pekan-ini/