Maret 29, 2024
iden

Penyederhanaan Surat Suara Juga Harus Permudah Penyelenggara

Komisi Pemilihan Umum telah menyiapkan enam model rancangan surat suara untuk Pemilu 2024. Rancangan tersebut lebih sederhana dibandingkan dengan surat suara pada Pemilu 2019 karena pemilih cukup membawa satu hingga dua surat suara saja ke bilik suara. KPU diharapkan segera melakukan simulasi dan sosialisasi penyederhanaan surat suara tersebut.

Dari enam model yang dirancang KPU, tiga model berupa satu lembar surat suara, sedangkan tiga model lainnya dua lembar. Pemberian surat suara pada tiga model dilakukan dengan cara menuliskan, dua model mencoblos, dan satu model mencontreng.

Anggota Badan Pengawas Pemilu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, penyederhanaan surat suara harus memudahkan pemilih dan penyelenggara. Ia mendorong agar ada simulasi terhadap pemilih dan penyelenggara.

”Adapun varian mana yang lebih memungkinkan ya kita harus simulasikan dengan beragam model pemilih, termasuk ke penyelenggara. Secara resmi, kami juga belum dapat opsi-opsi (rancangan) tersebut,” kata Afifuddin saat dihubungi di Jakarta, Senin (2/8/2021).

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan, sosialisasi secara masif akan mempermudah masyarakat dalam menghadapi perubahan surat suara pemilu. Ia berharap, surat suara yang digunakan menggunakan sedikit kertas dan ramah lingkungan.

Menurut Firman, tantangan dari alternatif rancangan surat suara yang dipersiapkan KPU adalah pilihan mencontreng atau menulis angka. Ia setuju pemilihan dilakukan dengan cara mencontreng. Sebab, belum semua orang Indonesia bisa menulis.

Sosialisasi secara masif akan mempermudah masyarakat dalam menghadapi perubahan surat suara pemilu. Surat suara yang digunakan diharapkan menggunakan sedikit kertas dan ramah lingkungan.

Firman juga setuju dengan model rancangan orang bisa memilih anggota DPR dari sebuah partai dan anggota DPRD dari partai lainnya. Berbeda dengan rancangan lain yang seolah-olah mengarahkan pemilih untuk memilih anggota DPR dan DPRD di partai yang sama.

Ia menuturkan, penempelan daftar calon di papan pengumuman sebaiknya dilakukan di beberapa tempat, termasuk di bilik suara. Hal tersebut berguna agar pemilih tidak lupa dengan pilihannya dan tidak dimanipulasi.

Menurut pengajar Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mada Sukmajati, sosialisasi perubahan surat suara harus dilakukan, termasuk dengan menggunakan teknologi digital. Hal tersebut bertujuan agar pemilih tidak hanya mengandalkan informasi di tempat pemungutan suara (TPS).

Ia menegaskan, kampanye secara masif dapat membuat pemilih tidak perlu berpikir panjang di bilik suara. Ketika orang masuk ke TPS, dia sudah dapat langsung memungut suara. Informasi di TPS hanya berfungsi untuk mengingatkan saja.

Mada mendorong agar Undang-Undang Pemilu 2024 terkait metode pemberian suara dan desain surat suara segera disahkan. Hal tersebut bertujuan agar penyelenggara mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan rekayasa kepemiluan agar pemilih memahami apa yang harus dilakukan. Selain itu, pemilih juga dapat mengetahui informasi terkait integritas, nilai-nilai, dan visi-misi dari peserta pemilu.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, Evi Novida Ginting, mengatakan, untuk mencoblos dan mencontreng, nama calon sudah ada di surat suara. Daftar calon tersebut semuanya ditempel di luar TPS dengan menampilkan foto peserta pemilu. Adapun di surat suara tidak terdapat foto calon.

Untuk pemberian suara dengan cara menulis, nomor urut dan nama calon anggota legislatif tidak dicantumkan di dalam surat suara. KPU menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka. Penentuan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Karena itu, selain memilih partai, juga memilih calon secara langsung.

Akibat penggabungan lima jenis pemilihan ke dalam satu atau dua lembar surat suara, konsekuensinya tidak lagi ada pencantuman nama di dalam surat suara. Maka, harus ada panduan kepada pemilih. Nama dan nomor daftar calon anggota DPD dan DPRD akan ditempel di dalam bilik suara agar pemilih tidak perlu keluar-masuk bilik. Daftar tersebut ditempel berdasarkan partai politik dan daerah pemilihannya.

Akibat penggabungan lima jenis pemilihan ke dalam satu atau dua lembar surat suara, konsekuensinya tidak lagi ada pencantuman nama di dalam surat suara. Maka, harus ada panduan kepada pemilih.

KPU sudah melakukan simulasi secara terbatas terhadap enam rancangan surat suara tersebut. Namun, belum diputuskan mana yang akan dipilih. Sebab, rancangan tersebut masih tahap awal untuk dilakukan kajian.

Dalam simulasi tersebut diperoleh rancangan yang efisien terdapat pada surat suara yang berjumlah satu lembar. Namun, masih perlu dikaji lagi karena metode pemberian suara dengan cara ditulis. Satu lembar lebih efisien karena dapat mengurangi jumlah surat suara dan tidak perlu ada kotak suara hingga lima buah. Anggaran akan lebih efisien karena jumlah kertas surat suara dan biaya pencetakan berkurang.

Penggunaan satu lembar surat suara juga dinilai Evi lebih efektif untuk mengurangi terjadinya surat suara yang tidak sah. Karena itu, perlu disiapkan desain yang matang agar bisa memenuhi seluruh kriteria yang diharapkan.

Dengan kondisi pandemi Covid-19, KPU masih kesulitan melakukan simulasi dengan mengumpulkan orang banyak. Evi berharap, KPU segera melakukan simulasi bersama sehingga bisa memberikan pilihan kepada pembuat undang-undang dalam rangka penyederhanaan ini.

”Kita harapkan pelaksanaan pemilu maupun pilkada ke depan lebih efisien, efektif, dan lebih sederhana di dalam administrasi pemilu,” kata Evi. (PRAYOGI DWI SULISTYO)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID.