October 8, 2024

Penyelesaian Pelanggaran Pilkada Terkendala Aturan

Sejumlah ketentuan dalam UU Pilkada menyulitkan penegak hukum untuk menindak pelanggaran pidana pemilihan. Salah satu ketentuan yang menyulitkan adalah singkatnya waktu penanganan aduan atau dugaan pelanggaran.

Sejumlah aturan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota berpotensi menghambat penegakan hukum Pilkada serentak 2020 yang berlangsung di tenagh pandemi Covid-19. Kerja sama antara Badan Pengawas Pemilu, Kepolisian Negara RI, dan Kejaksaan Agung menjadi prasyarat untuk mengatasi hal tersebut.

Ketua Bawaslu Abhan, Senin (20/7/2020), mengatakan, UU No 10/2016 tidak mengenal peradilan in absentia atau pemeriksaan perkara yang dilakukan tanpa kehadiran tergugat. Sementara di dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu, konsep peradilan in absentia masih dikenal.

”Tantangan ini tidak mudah, untuk mengumpulkan alat bukti, misalnya,” kata Abhan saat memberikan sambutan dalam Penandatanganan Peraturan Bersama antara Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan Agung tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu)  yang disampaikan secara daring  dari Gedung Bawaslu, Jakarta.

UU No 10/2016 tidak mengenal peradilan in absentia atau pemeriksaan perkara yang dilakukan tanpa kehadiran tergugat. Sementara di dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu, konsep peradilan in absentia masih dikenal.

Ia mencontohkan terkait pengumpulan alat bukti dengan mengundang sejumlah pihak untuk datang ke Bawaslu. Namun, kemungkinan sebagian orang yang diundang tidak mau datang ke Bawaslu menyusul ancaman tertular Covid-19.

Padahal, imbuh Abhan, tidak semua alat bukti bisa disampaikan secara daring. Beberapa bukti seperti alat peraga kampanye perlu dihadirkan secara fisik dan tidak cukup jika sekadar pembuktian virtual.

Pada sisi lain, waktu yang dimiliki Bawaslu untuk menyelesaikan pengaduan tersebut untuk melanjutkan ke tahap berikutnya hanya lima hari. Sementara, menurut Abhan, Polri hanya memiliki waktu 14 hari dan Kejaksaan lima hari untuk menindaklanjuti kasus tersebut.

Tidak semua alat bukti bisa disampaikan secara daring. Beberapa bukti seperti alat peraga kampanye perlu dihadirkan secara fisik.

Pada kesempatan penandatanganan tersebut, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis meminta jajarannya menunjuk petugas yang memiliki komitmen dan integritas untuk ditempatkan di Sentra Gakkumdu. Selain itu, ia juga meminta agar para petugas tersebut diberikan kepastian, jika berhasil dalam mengawal Pilkada 2020 secara bersama-sama di Sentra Gakkumdu agar diberikan penghargaan.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada kesempatan itu menyebutkan sejumlah tantangan penyelenggaraan Pilkada serentak 2020 di masa pandemi Covid-19. Tantangan itu, di antaranya, adalah kampanye hitam bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), politik uang, dan mobilisasi aparatur sipil negara untuk kepentingan politik calon petahana. (INGKI RINALDI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/07/20/penyelesaian-pelanggaran-pilkada-terkendala-aturan/