Maret 29, 2024
iden

Peraturan Pemilu Sebaiknya Fokus pada Akuntabilitas dan Konten Kampanye di Media Sosial

Sebagian ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai kampanye di media sosial tidak menjamin kepastian hukum dalam penegakannya. Media sosial yang makin relevan penggunaannya di tengah wabah ini malah berkurang sifat bebas, murah, dan setaranya karena sejumlah aturan. Sebaiknya PKPU dan juga Peraturan Bawaslu lebih fokus pada aturan dan penegakannya dalam hal akuntabilitas dana kampanye dan konten ujuran kebencian di media sosial.

“Kami mencoba untuk merumuskan kampanye di media sosial dan media daring. Di dalam rumusan ini tim kampanye tidak diperkenankan memasang iklan di media sosial,” kata anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam diskusi yang diselanggarakan Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gajah Mada bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga Facebook Indonesia secara daring (28/8).

Raka Sandi merujuk Rancangan PKPU. Iklan hanya difasilitasi oleh KPU dan tidak diperbolehkan bagi pasangan calon untuk menayangkan iklan.  Lalu, PKPU mendorong Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye mengupayakan metode kampanye dalam bentuk pertemuan terbatas serta pertemuan tatap muka dan dialog dilakukan melalui media daring

Pegiat pemilu, Titi Anggraini mempertanyakan ketentuan tersebut. Menurutnya, melarang peserta pemilu berkampanye media sosial berkonsekuensi pada dua permasalahan. Pertama, menghilangkan kesempatan peserta pemilu untuk berkampanye di media sosial yang bersifat bebas, murah, dan setara. Kedua, pemilih dirugikan karena tidak mendapatkan kampanye dari akun resmi peserta pemilu di media sosial.

“Lebih baik saya baca akun resmi dari pada saya baca akun buzzer. Pemilih seharusnya bebas dari informasi bohong termasuk melalui medium media sosial. Yang tidak boleh itu bagi saya jika kampanyenya memuat ujaran kebencian,” ujar Titi.

Selain itu, jika KPU melarang calon berkampanye di media sosial, aturan ini cenderung dilanggar oleh peserta pemilu mengingat kebutuhan dan ruang bebas yang bisa difasilitas berbagai platform. Konsekuensinya, banyak terjadi pelanggaran tapi sulit dalam proses penegakan hukumnya.

Anggota Bada Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur, Moh. Amin menjelaskan peran Bawaslu dalam mengawasi kampanye di media sosial. Melalui Peraturan Bawaslu No.12/2018, Bawaslu mengawasi akun media sosial yang didaftarkan ke KPU dan yang tidak didaftarkan ke KPU.

“Jika ada pelanggaran pidana (termasuk dalam kampanye di media sosial) kami tindaklanjuti ke Gakkumdu (Peneggakan Hukum Terpadu). Jika ada pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan di dunia maya kami juga akan tindaklanjuti ke Gakkumdu,” kata Amin.

Amin pun menjelaskan konten yang dilarang dalam kampanye di media sosial. Di antaranya jika mempersoalkan Pancasila dan NKRI; menghina, menghasut, memfitnah, atau mengadu domba; menghina suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) pasangan calon; menggunakan ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan.

Titi menambahkan, yang harus jadi fokus dari aturan kampanye di media sosial selain konten ujaran kebencian adalah soal transparansi dan akuntabilitas dana kampanye. Biarkan peserta pemilu bebas berkampanye, yang terpenting pemilih tahu uang yang dikeluarkan oleh peserta pemilu dalam berkempanye, berapa jumlahnya dan dari mana sumbernya.

Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Ruben Hattari menginformasikan telah meluncurkan fitur transparansi politik Indonesia. Fitur ini sebenarnya digunakan dalam Pemilu Presiden Amerika Serika pada 2016 lalu. Facebook Indonesia coba mengejar untuk Pemilu 2019 tapi produknya belum siap.

“Untuk Pilkada 2020 fitur ini sudah available di Indonesia. User bisa melihat, dari pilihan informasi lebih lanjut, user bisa mengetahui iklan politik itu dari siapa, jumlah pembelanjaannya berapa, yang membelanjakannya siapa? Informasi-informasi itu bertujuan untuk empowering bagi user Facebook,” jelas Ruben.

Manajer Hubungan Pemerintahan Facebook Indonesia, Noudhy Valdryno menambahkan, fitur itu merupakan bagian dari bentuk perhatian Facebook Indonesia terhadap individu dan komunitas sebagai satu dari tiga pilar pemangku kepentingan. Selain pemberdayaan pada pilar bisnis dan dukungan terhadap pemerintahan digital yang efektif, Facebook Indonesia memberdayakan individu dan komunitas dalam hal peningkatkan keterampilan, literasi digital dan partisipasi.

Hasil penelitian kampanye di media sosial oleh CfDS UGM menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk diadopsi dalam PKPU dan Per-Bawaslu. Di antaranya adalah fokus pada peraturan dan penegakannya terhadap akuntabilitas dana dan konten kampanye di media sosial. []

USEP HASAN SADIKIN