MEDAN, KOMPAS — Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, menjadi saksi ahli dalam sengketa penetapan calon gubernur yang diajukan JR Saragih di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan, Sumatera Utara, Rabu (14/3). Wahyu menegaskan, KPU Sumut berwenang dan wajib memeriksa keabsahan salinan ijazah SMA JR Saragih.
Wahyu menyanggah pengacara JR Saragih, Ikhwaluddin Simatupang, yang menyatakan KPU Sumut hanya memeriksa ijazah terakhir JR Saragih, yakni ijazah doktor, bukan ijazah SMA atau sederajat. Sidang itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Bambang Edy Sutanto dengan anggota Oyo Sunaryo dan Undang Saepudin. Pengacara JR Saragih menghadirkan saksi mantan Ketua KPU Kabupaten Deli Serdang Mohammad Yusri.
Ini adalah upaya JR Saragih untuk menggugat surat keputusan KPU Sumut tentang penetapan cagub-cawagub yang tidak meloloskan dirinya dan Ance Selian sebagai pasangan calon. JR Saragih sebelumnya telah menggugat KPU Sumut ke Badan Pengawas Pemilu Sumut. Bawaslu memerintahkan JR Saragih melegalisasi ulang ijazahnya ke Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada Senin (12/3), JR Saragih hanya melegalisasi surat keterangan pengganti ijazah. Dia mengaku ijazahnya hilang di Jakarta, Senin (5/3), atau dua hari setelah putusan Bawaslu.
Wahyu mengatakan, syarat calon tentang pendidikan terakhir diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Operasionalisasi aturan itu dijabarkan dalam Peraturan KPU RI Nomor 3 Tahun 2017. Ijazah sarjana dan pascasarjana tetap dapat diserahkan kepada KPU jika bakal pasangan calon ingin namanya disertai gelar akademik. Namun, penyertaan ijazah sarjana dan pascasarjana bukan merupakan syarat calon.
Yusri, saksi ahli yang dihadirkan pengacara JR Saragih, berbeda pendapat dengan Wahyu. Menurut Yusri, seharusnya KPU Sumut hanya memeriksa ijazah doktor JR Saragih karena dia menyertakan ijazah dari SMA, sarjana, master, hingga doktoral. Yusri merujuk pada Pasal 45 Ayat 2 UU No 10/2016, berkas yang harus dipenuhi dalam syarat calon adalah fotokopi ijazah pendidikan terakhir paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat yang telah dilegalisasi oleh pihak yang berwenang.
Alat peraga
Di Kupang, KPU Nusa Tenggara Timur menyerahkan alat peraga kampanye kepada empat pasangan calon gubernur-calon wakil gubernur. Juru Bicara KPU NTT Yosafat Koli mengatakan, jumlah alat peraga kampanye (APK) 1,5 juta lembar. APK itu berupa baliho, spanduk, umbul-umbul, dan leaflet. APK ini dipasang (dibagikan) di setiap kabupaten, kecamatan, dan desa.
Sekretaris KPU NTT Ubaldus Gogi mengatakan, pasangan calon bersangkutan diberi kesempatan memperbanyak APK masing-masing dengan batas tertinggi sampai 450 lembar, dari jumlah masing-masing APK yang dibagikan. Pemasangan (penempatan) setiap APK akan dipantau KPU dan Panwas di setiap kabupaten/kota sehingga tidak menyalahi aturan. ”Batas waktu penyerahan APK sampai 15 Maret sesuai jadwal yang tertera di dalam kontrak kerja,” kata Gogi.
Di Sumatera Barat dilakukan komitmen untuk melawan segala bentuk isu SARA, hoaks, dan politik uang. Komitmen itu disampaikan lewat deklarasi yang dibacakan bersama-sama seusai silaturahim dan diskusi antara KPU Sumbar, Bawaslu Sumbar, partai politik peserta Pemilu 2019, serta Kepolisian Daerah Sumatera Barat di Padang, Rabu.
Ditegaskan, sebagai penyelenggara, pengawas, dan partai politik peserta Pemilu 2019, mereka berkomitmen dan bersepekat anti-SARA, antihoaks, dan anti-politik uang demi terlaksananya pemilu badunsanak(bersaudara) di Sumbar. ”Sangat penting mempertemukan seluruh pihak untuk menyatukan persepsi menghadapi isu SARA, hoaks, dan politik uang,” kata Komisioner KPU Sumbar, Fikon.
Data pemilih di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, masih terus berubah. Perubahan pendataan sering kali terlambat diketahui sehingga perbaikan data baru dilakukan mendadak setelah pemutakhiran data berakhir. Ketua Panwas Kabupaten Magelang M Habib Saleh mencontohkan, sepasang suami-istri di Kecamatan Mungkid baru diketahui belum terdata dalam pencocokan dan penelitian (coklit) setelah kegiatan coklit selesai pada 18 Februari.
”Karena temuan tersebut terlambat diketahui, data pasangan suami-istri tersebut baru menyusul dimasukkan dalam daftar pemilih setelah tahapan coklit selesai dilakukan,” ujarnya, Rabu. (KOR/ZAK/EGI/NSA/DMU)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 15 Maret 2018 di halaman 21 dengan judul “Polemik Ijazah Belum Tuntas”. https://kompas.id/baca/nusantara/2018/03/15/polemik-ijazah-belum-tuntas/