Maret 29, 2024
iden

Politik Dinasti Rawan Korupsi

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (28/2), menangkap Wali Kota Kendari Adriatma dan ayahnya, Asrun. Selain pernah menjabat wali kota Kendari selama dua periode, saat ini Asrun mencalonkan diri sebagai gubernur Sulawesi Tenggara.

Asrun menjadi calon gubernur Sulawesi Tenggara dengan diusung Partai Amanat Nasional, PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.

Adriatma dan Asrun bukan kasus korupsi pertama yang diusut KPK yang terkait dengan dinasti politik. Sebelumnya, KPK juga pernah memproses hukum Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan ayahnya yang juga pernah menjabat bupati daerah itu, yaitu Syaukani Hasan Rais.

Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi juga telah diproses hukum oleh KPK karena terkait kasus suap perizinan pembangunan pusat perbelanjaan Transmart di kawasan PT KIEC oleh KPK. Pada 2012, ayah Iman, yaitu Aat Syafaat, yang juga menjabat sebagai Wali Kota Cilegon juga ditindak KPK karena perkara korupsi pembangunan Dermaga Trestle Kubangsari, Kota Cilegon.

KPK juga pernah memproses hukum mantan Gubernur Banten Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana. Mereka diproses hukum dalam dua kasus berbeda.

Selain Adriatma dan Asrun, kemarin KPK juga menangkap Hasmun yang merupakan Direktur PT Sarana Bangun Nusantara dan Fatmawati Faqih selaku mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Kendari.

Adriatma dan Asrun diduga menerima suap terkait proyek infrastruktur di Kendari. Dalam penangkapan ini, KPK mengamankan uang miliaran rupiah. Adriatma baru menduduki posisi Wali Kota Kendari pada 2017 lalu, menggantikan ayahnya.

Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan penangkapan Adriatma dan Asrun, serta dua orang lainnya. Mengenai detail kasus, KPK akan menyampaikan pada kesempatan berikutnya.

”KPK sudah mengingatkan kepada kepala daerah dan calon kepala daerah untuk menggunakan cara yang bersih. Sebenarnya, kami sudah mempelajari juga, ada beberapa calon kepala daerah yang berkompetisi di pilkada dan kami tahu persis yang bersangkutan tidak lama lagi akan menjadi tersangka,” tutur Agus.

Ia juga mengimbau kepada petahana agar tidak memanfaatkan kondisi, termasuk dengan sadar melanggengkan dinasti politiknya dengan melakukan korupsi dan suap. ”Ini peringatan keras buat petahana yang kemudian melakukan kompetisi,” ujar Agus.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, keberadaan dinasti politik di sejumlah daerah menjadi beban tersendiri.

”Dinasti politik lebih rawan melakukan korupsi mengingat biaya politik yang lebih tinggi perlu dikeluarkan agar kekuasaannya tidak beralih ke pihak lain,” kata Donal.

Dinasti politik juga berpotensi korup karena kondisi itu membuat kekuasaan berkumpul di satu tempat hingga pengawasan menjadi lemah.

Asrun menjadi kepala daerah kelima yang ditangkap KPK dalam dua bulan terakhir. Empat kepala daerah lainnya adalah Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Tengah, Abdul Latif; Bupati Jombang, Jawa Timur, Nyono Suharli Wihandoko; Bupati Ngada Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae; serta Bupati Subang, Jawa Barat, Imas Aryumningsih.

Pelayanan publik

Pelayanan masyarakat di lingkup Pemerintah Kota Kendari, Sultra, tetap berjalan normal walau Adriatma ditangkap KPK. Sejumlah agenda kegiatan wali kota yang menurut rencana dilakukan sepanjang Rabu kemarin diambil alih Wakil Wali Kota Kendari Zulkarnain dan juga Pelaksana Tugas Sekretaris Kota Indra Muhammad.

”Yang namanya pimpinan terkena musibah, tentu saja banyak pegawai yang kaget. Mungkin shock, tetapi itu tidak berlangsung lama. Semua kembali ke pekerjaan masing-masing. Pelayanan kepada masyarakat tetap normal seperti hari-hari biasa. Toh, semua pekerjaan yang akan dilakukan sudah diprogram sejak jauh hari. Jadi, tinggal dilaksanakan saja,” kata Atsibar Karu, Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Kendari.

Dihubungi secara terpisah pada Rabu pagi, Wakil Wali Kota Kendari Zulkarnain enggan memberi komentar banyak. ”Saya dari luar kota dan sedang dalam perjalanan ke Kendari. Beri saya kesempatan untuk mengumpulkan informasi yang lengkap dan valid, setelah itu saya akan memberi tanggapan,” katanya. (IAN/REN)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 1 Maret 2018 di halaman 3 dengan judul “Politik Dinasti Rawan Korupsi”. https://kompas.id/baca/polhuk/2018/03/01/politik-dinasti-rawan-korupsi/