Pengamat komunikasi politik Universitas Gajah Mada, Nyarwi Ahmad, memprediksi hoaks di Pilkada Serentak 2024 akan banyak beredar. Pilkada Serentak dilakukan di seluruh kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia, atau sebanyak 508 daerah untuk memilih bupati/wali kota dan 37 provinsi untuk gubernur beserta wakilnya. Apabila satu daerah muncul sepuluh hoaks, maka paling tidak akan terdapat 5.450 hoaks di seluruh wilayah saat Pilkada.
“Artinya, kalau potensi hoaks, bisa ada 2.500 sampai 10 ribuan muncul hoaks. Belum lagi peyebarannya di media sosial. Kita akan ada banyak media sosial yang digunakan masyarakat,” kata Nyarwi pada diskusi Atasi Hoaks di Pilkada 2024” yang disiarkan oleh TVRI, pada Senin (10/6).
Menurut Nyarwi, ada beberapa aktor yang memproduksi hoaks, yakni kandidat, tim sukses, relawan, individu, hingga penyelenggara pemilu yang merilis informasi kurang akurat. Sementara itu, mayoritas hoaks menarget kebijakan dan pribadi kandidat.
“Bahkan ada kemungkinan secara tidak sengaja, penyelenggara pemilu merilis informasi yang kurang akurat. Itu kan juga potensial memunculkan hoaks,” ujarnya.
Senada dengan Nyarwi, anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Herwyn JH Malonda juga memprediksi jumlah hoaks di Pilkada Serentak 2024 akan lebih banyak dibandingkan Pemilu 2024. Jika hoaks di Pemilu lebih banyak menyorot pemilu eksekutif berbasis figur, yaitu Pemilu Presiden (Pilpres), maka akan banyak hoaks yang menyasar figur-figur kandidat di berbagai daerah.
“Kalau nasional kan bisa ditangani oleh Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), tetapi karena ini tersebar di daerah-daerah, dan serentak di seluruh daerah, maka perlu dikoordinasikan dengan melibatkan para pemangku pihak terkait, termasuk aparatur pemerintah,” tandas Herwyn pada diskusi yang sama.
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho berpendapat bahwa hoaks dalam format video dan dalam bentuk konten sintetik akan banyak beredar pada Pilkada mendatang. Ia juga memprediksi, isu-isu Pemilu 2024 akan dimanfaatkan dalam konten hoaks di Pilkada. Sebagai contoh, isu Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang dinarasikan sebagai alat untuk memanipulasi hasil pemilu, yang akan kembali digunakan di Pilkada.
“Sebenarya, kita juga melihat ketika Pemilu dan Pilkada di satu tahun yang sama, maka isu yang ada di Pemilu bisa juga ditarik ke Pilkada. Sebagaimana pernah terjadi di Pilkada 2017. Ini pertama kali kita akan menyelenggarakan pilkada serentak semua daerah, maka ekosistem yag ada di daerah harus melakukan antisipasi,” pungkas Septiaji pada diskusi yang sama.
Bawaslu menyampaikan pihaknya akan kembali bekerja sama dengan platform media sosial, Kominfo, dan koalisi masyarakat sipil dalam menangani hoaks di Pilkada. Bawaslu mendorong agar Kominfo dapat memberdayakan dinas-dinas Kominfo di daerah untuk dapat memantau dan menangani hoaks secara efektif bersama Bawaslu daerah.
“Kominfo perlu memberdayakan badan-badan, dinas-dinasnya di daerah agar bisa sama-sama mengantisipasi, juga sembari kita melakukan upaya melibatkan publik,” tutup Herwyn. []