Cenderung tingginya bakal calon yang melaju dari jalur perseorangan dipicu keyakinan terhadap modal sosial individu, terbukanya peluang menang, dan kesulitan mengakses pencalonan dari jalur partai politik. Kondisi ini perlu dijadikan bahan evaluasi bagi partai politik, terkait pencalonan.
Masih cukup banyak pasangan bakal calon bupati/wali kota yang memanfaatkan hari terakhir penyerahan syarat dukungan pencalonan perseorangan ke KPU setempat, Minggu (23/2/2020).
Anggota KPU, Evi Novida Ginting, saat dihubungi pada Minggu sore, mengatakan, jumlah pasangan bakal calon perseorangan tingkat kabupaten/kota baru bisa disampaikan pada Senin (24/2/2020).
Menurut dia, hal ini disebabkan batas akhir penyerahan syarat dukungan di KPU kabupaten/kota berakhir pada Minggu pukul 24.00. Ia menyebutkan bahwa data terakhir masih terus bergerak.
Pilkada 2020 berlangsung serentak di sembilan provinsi serta 261 kabupaten dan kota di Indonesia. Hingga batas akhir penyerahan syarat dukungan untuk pemilihan gubernur-wakil gubernur pada 20 Februari 2020, ada dua pasangan bakal calon yang menyerahkan syarat dukungan, yakni di Sumatera Barat dan Kalimantan Utara.
Sementara untuk pemilihan bupati/wali kota, berdasarkan data KPU per 18 Februari, ada potensi calon perseorangan di 159 kabupaten/kota.
Beberapa calon perseorangan dari sejumlah daerah yang diwawancarai Kompas pada Sabtu dan Minggu mengungkapkan beragam alasan memilih menempuh jalur perseorangan. Pasangan Muhammad Toha-Ade Sobari menempuh jalur perseorangan untuk bertarung di Pilkada Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Toha mengatakan, dirinya dan Ade memanfaatkan jaringan pribadi karena sebagai mantan anggota DPRD Cianjur sering bertemu warga. Sejak November 2019, keduanya sering berkeliling ke desa-desa untuk menggalang dukungan.
Selain itu, mereka juga memanfaatkan jaringan enam partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Cianjur yang mendukung mereka.
Biaya terbatas
Bakal calon Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Darma Bakti, memilih jalur perseorangan menggandeng Sulben Siagian karena menakar kemampuan ekonominya. Darma merupakan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Darma mengaku pernah membangun komunikasi dengan pengurus parpol di tingkat kota. Namun, ia tidak mendaftar ke parpol mana pun karena biaya pencalonan yang sangat tinggi.
”Selain itu, komunikasi di parpol elitis sehingga harus mendekati pengurus dari tingkat kota, provinsi, hingga pusat. Kami kurang tenaga untuk pendekatan seperti itu,” ujarnya.
Anggota KPU Tanjungbalai, Muhammad Guntur, mengatakan, ada lima pasangan bakal calon perseorangan di Kota Tanjungbalai yang mengambil formulir. Selanjutnya, ada tiga pasangan yang menyerahkan syarat dukungan.
Menurut Guntur, jalur perseorangan cukup diminati di Tanjungbalai karena pemilihnya sedikit sehingga lebih mudah mencapai syarat dukungan.
Pada Pilkada 2015, satu-satunya pasangan calon perseorangan, yakni Syahrial-Ismail, mengalahkan tiga pasangan calon dari parpol. Namun, bupati petahana Syahrial kini memilih maju lewat jalur parpol. ”Wakilnya, Ismail, mencalonkan kembali dari jalur perseorangan,” kata Guntur.
Di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Taufik Lasenggo, bakal calon bupati dari jalur perseorangan, menyampaikan, meski tidak memiliki struktur formal seperti partai politik yang ada hingga ke tingkat desa atau kelurahan, dia mengaku sudah bertemu dengan calon pemilih yang menyerahkan dukungan. Dia juga menyebut sudah ada pasangan calon dari jalur perseorangan yang menang pilkada di Sulawesi Tengah, yakni di Kabupaten Donggala.
Provinsi Papua termasuk daerah dengan potensi bakal calon perseorangan yang cukup tinggi, tersebar di tujuh kabupaten. Pengamat politik Universitas Cenderawasih, Jayapura, Diego Romario De Fretes, di Jayapura, berpendapat, faktor utama tingginya minat calon kepala daerah menggunakan jalur perseorangan karena riwayat positif jalur tersebut dalam pilkada sebelumnya.
Di Pilkada Kabupaten Sarmi pada 2017, pasangan calon perseorangan, yakni Eduard Fonataba-Yosina Insyaf, menang. ”Pengalaman di Sarmi mendorong banyak calon kepala daerah optimistis meraih kemenangan melalui jalur perseorangan,” katanya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar berpendapat, jika ada kecenderungan banyak calon kepala daerah melaju dari jalur perseorangan, fenomena itu bisa menjadi alarm kepercayaan masyarakat terhadap partai politik. Selama ini parpol adalah lembaga yang melahirkan kader pemimpin negara, baik di pusat maupun daerah.
”Secara demokrasi, calon perseorangan diatur undang-undang dan menjadi hak warga negara. Namun, dari sisi sistem kenegaraan dan politik, parpol juga harus berpikir mengapa banyak orang tertarik maju dari jalur perseorangan ketimbang parpol,” tutur Bahtiar.
Parpol masih menentukan
Direktur Politika Research & Consulting Rio Prayogo mencatat kemenangan sejumlah calon perseorangan relatif terbatas di wilayah kepulauan. Selain itu, dia juga menyebutkan wilayah-wilayah itu bukanlah sentra pertarungan politik.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indo Barometer M Qodari berpendapat, calon perseorangan yang muncul saat ini kebanyakan adalah calon yang hanya bermodalkan kemampuan individu. Padahal, untuk menjadi pemimpin daerah, tidak hanya butuh dikenal masyarakat, tetapi juga jaringan politik yang mengakar.
Menurut Qodari, parpol sebenarnya saat ini sudah bersikap rasional dan realistis. Tokoh yang populer dan dikenal masyarakat akan digandeng partai.
”Mesin partai politik yang mengerakkan kader sampai ke akar rumput juga masih menjadi penentu kemenangan,” kata Qodari.(NCA/VDL/TAM/RTG/BRO/ZAK/FLO/BOW)
Dikliping dari artikel yang terbit di Harian Kompas https://kompas.id/baca/polhuk/2020/02/24/potensi-pencalonan-jalur-perseorangan-tinggi-bisa-jadi-alarm-peringatan-parpol/