Kuasa hukum pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Shalahuddin Uno mengemukakan di hadapan Majelis hakim bahwa perolehan suara masing-masing paslon pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 semestinya yakni, untuk paslon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin 63.573.169 atau 48 persen, dan untuk paslon nomor urut 02, Prabowo-Sandi 68.650.239 atau 52 persen. Angka ini diperoleh dari dokumen C1 yang dimiliki oleh Tim paslon Prabowo-Sandi, relawan yang dikoordinasikan di semua provinsi, dan dokumen Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
“Bahwa data perolehan suara yang benar menurut pemohon, setidak-tidaknya adalah sebagai berikut: Ir. H. Joko Widodo atau Jokowi dan Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin adalah 63.573.169 atau 48%, sedangkan Prabowo Subianto-H. Sandiaga Salahuddin Uno berjumlah 68.650.239 atau 52%,” kata Ketua Tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, pada sidang pembacaan permohonan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta Pusat (14/6).
Perbedaan perolehan suara dari yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), yakni 85.607.362 atau 55,50 persen untuk Jokowi-Ma’ruf, dan 68.650.239 atau 44,50 persen untuk Prabowo-Sandi, didalilkan disebabkan oleh penggelembungan suara. Sedikitnya ada tiga pintu masuk penggelembungan suara, yakni melalui Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman, Tempat Pemungutan Suara (TPS) baru, dan manipulasi suara tidak sah.
DPT siluman
Dalam permohonan perbaikan yang diserahkan kepada MK pada 10 Juni 2019, Tim Prabowo-Sandi menuliskan bahwa sejak penetapan DPT oleh KPU, Badan Pemenangan Nasional (BPN) menduga ada 17,5 juta pemilih ganda. Penyisiran data pemilih ganda telah diserahkan kepada KPU, namun tindak lanjut temuan BPN tak pernah diselesaikan secara tuntas. Tim Prabowo-Sandi justru mengherankan tindakan KPU yang menambahkan pemilih ke dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) sebanyak 5,7 juta orang. Tim mencatat, jumlah DPT siluman sama dengan jumlah penggelembungan suara untuk paslon 01, yakni 22.034.193 suara.
“Yang sangat menarik, jika dilakukan penjumlahan atas DPT dan DPK di atas, maka jumlahnya sama dengan dan/atau mendekati DPT siluman yang jumlahnya sebesar 22.034.193 suara dan berkorelasi dengan kecurangan yang tidak terbatas. Hanya dengan penggelembungan suara itu menguntungkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin,” tandas kuasa hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah, saat membacakan permohonan perbaikan.
Dengan adanya DPT siluman, maka hitungan perolehan suara kedua paslon, sebagaimana dikutip dari pemrohonan perbaikan Prabowo-Sandi adalah sebagi berikut.
Perolehan suara paslon 01: 85.607.362-22.034.193= 63.573.169 atau 48 persen.
Perolehan suara paslon 02: 132.223.408 (suara sah nasional setelah dikurangi DPT siluman)- 63.573.169 (suara palson 01 setelah dikurangi DPT siluman)=68.650.239 atau 52 persen.
TPS baru
Selain DPT siluman, keberadaan 37.324 TPS baru juga didalilkan sebagai pintu masuk penggelembungan suara. Dari catatan Tim Prabowo-Sandi, jumlah DPT di masing-masing TPS baru di dalam Sistem Informasi Penghitungan (Situng) semula 0, namun berubah dengan total jumlah DPT mencapai 8.319.073 pemilih. Angka ini dinilai berpotensi digunakan untuk penggelembungan suara.
“Semua TPS yang 0 tersebut berisi angka-angka yang setelah dijumlahkan muncul angka 8.319.073 suara. Angka ini potensial digunakan untuk penggelembungan suara,” tukas Nasrullah.
Suara tidak sah berpola
Tim Prabowo-Sandi mengaku menemukan adanya pola suara tidak sah di beberapa TPS, seperti TPS-TPS di Magetan dan Desa Wungu, Madiun. Suara tidak sah di TPS-TPS Magetan berulang dengan angka 22,12,7,5 atau 26,59,26,59. Sedangkan pola suara tidak sah di Desa Wungu yakni, 5,6,11,6,11,12.
Suara tidak sah di berbagai provinsi cukup tinggi, yaitu antara 4,8 persen hingga 36,1 persen. Di Jawa Tengah, 36,1 persen. Jawa Timur, 32,8 persen. Jawa Barat, 27,1 persen. Tim Prabowo-Sandi menduga penyelenggara pemilu terlibat dalam pengaturan suara tidak sah tersebut.
“Ada indikasi pengaturan suara tidak sah di dalam suatu TPS. Pada konteks ini, termohon sebagai penyelenggara pemilu diduga terlibat dalam pengaturan suara tidak sah tersebut. Hal ini diindikasikan dengan adanya pola tertentu atau jumlah suara tidak sah di TPS,” tegas Nasrullah.
Kecurigaan keterlibatan penyelenggara pemilu juga muncul akibat banyaknya kasus C1 salah yang diunggah ke Situng. Kasus ini terlacak di 57.794 TPS.
Pada bagian akhir argumen kuantitatif, Tim Prabowo-Sandi memperlihatkan perbedaan perolehan suara paslon 01 dari data yang dihimpun BPN dengan yang telah ditetapkan oleh KPU. Perbedaan terjadi di semua provinsi kecuali Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan luar negeri. Tim Prabowo-Sandi mendalilkan adanya selisih 22.034.193 suara antara total perolehan suara sah nasional dari KPU dengan data BPN. Selisih suara diduga berasal dari DPT siluman.
Atas dugaan kecurangan pemilu oleh paslon Jokowi-Ma’ruf, yang diindikasikan melibatkan penyelenggara pemilu, Prabowo-Sandi meminta kepada MK agar mendiskualifikasi paslon Jokowi-Ma’ruf, dan memerintahkan KPU untuk menetapakan Prabowo-Sandi sebagai calon presiden dan calon wakil presiden terpilih. Atau, menyatakan paslon 01 terbukti melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif, serta mentapkan Prabowo-Sandi sebagai sebagai calon presiden dan calon wakil presiden terpilih. Atau, memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di sebagain provinsi di Indonesia, memerintahkan lembaga yang berwenang untuk memberhentikan seluruh komisioner KPU RI, serta memerintahkan KPU untuk menetapkan DPT yang dapat dipertanggungjawabkan dan untuk melakukan audit terhadap sistem informasi penghitungan suara khususnya, namun tidak terbatas pada Situng.