Publik kini menunggu hasil resmi perolehan suara dan raihan kursi peserta pemilu pascaputusan Mahkamah Konstitusi. Komisi Pemilihan Umum dinilai perlu segera menginformasikan hasil pelaksanaan putusan MK yang telah dilakukan di berbagai daerah itu untuk menghindari kemungkinan informasi yang keliru, atau pun potensi manipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, apapun hasil dari pelaksanaan putusan MK di daerah itu sebaiknya secepat mungkin diumumkan oleh KPU. Sebab, dalam penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) atau pembukaan kotak suara dan penghitungan kembali berdasarkan formulir C1 maupun C1 plano, mungkin terjadi pergeseran atau perubahan suara yang berdampak pada berubahnya perolehan kursi di legislatif.
“KPU selama ini memiliki mekanisme yang relatif baik dan transparan dalam menyelenggarakan pemilu. Hal serupa juga perlu terus dilakukan untuk menindaklanjuti putusan MK. Utamanya dengan menginformasikan kepada publik melalui website resmi KPU atau sarana lain tentang jalannya proses tersebut di lapangan, dan apa saja hasilnya,” kata Ferry, yang juga mantan anggota KPU, Rabu (21/8/2019) di Jakarta.
Menurut Ferry, informasi pelaksanaan putusan MK itu penting untuk meminimalisir kemungkinan berita yang tidak benar, dan memberi kesempatan pada publik untuk ikut mengontrol dan memastikan putusan MK dijalankan dengan benar. Ketika ada pengulangan pemungutan suara, misalnya, karena ada putusan MK, KPU sebenarnya melakukan aktivitas yang sama dengan kegiatan yang dilakukan pada saat pemilu, 17 April 2019. Di samping perlakuannya sama, pemberian informasinya kepada publik juga harus dilakukan sama cepatnya.
“Yang kedua, terkait hasilnya, KPU sebaiknya segera mengunggah raihan suara maupun kursi dari hasil tindak lanjut putusan MK itu. Saat ini tidak hanya publik pemilih yang menunggu hasilnya, sebab siapa tahu ada pihak lain seperti lembaga riset maupun media yang menggunakan pengumuman KPU itu sebagai sarana pemantauan dan kajian,” katanya.
Anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, penetapan perolehan suara dan raihan kursi itu dilakukan tergantung pada jadwal yang ditentukan oleh masing-masing KPU di daerah. Saat ini, KPU juga masih melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan putusan MK di daerah. Belum semua KPU di daerah tuntas menetapkan peroelhan suara dan raihan kursi karena ada putusan MK. Pelaksanaan putusan MK antara lain sedang dilakukan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sulawesi Tengah.
Penghitungan suara ulang, misalnya, dilakukan di 160 tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Wilayah itu merupakan daerah pemilihan 9 untuk pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut. Dalam putusannya, MK memerintahkan dilakukan penghitungan ulang dengan menyalin formulir C1 plano ke dalam formulir C1 kecil. Hitung ualang sendiri telah dilakukan 19 Agustus lalu, dan akan ditetapkan oleh KPU Sumut, 24 Agustus 2019. Anggota KPU memantau langsung jalannya putusan MK di daerah.
“Berkali-kali kami tegaskan kepada teman-teman KPU di daerah, termasuk petugas KPPS, agar melaksanakan putusan MK dengan seksama. Belajar dari pengalaman di Humbang Hasundutan, C1 plano ternyata masih utuh di dalam kotak, dalam kondisi baik, dan tidak ada yang hilang. Kami memastikan teman-teman agar secara cermat melaksanakan putusan MK, supaya tidak ada lagi celah untuk mempersoalkan hasil tindak lanjut atas putusan MK,” katanya.
Langsung rekapitulasi
Dalam tindak lanjut atas putusan MK, menurut Pramono, KPU dibolehkan langsung memasukkan hasil hitung ulang maupun PSU ke dalam rekapitulasi suara tingkat kota/kabupaten maupun provinsi. Berbeda dengan tindak lanjut putusan MK atas sengketa hasil pilkada, yang sebelum direkapitulasi harus dilaporkan kembali kepada MK dalam sidang terbuka untuk umum.
Mekanisme ini berbeda dengan tindak lanjut KPU atas putusan PSU dalam pilkada, sebab putusan PSU Pilkada itu disampaikan dalam putusan sela, sehingga harus ada laporan kembali kepada MK guna memastikan putusan MK dilaksanakan.
“Adapun untuk putusan PHPU legislatif ini bentuknya bukan putusan sela, melainkan putusan akhir, sehingga bisa langsung dimasukkan ke dalam proses rekapitulasi berjenjang di masing-masing daerah,” katanya.
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono Soeroso mengatakan, hasil tindak lanjut atas putusan MK itu sudah bisa langsung ditetapkan oleh KPU daerah, karena putusan MK tersebut bukan putusan sela. MK mencatat, dari 217 putusan yang dibacakan MK pada 6-9 Agustus 2019, terdapat 12 perkara dikabulkan sebagian, 101 perkara ditolak, dan104 perkara tidak dapat diterima. (AGNES THEODORA)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 22 Agustus 2019 di halaman 2 dengan judul “Publik Menunggu Hasil Raihan Kursi”. https://kompas.id/baca/polhuk/2019/08/22/publik-menunggu-hasil-raihan-kursi/