Maret 29, 2024
iden

Pusat Turun Tangan

Keterlambatan Anggaran Hambat Pilkada 2018

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri mulai turun tangan mengatasi keterlambatan pemerintah daerah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah untuk penyelenggara pemilihan kepala daerah serentak tahun 2018.

Keterlambatan ini dinilai bakal menghambat penyelenggaraan pilkada serentak tahun depan. Kemendagri sebenarnya bisa memaksa daerah yang lambat menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) dengan mengumumkan nama-nama daerah tersebut. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek malu bagi pejabat daerah yang terkesan menghambat pilkada.

Data di Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri hingga Kamis (3/8) sore menyebutkan, 15 provinsi sudah menyepakati anggaran pilkada untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah. “Yang benar-benar belum membahas tinggal Provinsi Papua,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syafruddin di Jakarta.

Seperti diberitakan sebelumnya, baru 112 daerah dari 171 daerah penyelenggara pilkada yang sudah menandatangani NPHD untuk KPU daerah. Sementara untuk jajaran Bawaslu di daerah, baru 8 daerah menandatangani NPHD dan 59 daerah sudah mencapai kesepakatan anggaran.

“Persoalan anggaran ini adalah persoalan berulang yang terjadi sejak pilkada serentak 2015. Pemerintah terkesan tidak belajar dan mengevaluasi kondisi ini. Kemendagri bisa mengumumkan kepala daerah atau daerah yang tidak mau menyiapkan anggaran pilkada,” kata peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil.

Menurut dia, keterlambatan penandatanganan NPHD ini harus disikapi Kemendagri dengan mengawal langsung persiapan anggaran pilkada serentak 2018 dan berpegangan pada tenggat yang jelas.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah mengirim surat edaran yang berisi dorongan agar daerah menyelesaikan NPHD paling lambat akhir Juli. Tjahjo menyatakan, tim pemerintah akan turun ke daerah-daerah yang NPHD-nya masih bermasalah. Dia berharap masalah anggaran ini tidak berlarut-larut dan kerja persiapan pilkada sesuai dengan target yang dijadwalkan.

Belum dibentuk

Berdasarkan identifikasi Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, keterlambatan penandatanganan NPHD untuk Bawaslu karena belum ada struktur organisasi yang akan bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran tersebut. Apalagi saat ini banyak Bawaslu di tingkat kabupaten/kota masih dalam tahap pembentukan.

Syafruddin mengatakan, belum terbentuknya panwaslu di tingkat kabupaten dan kota membuat anggaran belum bisa disepakati, termasuk belum ditandatanganinya NPHD. “Yang perlu dicatat belum adanya panwas di kabupaten dan kota sehingga belum ada NPHD karena yang menandatangani naskah itu adalah panwas,” ujarnya.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan, desakan Kemendagri agar daerah cepat menandatangani NPHD tidak cukup hanya lewat surat edaran. Menurut dia, daerah-daerah yang masih belum menandatangani NPHD harus ditelepon atau diundang membahas persoalan anggaran.

“Pelaksanaan tahapan sudah dekat, bahkan sudah mau mulai. Kalau tak segera ditandatangani (NPHD), penyelenggara pemilu akan kerepotan,” kata Sunanto.

(GAL/MHD)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Agustus 2017, di halaman 4 dengan judul “Pusat Turun Tangan”.

http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/08/04/Pusat-Turun-Tangan