Pada rapat Panitia khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu 5 Juni 2017, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan agar rekapitulasi suara tak dilakukan secara berjenjang, melainkan langsung ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota. Usulan tersebut dinilai berbahaya, sebab berpotensi menimbulkan banyak persoalan. Salah satunya yakni, resiko kesalahan penghitungan suara yang bertumpuk di kabupaten/kota.
“Jadi, ada dua tahap yang dipotong, yaitu tahap penghitungan suara di TPS dan rekap di kecamatan. Semestinya dua tahap ini tetap ada untuk meminimalisir potensi resiko kesalahan yang akan langsung bertumpuk di kabupaten/kota,” jelas Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, kepada Rumah Pemilu (6/6).
Selain itu, proses penghitungan suara dalam sistem rekapitulasi langsung di KPU kabupaten/kota pun membutuhkan waktu rekapitulasi yang kurang lebih sama dengan proses rekapitulasi berjenjang. Pasalnya, penghitungan suara tetap harus dilaksanakan secara terorganisir per kelurahan.
“Ya kurang lebih akan makan waktu yang sama. Perlu diperhatikan juga kendala ketersediaan tempat. Itu semua yang membuat proses rekapitulasi langsung di kecamatan perlu ditolak,” tukas Titi.
Rekapitulasi suara berjenjang mengharuskan proses penghitungan suara di TPS, kemudian rekapitulasi di kecamatan, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi, dan KPU RI. Secara teknis, pelaksanaan rekapitulasi berjenjang akan membuat persoalan dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara bisa diselesaikan secara berjenjang.
Pemberian hak suara secara elektronik gmn ? Realtime jadinya