Badan Legislasi DPR serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kembali menggelar rapat kerja Prolegnas Prioritas 2021, Selasa (9/3/2021) di Jakarta, untuk mencabut RUU Pemilu dari daftar prolegnas prioritas tahunan. RUU itu digantikan dengan revisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diusulkan pemerintah.
Mayoritas fraksi di Baleg DPR dalam pandangan mini fraksi tidak keberatan dengan hal itu. Hanya Fraksi Demokrat yang menginginkan agar pembahasan RUU Pemilu diteruskan. Adapun Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang sebelumnya menginginkan RUU Pemilu diteruskan, kini menyatakan menghormati putusan pimpinan Komisi II DPR yang menarik RUU Pemilu dari daftar prolegnas prioritas tahunan.
Sekalipun telah ditarik dari prolegnas prioritas tahunan, potensi untuk merevisi UU Pemilu masih terbuka karena RUU tersebut masih masuk daftar tunggu di dalam Prolegnas Prioritas 2020-2024. Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, RUU Pemilu tidak ditarik dari daftar tunggu. Oleh karena itu, sewaktu-waktu jika diperlukan dan disetujui dalam evaluasi prolegnas, bisa saja RUU Pemilu dijadikan prioritas tahunan. Hanya saja, RUU itu tidak lagi menjadi prioritas tahun 2021.
”Kemungkinan untuk melakukan revisi UU Pemilu tetap ada. Tinggal siapa nanti yang akan mengusulkan dan bagaimana materi muatannya. Kalau mau lebih jelas, tentu Komisi II sendiri yang akan menjadi pengusul sebagai kelanjutan dari usulan mereka sebelumnya,” kata Willy.
Kemungkinan untuk melakukan revisi UU Pemilu tetap ada. Tinggal siapa nanti yang akan mengusulkan dan bagaimana materi muatannya. Kalau mau lebih jelas, tentu Komisi II sendiri yang akan menjadi pengusul sebagai kelanjutan dari usulan mereka sebelumnya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan, sekalipun masih tercantum dalam prolegnas jangka panjang, tetap tidak ada kepastian kapan revisi UU Pemilu dapat dilakukan. Saat ini, dengan telah ditariknya RUU Pemilu dari prioritas tahunan, tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu kian berat. KPU kini harus membuat rancangan regulasi yang detail dan sistematis berbasis kajian mendalam serta berbagai simulasi untuk mengantisipasi berbagai kendala yang bakal muncul ketika pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilu kepala daerah diselenggarakan pada tahun yang sama, 2024.
”Kajian itu harus dibuat secara detail, dan kemungkinannya ialah didorong untuk masuk ke peraturan KPU (PKPU). Oleh karena itu, tentu KPU harus berkonsultasi dulu dengan DPR dan pemerintah soal hal ini. Di sisi lain, ketika membuat kajian, KPU juga idealnya melibatkan kalangan masyarakat sipil dan media serta pemerhati pemilu,” kata Aditya.
Sebelumnya, anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan, tidak semua pengaturan tahapan pemilu dan pilkada serentak nasional 2024 dapat dilakukan dengan pembuatan PKPU. KPU sedang melakukan kajian mendalam tentang tahapan apa saja yang dapat diatur dengan PKPU dan kegiatan mana yang tetap memerlukan revisi terbatas terhadap UU Pemilu atau pembuatan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu).
”Kami masih akan mematangkan poin-poin apa saja yang memerlukan dukungan regulasi yang kuat dari pemerintah maupun DPR. Mulai Senin ini, kami meminta masukan dari semua ketua KPU di Indonesia untuk mendiskusikan soal potensi tahapan-tahapan apa saja yang bisa disederhanakan dan dimodifikasi. Kami juga secara terperinci akan melihat detail-detail tahapan mana saja di dalam pasal dan ayat mana di dalam UU yang memerlukan dukungan regulasi, apakah itu melalui PKPU, revisi terbatas UU, atau perppu,” paparnya. (RINI KUSTIASIH)
Dikliping dari artikel yang terbir di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/03/09/pemenuhan-prolegnas-dikejar-waktu/