November 11, 2024

Revisi UU Pilkada Dinilai Riskan

Waktu yang terbatas pada saat merevisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang  Pemilihan Kepala Daerah  yang di antaranya berisikan harapan publik untuk menyertakan pula aturan larangan bagi mantan narapidan koruptor mencalonkan diri sebagai kepala daerah, dinilai riskan atau sulit. Hal itu karena sulit bisa menghasilkan revisi UU Pilkada yang baik.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, Selasa (29/10/2019) di Jakarta mengatakan, hal itu salah satunya terkait dengan dimensi waktu pembahasan yang relatif singkat. “Waktu yang terbatas riskan atau sulit, (terutama terkait harapan) menghasilkan undang-undang yang berkualitas, baik proses maupun hasilnya. DPR mesti memperlihatkan keseriusan dengan mulai bekerja dari sekarang,” kata Lucius.

Ia menambahkan, tahapan Pilkada serentak 2020 yang sudah di depan mata membutuhkan ketersediaan regulasi lebih awal. Sementara anggota DPR yang baru terpilih, relatif belum melakukan pembahasan terkait revisi tersebut.

Lucius menilai DPR terlalu sering bermain di waktu kritis dan dengan demikian memiliki alasan melakukan pembahasan kilat dengan mengabaikan masukan publik.

Ia menambahkan, jika hal itu menjadi prioritas, proses pembahasan mestinya langsung dilakukan dengaan kesepakatan seluruh fraksi segera setelah dilantik. Kualitas revisi UU Pilkada, imbuh Lucius, patut diwaspadai. Hal ini membuat DPR sebaiknya telah memiliki gambaran ihwal apa saja yang hendak direvisi.

“Kalau semua (pembahasan revisi) mulai dari awal, mending nggak usah dipaksakan,” ujar Lucius.

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/polhuk/2019/10/29/kilas-revisi-uu-pilkada-dinilai-riskan/