Lolosnya empat pasangan calon (paslon) dari verifikasi administrasi jalur perseorangan di Pilkada Mimika dinilai tak logis. Pasalnya, berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), baru 25 persen warga Mimika yang merekam Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP. Sedangkan, setiap paslon mesti mengumpulkan dukungan berupa fotokopi e-KTP sebanyak 10 persen dari jumlah pemilih.
“Jadi untuk empat paslon berarti harus ada 40 persen e-KTP. Padahal faktanya, hanya ada 25 persen penduduk Mimika yang punya e-KTP. Nah, ini bagaimana mungkin?” ujar Ketua Umum Komite Independen Pemantau Pemilihan (KIPP), Kaka Suminta, pada diskusi “Mengurai Kusut Pilkada Papua” di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Gondangdia, Jakarta Pusat (29/3).
Minimnya tingkat perekaman e-KTP warga Papua, kata Ketua KIPP Papua, Adhy Vandemark, disebabkan oleh seringnya peperangan antar suku. Namun, Adhy juga menilai, lambatnya pelayanan publik merupakan tindakan yang disengaja oleh elit-elit di Mimika.
“Memang diposisikan agar lambat. Agar, dalam konteks verifikasi dukungan calon perseorangan bisa dilakukan tanpa e-KTP. Jadi, surat dukungan bermaterai enam ribu. Dan kenyataannya pun, sebatas surat dukungan ditanda-tangani tanpa materai pun dianggap sah,” jelas Adhy.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mimika, yakni Theodora Ocepina Magal, merupakan saudara kandung paslon Hans Magal, calon bupati Mimika dari jalur perseorangan nomor urut empat. Dua anggota KPU lainnya, Derek Mote dan Renhard Gobai, memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana Bupati Mimika, Eltinus Omaleng. Eltinus sebelumnya dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU Mimika, dan melakukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar. PT TUN Makassar memenangkan gugatan Eltinus.
Selanjutnya, Adhy mengatakan bahwa tahapan Pilkada Mimika tak diselenggarakan sesuai prosedur sejak awal. Kampanye baru dimulai pada Selasa (27/3).
“Tahapan verifikasi (terhadap syarat administrasi paslon) itu tidak dilakukan, langsung ke tahap penerbitan berita acara. Dan waktu penetapan paslon, dalam rapat pleno, sudah banyak sekali interupsi,” kata Adhy.
Adhy melaporkan, beberapa anggota KPU Mimika tak berdomisili di Mimika. Yang bersangkutan sering tak dapat ditemui di kantor KPU Mimika.
KIPP meminta agar KPU dan Bawaslu memperketat supervisi jajarannya di Mimika. Jika tak ada pihak yang melakukan perbaikan terhadap kinerja anggota KPU Mimika, KIPP akan melakukan upaya hukum ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Hubungan ketidakcermatan dan potensi kesengajaan di Mimika ini kuat. Kami harap Bawaslu bisa mengeluarkan rekomendasi kepada KPU Mimika. Kalau tidak, kami akan lakukan upaya hukum penegakan etika pemilu terkait dua hal tadi,” tegas Kaka.