Maret 28, 2024
iden

Setelah 20 Tahun Reformasi

[UNDUH | Newsletter 20 Tahun Reformasi]

 

INDONESIA dalam 20 tahun Reformasi tentu saja disimpulkan lebih baik dibanding keadaan yang melatarbelakangi Reformasi. Enam Agenda Reformasi penting jadi rujukan untuk menjelaskan dinamika selama dua dekade. Apakah trennya terus membaik? Apa saja capaian perbaikannya? Dan apa saja yang belum dicapai?

Dalam perspektif kepemiluan, Amandemen UUD 1945 begitu akseleratif memperbaiki kelembagaan demokrasi Indonesia. Salah satunya Perubahan Ketiga yang menghasilkan Pasal 22E Ayat (5) berbunyi, Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Dibentuknya penyelenggara pemilu yang lepas dari Kementerian Dalam Negeri begitu signifikan meningkatkan kualitas dan kepercayaan proses serta hasil pemilu. Aspek penyenggaraan pemilu yang bebas dan adil Indonesia akseleratif membaik di segala indeks baik Freedom House, The Econmist, dan indeks demokrasi Indonesia (IDI).

Bahkan di Pemilu 2014, sikap terbuka dan partisipatif penyelenggara pemilu berdampak pada keterlibatan masyarakat sipil yang tinggi. International IDEA memberi nilai 83% untuk Indonesia pada aspek keterlibatan masyarakat sipil dalam pemilu. Angka ini setara dengan negara demokratis yang mapan seperti Norwegia atau Denmark.

Newsletter Edisi Khusus 20 Tahun Reformasi ini membahas sistem politik, partai politik, hingga ke agenda Reformasi yang lebih konkret yaitu otonomi daerah. Ada sejumlah catatan buruk yang jika tak juga diperbaiki, dua dekade akan menghasilkan tren buruk.

“Menata Ulang Sistem Politik Pasca-20 Tahun Reformasi” dan hasil Wawancara “Syamsuddin Haris: Sistem Politik Indonesia Gagal Direformasi,” menjelaskan Indonesia punya dilema arah perbaikan sistem presidensial multipartai. Pada “20 Tahun (Tanpa) Reformasi Parpol” dijelaskan, reformasi kelembagaan demokrasi yang melupakan reformasi parpol membalikkan capaian agenda Reformasi kepada keadaan Orde Baru dalam derajat berbeda.

Liputan Khusus “20 Tahun Desentralisasi: Rahim Pilkada Tak Lahirkan Kesejahteraan Lokal” menjelaskan, agenda otonomi daerah belum baik dicapai disebabkan tak jelasnya kewenangan kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Keadaan ini diperburuk dengan penerapan pilkada karena tiap tingkatan kepala daerah punya klaim kewenangan berdasar kedaulatan rakyat yang memilih. []

Unduh laporannya di tautan di bawah ini:

[UNDUH | Newsletter 20 Tahun Reformasi]