Sejumlah tantangan mesti diatasi dalam mempersiapkanPemilu Serentak 2024 dan Pilkada Serentak 2024, di tengah tiadanya perubahan Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Sinergi dan kesepahaman di antara penyelenggara pemilu, serta kreativitas dalam menyiapkan aturan teknis yang inovatif amat diperlukan untuk menjawab tantangan tersebut.
Di sisi lain, keyakinan publik yang tinggi bisa menjadi modal sosial yang baik bagi penyelenggara pemilu. Jajak pendapat Litbang Kompas pada 10-13 Februari 2022 yang melibatkan 508 responden di 34 provinsi menunjukkan 72,2 persen responden meyakini KPU dan Bawaslu 2022-2027 mampu menyelenggarakan Pemilu 2024 dengan lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya.
Adapun, hari pemungutan suara Pemilu 2024 telah ditetapkan digelar 14 Februari 2024, sedangkan Pilkada Serentak pada 27 November 2024.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) 2017-2022 yang juga calon anggota Bawaslu 2022-2027 terpilih Rahmat Bagja menuturkan dalam mempersiapkan Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Pemilu dan Pilkada 2024, lanjut dia, menggunakan dua rezim undang-undang berbeda. Selain itu ada tahapan diantara keduanya yang beririsan, serta tahapan dilaksanakan di masa pandemi Covid-19.
“Sebagai konsekuensinya, maka beban penyelenggara yakni pola kerja, hubungan antarlembaga, dan kapasitas jajaran pengawas meningkat,” kata Bagja dalam diskusi Kompas XYZ Forum yang digelar hibrida di kantor Redaksi Kompas di Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Kompas XYZ Forum digelar untuk menyambut Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Hadir pula sebagai pembicara secara luring dalam acara ini, anggota KPU Periode 2017-2022 yang juga calon anggota KPU 2022-2027 terpilih, Hasyim Asy’ari dan Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa. Sementara Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti hadir secara daring.
Diskusi yang dibuka Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas, Budiman Tanuredjo dan dipandu Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra itu juga dihadiri sejumlah penanggap. Secara luring hadir Ketua KPU Ilham Saputra serta anggota KPU Arief Budiman dan Viryan Azis, anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo serta M Afifuddin. Hadir pula calon anggota KPU terpilih Idham Holik dan calon anggota Bawaslu terpilih Puadi. Adapun anggota KPU dan Bawaslu lain serta calon anggota KPU dan Bawaslu terpilih hadir daring. Hadir pula secara daring, sekitar 250 anggota KPU dan Bawaslu provinsi, kabupaten dan kota, serta kelompok masyarakat sipil.
Bagja menekankan, dibutuhkan kapasitas kelembagaan yang sinergis, inovatif, berkepastian hukum, akuntabel, dan profesional untuk menyambut Pemilu 2024.
Regulasi yang tak berubah dibandingkan Pemilu 2019, kata Saan Mustopa membuat penyelenggara pemilu harus membuat Peraturan KPU dan Peraturan Bawaslu yang kreatif, inovatif, dan mampu menjawab berbagai tantangan tanpa bertentangan dengan UU Pemilu. DPR akan memberi masukan saat rapat konsultasi.
Di sisi lain, parpol sebagai peserta pemilu, kata Saan, butuh kepastian hukum atas aturan-aturan pemilu. Parpol juga ingin mendapatkan hasil pemilu secara cepat.
Modal baik
Hasyim mengatakan, kepercayaan publik di atas 70 persen terhadap lembaga penyelenggara pemilu seperti tergambar di jajak pendapat Kompas, menjadi modal yang baik bagi KPU untuk menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada 2024.. “Salah satu indikator good governance atau tata kelola yang baik adalah pendapat publik,” ucapnya.
Dia menekankan, dalam menghadapi Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, kompetensi penyelenggara menjadi amat penting. Sejumlah inovasi di Pilkada 2020 yang berlangsung saat pandemi Covid-19 akan diteruskan di Pemilu 2024. Misalnya, jumlah maksimal pemilih dalam satu tempat pemungutan suara (TPS) yang diturunkan menjadi 300 orang, penggunaan teknologi informasi dalam tahapan, serta syarat anggota badan ad hoc yang sesuai rekomendasi Kementerian Kesehatan dan Satgas Covid-19 berusia maksimal 50 tahun.
Sementara itu, Ramlan mengatakan, setidaknya ada tiga indikator yang harus dipenuhi dalam menciptakan sistem manajemen hasil pemilu demokratis, yakni hasil pemilu ditetapkan dan diumumkan secara cepat, kredibilitas pemilu, serta keadilan pemilu. Menurut dia, hasil rekapitulasi pemilu yang baru bisa diketahui setelah 35 hari amat lama dan termasuk yang terlama di dunia.
Inovasi KPU melalui Sistem Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) yang hanya bersifat informal, yaitu untuk memberi informasi kepada masyarakat justru menambah beban tenaga dan anggaran penyelenggaraan pemilu. Ramlan mendorong Sirekap dijadikan hasil resmi. Untuk itu, perlu ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Sementara pada sisi kredibilitas pemilu, lanjutnya, mesti memenuhi prinsip pemilu inklusif, peningkatan partisipasi pemilih, dan mengurangi suara tak sah.
Ilham mengingatkan hubungan kerja antarpenyelenggara pemilu perlu diperbaiki. Misalnya, ada beberapa peraturan KPU terkait Pemilu 2019 yang kemudian disoal di Bawaslu. Begitu juga dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Meskipun DKPP berfungsi melihat kode etik penyelenggara pemilu, tetapi mereka berkontribusi terhadap tahapan.
Arief Budiman mengingatkan pentingnya membangun relasi antara penyelenggara pemilu dengan lembaga negara lainnya. Dalam situasi pandemi, relasi dengan Kementerian Kesehatan dan Satgas Penanganan Covid-19 sangat dibutuhkan.
Ratna Dewi mengungkapkan, masalah besar yang harus dibenahi oleh penyelenggara pemilu adalah persoalan terkait pemanfaatan teknologi informasi, kepastian norma hukum, sinergisitas, dan rekrutmen penyelenggara pemilu. (PRAYOGI/IQBAL)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi di halaman 1. https://www.kompas.id/baca/pemilu/2022/03/01/sinergi-tentukan-kesuksesan-pemilu-2024