October 3, 2024

Sistem Informasi Cegah Kegandaan Caleg

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mewajibkan bakal calon anggota legislatif Pemilu 2019 mengunggah data syarat pencalonan dalam sistem informasi pencalonan atau silon. Sistem informasi ini dibutuhkan untuk mencegah potensi munculnya kegandaan pencalonan lintas daerah pemilihan ataupun lintas partai politik.

Dalam draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait pencalonan anggota legislatif disebutkan bahwa data pengajuan dan dokumen syarat bakal calon sudah harus diunggah sebelum parpol menyerahkan dokumen persyaratan administratif ke KPU. Proses unggah dokumen dan memasukkan data ke Silon sudah bisa dilakukan 30 hari sebelum masa pengajuan sampai dengan hari terakhir masa pengajuan bakal calon.

Ketua KPU Arief Budiman di sela-sela rapat pembahasan rancangan Silon Pemilu 2019 di Gedung KPU, Jakarta, Senin (7/5/2018), mengingatkan parpol agar proses pengisian data ke Silon dilakukan jauh-jauh hari. Dia berharap pada hari-hari awal masa pendaftaran, 4-17 Juli 2018, parpol sudah mulai mendatangi KPU untuk mendaftarkan calon anggota legislatif (caleg).

Proses pengisian Silon dan pemeriksaan dokumen dilakukan di tiap tingkatan pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, baik di pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota. Namun, data tersebut terakumulasi sehingga bisa digunakan KPU untuk memeriksa potensi kegandaan pencalonan, baik kegandaan dalam daerah pemilihan ataupun kegandaan pencalonan melalui parpol berbeda. Sesuai pengaturan Undang-Undang Pemilu, kandidat tidak diperbolehkan mendaftar di lebih dari satu daerah pemilihan serta hanya boleh diajukan oleh satu parpol.

Menurut Arief, pada Pemilu 2014, pemeriksaan masih dilakukan secara manual. Saat itu, KPU juga menemukan beberapa kasus kegandaan pencalonan dan itu sudah dicoret. Namun, pemeriksaan secara manual itu dinilai tak efektif dan tak efisien. Ini karena jika diakumulasi, jumlah calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota bisa mencapai ratusan ribu kandidat.

”Sulit memeriksa kegandaan pencalonan tanpa menggunakan alat bantu Sipol (sistem informasi parpol),” kata Arief.

Draf PKPU terkait pencalonan anggota legislatif belum disahkan karena masih harus dibahas dalam rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Namun, Arief menyampaikan, draf PKPU itu akan dibahas segera setelah masa reses DPR berakhir 15 Mei. Dia meyakini substansi PKPU itu sudah dipahami DPR sehingga pembahasan draf PKPU itu bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat.

Sebagai pendukung

Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta mengingatkan agar Sipol bisa diperkenalkan secara utuh tidak hanya kepada parpol, tetapi juga kepada publik, baik dari sisi teknis maupun keamanannya. Dia juga meminta KPU agar menyediakan waktu yang cukup dan tidak mendadak dalam memperkenalkan Silon.

Selain itu, Kaka mengingatkan agar Silon diposisikan hanya sebagai alat penunjang kerja, tidak justru dijadikan syarat yang bisa dianggap menegasikan Undang-Undang Pemilu.

”Juga harus diperjelas saat nanti proses perbaikan, mana yang digunakan sebagai pegangan, apakah dokumen di Silon atau dokumen manual. Ini bisa menjadi persoalan,” kata Kaka.

Dia pun mengingatkan pentingnya antisipasi agar Silon tidak mengalami persoalan seperti  halnya Sipol yang digugat oleh parpol yang berkas pendaftarannya tidak diterima oleh KPU. Badan Pengawas Pemilu kemudian mengesampingkan Sipol karena menganggap sistem itu bukan instrumen pendaftaran yang diperintahkan oleh UU Pemilu.

ANTONY LEE

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 8 Mei 2018 di halaman 2 dengan judul “Sistem Informasi Cegah Kegandaan Caleg”. https://kompas.id/baca/polhuk/2018/05/08/sistem-informasi-cegah-kegandaan-caleg/