Maret 28, 2024
iden

Sistem Pemilu Apa yang Lebih Signifikan Meningkatkan Keterwakilan Perempuan?

“Tak ada sistem pemilu yang paling baik, yang ada sistem pemilu yang cocok,” kurang lebih begitu banyak pemerhati sistem pemilu mengutip kesimpulan Andrew Reynolds. Cendikiawan pemilu internasional ini berpendapat, kecocokan pilihan sistem pemilu suatu negara tergantung konteks dan kebutuhan. Obsesi mencari sistem sistem pemilu sempurna atau terbaik cenderung dihindari.

Jika kita memaknai “cocok” dengan kalimat “yang signifikan meningkatkan keterwakilan perempuan”, adakah sistem pemilu seperti ini? Tentu saja, mencari kecocokan ini dari kebutuhan perbaikan perlindungan/layanan negara terhadap perempuan sebagai warga negara. Ada suatu pendapat, kurang baik atau buruknya negara dalam melindungi dan melayani hak perempuan salah satunya karena parlemen secara kuantitatif belum mewakili 50 persen warganya.

The International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) dalam situsnya sudah memetakan pilihan sistem pemilu menyerta capaian persentase keterwakilan perempuan di parlemen dari banyak negara. Daftar ini tak menyertakan negara yang capaiannya lebih karena penerapan afirmasi berupa kuota kursi (reserved seat).

Total ada 57 negara yang masuk daftar pengguna afirmasi perempuan melalui sistem pemilu. Persentase keterwakilan perempuan tertinggi dicapai Bolivia dengan 53,08 persen dari 130 kursi DPR (house of representative). Sedangkan yang terendah adalah Kepulauan Solomon, dengan 6,1 persen dari 49 kursi. Dan, rataan persentase keterwakilan perempuan dari 57 negara ini adalah 27 persen. Peringkat dalam tulisan ini hanya menyertakan DPR tanpa senat karena tak semua negara menerapkan parlemen bikameral.

Selama ini, angka 30 persen dianggap sebagai jumlah minimal keterwakilan perempuan yang representatif secara jumlah. Kita tahu, untuk mengesahkan undang-undang dibutuhkan 50%+1 anggota dewan. Setidaknya jumlah 30 persen perempuan dari total kursi DPR bisa mempertahankan dan mempengaruhi agenda perempuan dari suatu undang-undang.

Jika merujuk daftar 57 negara itu, afirmasi perempuan melalui pemilu yang tertuang dalam undang-undang bahkan konstitusi, tak menjamin pencapaian persentase minimal. Penyebabnya banyak, salah satunya ketakcocokan pilihan sistem pemilu dengan konteks politik dan ragam variabel sistemnya.

Sistem proporsional

Hanya ada 18 negara yang mencapai 30 persen lebih keterwakilan perempuan. Artinya, hanya 31,6 persen yang cocok memilih sistem pemilu menyerta variabel sistemnya untuk pencapaian minimal jumlah perempuan di DPR.

Merujuk empat pembagian sistem pemilu International IDEA, hanya ada tiga pilihan sistem pemilu yang membuat 18 negara mencapai 30 persen lebih keterwakilan perempuan. Pertama sistem pluralitas/mayoritas. Kedua, sistem proporsional representasi (PR). Ketiga, sistem campuran (mixed). Tak ada satu pun sistem pemilu “lainnya” (other) yang mencapai keterwakilan perempuan 30 persen lebih, baik varian the single non-transferable vote (SNTV), limited vote (LV), atau the borda count (BC).

Secara umum, sistem pluralitas/mayoritas merupakan lawan dari sistem proporsional. Sistem pluralitas/mayoritas yang biasa disebut sistem distrik layaknya yang diterapkan di Amerika Serika dengan varian pluralitas/first past the post (FPTP), merupakan sistem pemilu berwujud kompetisi 1 kursi untuk tiap daerah pemilihan (dapil). Sedangkan sistem proporsional merupakan sistem pemilu berwujud kompetisi yang alokasi kursi tiap dapilnya berjumlah lebih dari 1 secara proporsional dengan jumlah penduduk. Sistem campuran (mixed), menggabungkan bentuk sistem pluralitas/mayoritas dan sistem proporsional dalam satu penyelenggaraan pemilu parlemen. Lalu, sistem lainnya (other) merupakan sistem yang bentuknya tak bisa dimasukan ke dalam tiga sistem lainnya.

Table 1. DPR Negara dengan Capaian Keterwakilan Perempuan dan Pilihan SIstem Pemilunya

Rank

Country Women’s Representation House of Representative Seat

Election System

1 Bolivia 53.08% 130 Mixed
2 Mexico 48.20% 500 Mixed
3 Nicaragua 47.25% 91 List PR
4 Costa Rica 45.61% 57 List PR
5 Spain 44.00% 350 List PR
6 Senegal 43.03% 165 Mixed
7 Argentina 40.86% 257 List PR
8 Belgium 40.67% 150 List PR
9 North Macedonia 40.00% 120 List PR
10 Portugal 40.00% 230 List PR
11 France 39.51% 577 Plurality/Majority
12 Ecuador 39.42% 137 List PR
13 Timor-Leste 38.46% 65 List PR
14 Serbia 37.65% 247 List PR
15 Italy 35.71% 630 Mixed
16 El Salvador 33.33% 84 List PR
17 Uzbekistan 32.00% 150 Plurality/Majority
18 San Marino 31.67% 60 List PR

Dari daftar itu, hanya ada dua negara yang memilih sistem pemilu pluralitas/mayoritas, yaitu Perancis dan Uzbekistan. Lalu, ada empat negara yang memilih sistem pemilu campuran, yaitu Bolivia, Meksiko, Senegal, dan Italia. 12 negara sisanya, memilih sistem pemilu proporsional (List PR).

Fakta tersebut sesuai dengan sifat konsekuensi dari sistem pemilu. Sistem pemilu pluralitas/majoritas punya sifat konsekuensi yang cenderung menyingkirkan kemajemukan politik (partai politik minoritas, kelompok marjinal, perempuan, dan lainnya). Sebaliknya, sistem pemilu proporsional cenderung menerima kemajemukan sehingga sistem ini sesuai dipilih untuk kebutuhan peningkatan keterwakilan perempuan.

Sifat konsekuensi sistem pemilu proporsional yang lebih ramah terhadap kemajemukan tampaknya sudah menjadi kesadaran global. International IDEA menyimpulkan, dari 1990 sampai 2010, banyak negara mengutak-atik varian sistem pemilu seperti besaran daerah pemilihan untuk lebih representatif.

Setidaknya ada 27 negara yang mengubah sistem pemilunya secara signifikan. Tren perubahan sistem pemilu negara-negara ini adalah dari pluralitas/mayoritas ke sistem pemilu proporsional. Tampaknya, sifat representatif hasil pemilu lebih dibutuhkan untuk dikuatkan dibanding sifat efektivitasnya.

Proporsional daftar terbuka/tertutup?

Lalu, dari semua negara yang memilih sistem pemilu proporsional, varian sistem apa yang paling banyak dipilih dari negara pencapai keterwakilan perempuan lebih dari 30 persen? Apakah sistem proporsional dengan varian daftar terbuka (open list) atau varian daftar tertutup (closed list)?

Table 2. Perbandingan Persentase Keterwakilan Perempuan Negara
Bersistem Pemilu Proporsional dengan Varian Daftar Tertutup/Terbuka

Rank Country Women’s Representation Election System Varian
3 Nicaragua 47.25% List PR Closed List
4 Costa Rica 45.61% List PR Closed List
5 Spain 44.00% List PR Closed List
7 Argentina 40.86% List PR Closed List
8 Belgium 40.67% List PR Open List
9 North Macedonia 40.00% List PR Closed List
10 Portugal 40.00% List PR Closed List
12 Ecuador 39.42% List PR Open List
13 Timor-Leste 38.46% List PR Closed List
14 Serbia 37.65% List PR Closed List
16 El Salvador 33.33% List PR Open List
18 San Marino 31.67% List PR Open List

Dari 12 negara yang memilih sistem pemilu proporsional, ada empat negara yang memilih varian daftar terbuka untuk mencapai keterwakilan perempuan lebih dari 30 persen, yaitu: Belgia, Ekuador, El Salvador, dan San Marino. Delapan negara sisanya, memilih varian daftar tertutup yaitu: Nikaragua, Kosta Rika, Spanyol, Argentina, Makedonia Utara, Portugal, Timor-Leste, dan Serbia.

Yang perlu disadari, dari capaian persentase keterwakilan perempuan melalui sistem pemilu dan variannya tersebut menyertakan aspek lainnya. Ada empat negara yang menerapkan afirmasi perempuan melalui jaminan konstitusi, yaitu: Meksiko, Argentina, Perancis, Ekuador, Serbia, dan Italia.

Lalu, ada sembilan negara punya kondisi demokratisasi kelembagaan partai politik yang baik. Kebebasan pembentukan partai politik dan kepesertaannya di pemilu, membuat negara-negara ini punya iklim kontestasi partai politik yang kompetitif, termasuk dalam hal afirmasi perempuan. Banyak partai politik di negara ini yang berinisiatif menambah afirmasi perempuan internal partai politik, baik pada tahap pendidikan/kaderisasi, pencalonan, kampanye, atau keterpilihan. Negara-negara ini adalah Bolivia, Meksiko, Nikaragua, Kosta Rika, Spanyol, Argentina, Perancis, Italia, dan El Salvador. []

USEP HASAN SADIKIN