September 7, 2024

Soal Batas Maksimal Dua Periode Berturut-Turut Menjadi Penyelenggara Adhoc

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuanagan (PDIP), Sirmadji, menyatakan kekhawatirannya terhadap aturan yang melarang penyelenggara adhoc mencalonkan diri sebagai penyelenggara adhoc pada tingkatan yang sama setelah dua kali periode menjabat. Menurutnya, justru pada penyelenggaraan Pemilu Serentak pertama kalinya, dibutuhkan penyelenggara adhoc, tertutama penyelenggara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang berpengalaman dan memahami aturan pungut-hitung dengan baik.

“Di lapangan, dari hasil reses kami di lapangan, terungkap bahwa anggota KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) ini yang muda-muda, yang pengalamannya minim. Padahal, tugasnya cukup berat, pemilihan serentak pertama. Maka, kemungkinan dinamika di lapangan bisa jadi persoalan,” ujar Sirmadji pada rapat dengar pendapat di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan (9/1).

Karena kondisi demikian, Sirmadji meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memberikan bimbingan teknis (bimtek) secara detil dan efektif. KPU harus memastikan seluruh anggota KPPS memiliki pemahaman yang memadai.Bimtek tak boleh dilakukan dalam waktu hanya beberapa hari sebelum pemungutan suara.

Plotting anggaran untuk bimtek anggota KPPS itu sangat terbatas. Akhirnya bimtek itu diperkirakan akan minimal. Mohon KPU, bimteknya dibuat detil. Karena kalau proses di TPS sudah gak beres, akan timbul persoalan,” tandas Sirmadji.

Ketua KPU, Arief Budiman memberikan tanggapan. Arief menjelaskan bahwa ada disinformasi yang beredar diantara penyelenggara pemilu mengenai makna dua periode. Periode pemilu yang dimaksud Arief adalah periode pemilihan umum, bukan dua kali pemilihan. Sebagai contoh, jika seseorang menjadi anggota KPPS pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014, maka yang bersangkutan tak lagi dapat menjadi penyelenggara pemilu karena sudah menjadi anggota KPPS selama dua periode. Namun, jika seseorang menjadi anggota KPPS pada Pemilu 2014 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015, yang bersangkutan terhitung baru satu periode sebagai anggota KPPS sehingga dapat menjadi anggota KPPS pada Pemilu 2019.

“Yang tidak boeh itu kalau penyelenggara adhoc sudah menjadi penyelenggara dalam dua periode kepemiluan. Jadi, bukan jadi penyelenggara dalam dua kali pemilu ya. Misalnya, 2004-2009, kemudian 2009-2014. Nah, kalau di sini dia satu kali, di sini dia satu kali, maka tidak boleh lagi. Tetapi kalau antara 2009 sampai dengan 2014, itu kan satu periode kepemiluan, lalu dia jadi KPPS Pemilihan Bupati atau Pemilihan Gubernur, itu tidak papa,” terang Arief.

Terkait pesan Sirmadji agar KPU memberikan bimtek secara detil, Arief mengaku bahwa karena keterbatasan anggara, hanya tiga dari tujuh anggota KPPS yang akan diberikan bimtek secara langsung. Empat anggota KPPS lainnya akan diberikan penjelasan oleh tiga anggota KPPS yang mendapat bimtek dari KPU. KPU pun akan membuat modul pelatihan berbentuk tulisan dan audio visual.

“Anggaran tidak mampu mengcover semua. Jadi, yang bisa diakomodasi hanya tiga orang. Kalau semua dilatih, tambahan biayanya besar,” tukas Arief.

Pemberian bimtek kepada penyelenggara adhoc akan dilakukan pada Maret 2019. Sebab, rekrutmen anggota KPPS sendiri baru dilaksanakan satu bulan sebelum hari pemungutan suara.