Maret 29, 2024
iden

Status Bakal Calon Kepala Daerah Bekas Koruptor Wajib Dibuka ke Publik

Bakal calon kepala daerah berstatus bekas terpidana korupsi yang akan maju dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 harus membuka statusnya tersebut kepada publik. Jika syarat itu tak dipenuhi, pencalonan dapat dibatalkan.

Dalam Pasal 4 Ayat (1) Huruf g Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bekas terpidana yang telah selesai menjalani masa pemidanaannya wajib secara jujur atau terbuka mengemukakan statusnya kepada publik.

Aturan itu tak terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi akhir 2019, yang mensyaratkan bekas terpidana, termasuk terpidana korupsi, harus terlebih dulu melewati masa jeda lima tahun setelah menjalani masa pidana penjara untuk bisa maju di pilkada. Selain itu, bekas terpidana harus jujur atau terbuka mengumumkan latar belakangnya sebagai mantan terpidana. Terakhir, bekas terpidana bukan pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat dihubungi di Jakarta, Senin (24/8/2020), mengatakan, pemenuhan ketentuan di PKPU tersebut merupakan syarat mutlak yang harus dipatuhi calon kepala daerah bekas terpidana. Bukti pengumuman status bekas terpidana kepada publik, katanya, wajib disampaikan ke KPU pada saat pendaftaran.

”Jika syarat-syarat itu, baik syarat pencalonan maupun syarat calon tidak dipenuhi, yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat sehingga bakal pasangan calon tidak dapat ditetapkan sebagai pasangan calon,” ujar Raka.

Secara rinci, di Pasal 4 Ayat 2a PKPU Nomor 1 Tahun 2020 disebutkan bahwa pengumuman kepada publik itu dilakukan dalam bentuk iklan pegumuman di media massa harian lokal sesuai dengan daerah calon yang bersangkutan mencalonkan diri dan/atau nasional yang terverifikasi pada Dewan Pers.

Isi pengumuman tersebut, yaitu latar belakang jati dirinya sebagai terpidana tidak dalam penjara atau mantan terpidana, jenis tindak pidananya, dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Iklan pengumuman juga dilakukan dengan ketentuan paling sedikit satu kali dalam rentang waktu sejak masa pendaftaran sampai dengan sebelum masa perbaikan berkas pencalonan. Iklan tersebut paling kecil berukuran 135 milimeter kolom x 4 kolom atau setara dengan 1/8 (satu per delapan) halaman koran yang dimuat di halaman satu, halaman tiga, atau halaman terakhir.

Raka menjelaskan, alasan pengumuman status bekas terpidana kepada publik ini pada prinsipnya merupakan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan. Lebih dari itu, pengumuman tersebut diharapkan dapat memberikan ruang bagi publik untuk mengetahui figur calon pemimpinnya.

”Hal ini merupakan wujud keseimbangan antara hak untuk memilih dan dipilih serta hak masyarakat, terutama pemilih, untuk mendapatkan informasi. Secara filosofis tujuan tersendiri sebagai pendidikan politik kepada publik,” ujar Raka.

Mempertaruhkan kepemimpinan

Sebelumnya diberitakan, Pilkada 2020 berpotensi kembali diwarnai hadirnya mantan terpidana korupsi sebagai calon kepala/wakil kepala daerah.

Catatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), terdapat setidaknya empat bakal calon kepala daerah berstatus bekas terpidana korupsi yang berencana maju di Pilkada 2020. Keempat bakal calon tersebut adalah Agusrin M Najamuddin di Pilkada Bengkulu, Vonny Panambunan di Pilkada Sulawesi Utara (Sulut), Jimmy Rimba Rogi di Pilkada Manado, Sulut, dan Askiman di Pilkada Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Mereka juga telah meraih tiket pencalonan dari partai politik. Agusrin, misalnya, meraih tiket pencalonan dari Gerindra. Vonny dari Nasdem. Jimmy dari Golkar dan Gerindra. Adapun Askiman dari Demokrat dan Hanura. Untuk diketahui, tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Pilkada 2020 dibuka pada 4-6 September 2020.

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mengatakan, jika partai politik betul-betul mengusung bekas napi kasus korupsi, partai berpotensi dinilai permisif pada korupsi. Partai juga bakal dinilai abai dengan realitas korupsi berulang ketika calon bekas koruptor berhasil terpilih dan menjabat.

Apalagi, menurut Titi, pilkada kali ini digelar di tengah masa krisis akibat pandemi Covid-19. Publik memerlukan kepemimpinan yang mampu membawa daerah keluar dari dampak krisis akibat pandemi.

”Mempertaruhkan kepemimpinan daerah kepada mantan napi korupsi sama saja dengan membawa ketidakpastian daerah keluar dari situasi krisis. Jadi, pilkada yang berisiko dan mahal ini seharusnya didekati dengan upaya maksimal dari partai dengan melahirkan kader-kader terbaik,” kata Titi. (NIKOLAUS HARBOWO)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/08/24/status-bakal-calon-kepala-daerah-bekas-koruptor-wajib-dibuka-ke-publik/