Pada sidang pemeriksaan pendahuluan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2019 yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Shalahuddin Uno, Tim kuasa hukum paslon yang diketuai oleh Bambang Widjojanto mempermasalahkan status calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Ma’ruf Amin. Pasalnya, Ma’ruf tak mengundurkan diri sebagai pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Ketua Dewan Pengawas Syariah pada Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah dan Bank Syariah Mandiri kendati telah ditetapkan sebagai cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan kewajiban untuk mengundurkan diri dari posisi sebagai pejabat BUMN, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 227 huruf p Undang-Undang (UU) Pemilu No.7/2017.
“Pasal 227 huruf p, UU Pemilu yang mengatur tentang syarat calon wakil presiden menyatakan dengan tegas bahwa seorang calon harus ada surat keterangan mengundurkan diri atau pengunduran diri dari karyawan atau pejabat BUMN ketika ditetapkan sebagai calon. Namun profil calon wakil presiden seperti dikemukakan di atas ternyata masih tercantum dalam website resmi bank BUMN, yakni Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah,” ujar Bambang pada sidang di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta Pusat (14/6).
Selain itu, Tim kuasa hukum juga mempermasalahkan adanya keanehan informasi antara sumbangan dana kampanye paslon Joko Widodo atau Jokowi-Ma’ruf yang terhimpun di dalam Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Jokowi. Harta kekayaan Jokowi setara kas yang diumumkan oleh KPU RI pada 12 April 2019 adalah senilai 50,2 miliar rupiah dengan harta kas dan setara kas sebesar 6,1 miliar rupiah. Namun teramati bahwa hingga tanggal 25 April 2019, di dalam LPPDK, Jokowi mengeluarkan uang sebanyak 19,5 miliar rupiah dan 25 juta dalam bentuk barang untuk kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres).
Tim kuasa hukum juga mencurigai adanya usaha menyamarkan sumber asli dana kampanye melalui sumbangan dana kampanye dari Perkumpulan Golfer RTG dan TBIG dalam LPPDK Jokowi-Ma’ruf. Tujuannya, diduga untuk memecah sumbangan agar tidak melebihi batas dana kampanye dari kelompok, yaitu sebesar 25 miliar rupiah. Perkumpulan Golfer RTG dan TBIG yang menurut Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) dipimpin oleh orang yang sama, yakni bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, menyumbang lebih dari 33 miliar rupiah atau tepatnya 37,9 miliar rupiah.
“Pada fakta sumbangan dari kelompok dengan pimpinan yang sama, bukti NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan alamat sama sebesar 33 miliar rupiah lebih. Dan juga ada NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang berbeda pada nomor NPWP yang sama, patut diduga ada ketidakjelasan dari penyumbang dana kampanye dari sumbangan 33 miliar rupiah lebih tersebut,” tegas Bambang.
Dua permasalahan tersebut sebelumnya tak ada di dalam permohonan pertama pemohon yang dimasukkan ke MK tanggal 24 Mei 2019. Permasalahan baru dituangkan pada permohonan perbaikan yang diserahkan tanggal 10 Juni 2019. Tim kuasa hukum membacakan permohonan perbaikan pada sidang pemeriksaan pendahuluan sehingga menimbulkan pertanyaan dari KPU sebagai termohon, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Tim kuasa hukum paslon Jokowi-Ma’ruf sebagai pihak terkait. Terlebih, berdasarkan UU Pemilu dan Peraturan MK (PMK) No.2/2019, tak ada permohonan perbaikan untuk PHPU Pilpres.
“Dalam Pasal 3 ayat (1) itu dijelaskan tentang tahapan yang mengatur tentang permohonan, pemeriksaan kelengkapan permohonan, dan perbaikan permohonan. Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa tahapan tersebut dikecualikan untuk PHPU Pilpres. Kalimat pengecualian ini menunjukkan bahwa adanya larangan terhadap perbaikan permohonan pilpres. Hal ini diperkuat dengan lampiran pada PMK No.2/2019. Di situ dituliskan untuk kelengkapan berkas secara eksplisit untuk PHP Pileg (Pemilihan Legislatif) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Begitu juga untuk perbaikan, tidak ada untuk perbaikan permohonan pilpres,” tutur kuasa hukum KPU, Ali Nurdin.
Majelis mengakui bahwa tak ada permohonan perbaikan untuk PHPU Pilpres di dalam PMK. Namun, Majelis memutuskan untuk tetap membiarkan pemohon bersidang dengan permohonan perbaikan. Kesempatan untuk memperbaiki jawaban bagi KPU dan keterangan bagi Bawaslu dan paslon 01 diberikan hingga Selasa (18/6) sebelum waktu sidang pukul 09.00 WIB.
“Memang di PMK tidak ditemukan ruang adanya perbaikan. Tapi, dasar hukum pemohon megajukan perbaikan itu, secara faktual, MK tidak bisa menghindari. Persoalannya, apakah termohon tidak menganggap ini sebagai kesatuan permohonannya? Juga pihak terkait. Karena, ini sebatas formal PMK. Nanti Mahkamah yang akan menilai,” terang hakim MK, Suhartoyo.