November 14, 2024

Sulitnya Coklit di Apartemen

Kegiatan pemutakhiran Data Pemilih Pemilu 2019 berlangsung dari tanggal 17 April sampai dengan 17 Mei 2018. Dalam rentang waktu tersebut, Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) harus melakukan kegiatan pencocokan dan penelitian (coklit) dari rumah ke rumah. Cerita duka tentang Pantarlih yang bertugas di wilayah pemukiman penduduk, sudah viral di media sosial. Dimana, jangankan pintu rumah, pintu gerbang atau pintu pagar pun enggan dibuka oleh sang pemilik rumah agar Pantarlih dapat melakukan pendataan secara layak. Alhasil, Pantarlih melakukan pendataan pemilih dengan posisi jongkok di pinggir jalan.

Ada kendala lain yang dihadapi oleh Pantarlih, khususnya Pantarlih di kota-kota besar, dalam melaksanakan tugasnya, yaitu saat harus mendata pemilih yang tinggal di hunian vertikal seperti apartemen.

Pada beberapa penyelenggaraan Pemilihan sebelumnya, baik itu Pemilu maupun Pilkada, terjadi hal-hal yang kurang mengenakkan. Pada satu jam terakhir, Pemilih yang tinggal di apartemen berbondong-bondong datang ke TPS minta difasilitasi hak pilihnya. Berkembang pemahaman yang salah kaprah di antara para penghuni apartemen, tidak apa-apa tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih, karena pada hari H tetap bisa nyoblos dengan menunjukkan KTP elektronik. Selama ini, upaya Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KPU Kota membuka help desk di teras apartemen tidak direspon oleh para penghuni apartemen.

Saat kegiatan coklit baru berjalan beberapa hari, salah seorang Pengurus RW di Kelurahan Kelapa Gading Timur, Kecamatan Kelapa Gading, melayangkan surat kepada KPU Kota Jakarta Utara berisi penolakan untuk melakukan coklit di sebuah apartemen. Kecamatan Kelapa Gading memang termasuk kecamatan yang memiliki banyak hunian vertikal di wilayah kerjanya.

Sang Pengurus RW merasa prihatin karena salah seorang Pantarlih-nya yang hendak melakukan coklit tidak diberikan ijin masuk oleh petugas keamanan di apartemen tersebut. Pengaturan keamanan dan akses masuk pada hunian vertikal memang berbeda-beda, tergantung tipe kepemilikan pada hunian vertikal tersebut, ada yang fleksibel, ada yang ketat. Dalam hal ini, apartemen yang dimaksud, menerapkan standar keamanan yang ketat, tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam lingkungan apartemen dan tidak sembarang orang dapat mengakses unit-unit yang ada dalam apartemen tersebut.

Menghadapi permasalahan seperti ini, PPS, PPK, maupun KPU Kota, mau tidak mau harus segera turun tangan. Segera diadakan rapat dengan sang Pengurus RW, untuk memahami permasalahan yang dihadapi.

Berikutnya, PPS, PPK dan KPU Kota melakukan rapat dengan Pengelola apartemen. Mereka mengakui, standar keamanan yang mereka tetapkan termasuk ketat. Namun mereka juga menyadari, bahwa Penghuni apartemen tetap harus dicoklit. Oleh sebab itu, Pengelola apartemen, mengutus salah seorang pegawainya untuk bertindak sebagai Pantarlih. PPS segera melakukan bimbingan teknis (bimtek), menyerahkan peralatan dan perlengkapan Pantarlih, menyerahkan DP4 Penghuni apartemen, termasuk menyerahkan formulir-formulir lain yang diperlukan. Pengelola apartemen berjanji untuk melakukan koordinasi intensif dengan PPS dan akan segera melaporkan hasil coklit kepada PPS.

Kata kuncinya adalah koordinasi. Dengan adanya koordinasi yang intensif antara Penyelenggara Pemilu dengan Pengelola apartemen, diharapkan masalah klasik yang selalu berulang pada setiap penyelenggaraan Pemilu dapat diminimalisir.

Trend hunian vertikal yang semakin marak muncul di Jakarta, telah menjadi tantangan yang harus dijawab dengan fasih oleh Penyelenggara Pemilu. Penyelenggara Pemilu harus siap bekerja sesuai dengan slogan yang digaungkan oleh KPU Republik Indonesia: “Cocokan Datanya, Teliti Bekerja!”.

YULIS SETIAWATI, Komisioner KPU Kota Jakarta Utara.