JAKARTA, KOMPAS – Partai politik ramai-ramai mengganti calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan DPRD untuk Pemilu 2019 yang terindikasi merupakan bekas napi perkara korupsi. Komisi Pemilihan Umum berharap regulasi untuk menyaring caleg yang pernah bermasalah hukum ini bisa diadopsi saat ada revisi Undang-Undang Pemilu.
Pada proses perbaikan berkas pencalonan anggota DPR, tiga partai politik mengganti caleg yang merupakan bekas napi kasus korupsi, yakni Partai Golkar (dua caleg), Partai Kebangkitan Bangsa (tiga caleg), dan Partai Hanura (satu caleg). Sementara satu caleg Partai Bulan Bintang (PBB) mencabut berkas pencalonan dan partai tidak mengganti slot yang ditinggalkan calon itu.
Selain penggantian caleg bekas napi korupsi di tingkat DPR, anggota KPU, Wahyu Setiawan, di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (1/8/2018), mengaku mendapat laporan di daerah, parpol juga sudah mengganti calon anggota DPRD yang terindikasi bekas napi kasus korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak. Namun, dia mengaku belum mendapat laporan berapa jumlah caleg bekas napi tiga jenis kejahatan itu untuk DPRD yang diganti.
Menurut Wahyu, langkah parpol yang mengganti caleg bekas napi kasus korupsi mengindikasikan bahwa PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif punya dampak positif. Pengaturan yang melarang partai mencalonkan bekas napi tiga jenis kejahatan itu melalui pakta integritas dinilai lebih efektif daripada hanya memberikan imbauan kepada parpol.
”Ini bisa jadi rekomendasi kebijakan saat penyusunan UU Pemilu berikutnya. Bisa disempurnakan dengan syarat itu masuk ke UU,” tuturnya.
KPU sebelumnya mengumumkan lima calon anggota DPR yang terindikasi bekas napi korupsi. Namun, selain lima orang itu, ada dua calon lain yang belum sempat diungkap KPU. Adapun data dari Badan Pengawas Pemilu menunjukkan, setidaknya ada 186 calon anggota DPRD yang terindikasi bekas napi korupsi.
DPR dan DPRD
Wakil Sekjen Partai Hanura Bona Simanjuntak mengaku penggantian caleg bekas napi kasus korupsi tidak hanya dilakukan untuk DPR. DPP Partai Hanura juga memerintahkan penggantian caleg bekas napi korupsi di daerah. Hal yang sama disampaikan Sukmo Harsono, Ketua DPP Partai Bulan Bintang.
”Di daerah ada sekitar delapan caleg DPRD (bekas napi korupsi) dan itu semua sudah dicoret. Sudah diganti. Nama- nama itu mantan pejabat atau anggota DPRD yang pindah ke PBB,” kata Sukmo.
Secara terpisah, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menuturkan, selain penggantian tiga calon anggota DPR, PKB juga sudah mengubah caleg DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang tidak memenuhi syarat.
Ketua KPU Arief Budiman mengapresiasi upaya sejumlah partai politik yang menarik nama caleg yang merupakan bekas napi perkara korupsi. Namun, secara umum KPU belum mengecek dan memverifikasi kembali berkas caleg yang telah diperbaiki oleh parpol.
”Berkas perbaikan caleg sudah dimasukkan ke KPU, tetapi belum semua ketahuan yang telah mencabut nama-nama calegnya yang terindikasi mantan napi korupsi. Sekarang masih pemeriksaan,” katanya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengingatkan KPU untuk tetap hati-hati dan cermat memeriksa berkas perbaikan dari parpol. Di tingkat DPR, calon yang bekas napi korupsi relatif mudah diidentifikasi karena isunya mudah diakses. Namun, di DPRD, penyaring utama ada di KPU dan Bawaslu.
Terkait dengan proses perbaikan berkas di hari terakhir untuk caleg DPR, anggota Bawaslu, M Afifuddin, menuturkan, pengawas pemilu menemukan banyak pergantian nama caleg yang dilakukan parpol berdasarkan hasil verifikasi KPU. Parpol tidak memperbaiki berkas persyaratan calon, tetapi justru mengganti calon. Parpol juga banyak mengganti nomor urut caleg. (Kristi Dwi Utami)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 2 Agustus 2018 di halaman 3 dengan judul “Tak Ada Ruang untuk Caleg Bermasalah”.