October 15, 2024

Tantangan Pengawasan Pemilu Serentak 2024

Desain kepemiluan yang saat ini digunakan dengan berdasar pada Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan memberi tambahan kerja ekstra bagi penyelenggara pemilu terutama pengawas pemilu. Pada 2024 akan diselenggarakan pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres), dan pilkada. Ketiga pemilihan tersebut akan berjalan secara maraton.

Menerka Pileg dan Pilpres 2024 yang akan digelar pada Maret 2024 sebagaimana rencana desain yang diajukan KPU akan membuat perangkat pemilihan (KPU dan Bawaslu) sudah siap bekerja sekitar Juli 2022 atau sekitar 20 bulan sebelum pemungutan suara dilaksanakan untuk pileg dan pilpres. Kemudian persiapan pelaksanaan pilkada yang pemungutan suaranya akan dilaksanakan pada November 2024 sebagaimana ketentuan dalam UU Nomor 10/2016 sudah dimulai setidaknya 11 bulan sebelum pemungutan suara atau setidaknya pada Desember 2023.

Masa kerja penyelenggara pemilihan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi juga akan habis pada 2023 yang berarti proses pengisian komisioner baik KPU maupun Bawaslu sudah dilakukan saat memasuki tahapan pileg dan pilpres. Proses pemilu dengan memperhatikan waktu pelaksanaannya akan membuat tahapan akhir pileg dan pilpres belum selesai, namun sudah disusul dengan dimulainya tahapan pilkada.

Bagi pengawas pemilu bukanlah sebuah perkara mudah terlebih tantangan terberatnya ada pada pengawas tingkat kecamatan maupun tingkat kelurahan/desa. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) dan Panitia Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (Panwaslu Kelurahan/Desa) akan dihadapkan pada beberapa persoalan. Pertama, area kerja yang luas secara geografis. Kedua, jumlah penduduk yang terlampau banyak. Ketiga, iklim politik yang panas di wilayah tertentu berpotensi terjadi konflik.

Bersama tiga lembaga lainnya, KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu bertanggung jawab terhadap jalannya demokratisasi dalam pemilihan. Objek pengawasan Bawaslu adalah mengawasi kerja penyelenggara teknis (KPU) dan peserta pemilihan. Selain itu, Bawaslu juga harus mengawasi masyarakat yang menurut UU dilarang memihak pada salah satu calon dalam pemilihan seperti Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sepak terjang Bawaslu lainnya adalah memberikan rekomendasi seperti saran perbaikan kepada KPU hingga diskualifikasi calon seperti yang terjadi di beberapa daerah pada Pilkada 2020, yakni Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Banggai, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Ogan Ilir. Rekomendasi Bawaslu dapat berupa temuan maupun laporan masyarakat. Kehadiran Bawaslu memudahkan masyarakat untuk mengadu terkait pelanggaran pemilu. Ke depan, Bawaslu harus tetap menjadi lembaga yang dapat diharapkan dalam menjaga kualitas demokrasi di tengah perang informasi yang dapat menuju pada situasi distrust terhadap banyak pihak termasuk dalam momentum pemilu.

Meningkatkan partisipasi

Partisipasi politik yang merupakan pengejawantahan kedaulatan rakyat adalah suatu hal yang sangat fundamental dalam proses demokrasi. Salah satu misi Bawaslu adalah mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat sipil dalam rangka menjawab tantangan Pemilu dan Pemilihan serentak 2024. Pelibatan masyarakat dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu melalui proses sosialisasi dan transfer pengetahuan dan keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu kepada masyarakat.

Sebelum sampai kepada peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu, tantangan besar yang juga dihadapi Bawaslu adalah membangun kesadaran politik masyarakat. Kesadaran masyarakat atas kedaulatan yang dimiliki dalam proses demokrasi nyatanya masih rendah. Kerendahan kesadaran tersebut salah satu pemicunya adalah minimnya pengetahuan rakyat mengenai demokrasi, pemilu, dan pengawasan pemilu.

Di sisi lain, harus diakui bahwa, berdasarkan evaluasi, Bawaslu belum secara maksimal menyediakan informasi tersebut bagi masyarakat. Hasil kerja-kerja pengawasan, penegakan hukum Pemilu dan penanganan sengketa yang dijalankan Bawaslu juga belum terdokumentasi dan teriventarisasi secara baik. Bukan hanya media atau wadah penyampaian informasinya saja yang terbatas. Akses bagi masyarakat untuk mendapat informasi dan pengetahuan tersebut juga sangat terbatas.

Oleh Karena itu, dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara Bawaslu dan masyarakat pemilih. Kelompok masyarakat yang memberikan perhatian besar terhadap pelaksanaan Pemilu yang berlangsung jujur dan adil berkomunikasi secara intensif dengan Bawaslu. Peningkatan kolaborasi antara Bawaslu dengan kelompok masyarakat sipil inilah yang menjadi kunci peningkatan partisipasi bersama masyarakat.

Bawaslu dalam tiga tahun terakhir menginisisasi program prioritas nasional yang dinamakan Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP). Ketua Bawaslu Republik Indonesia Abhan berharap SKPP menjadi stimulus untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pemilu atau pemilihan 2024. “Saya sangat mengharapkan kegiatan yang kita laksanakan kali ini bisa menjadi stimulus dan pendorong meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemilu atau pemilihan mendatang,” kata Abhan dalam pembukaan SKPP tingkat dasar di Kabupaten Buleleng, Senin (21/6/2021).

Abhan menjelaskan SKPP telah dilaksanakan Bawaslu selama tiga tahun dan mulai tahun 2019, 2020, dan 2021 merupakan peserta dengan jumlah terbanyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tahun ini merupakan ketiga kalinya Bawaslu menggelar Sekolah Kader Pengawas Partisipatif dan tahun ini merupakan tahun dengan jumlah peserta terbanyak mencapai 22.567 pelamar dari seluruh wilayah di Indonesia.

SKPP ini menjadi penting bagi Bawaslu sebagian upaya membumikan kerja-kerja pengawasan pemilu di masyarakat. Soal keterlibatan masyarakat dalam pengawasan praktik politik uang misalnya. Peneliti Senior Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Kompas Bambang Setiawan mengungkapkan, hasil survei tahun 2020 kajian Litbang Kompas soal politik uang, mayoritas responden menjawab untuk tidak melaporkannya kepada pihak berwenang. Sementara mayoritas responden mengaku puas terhadap kinerja Bawaslu dalam mengawasi netralitas aparatur sipil negara (ASN).

Hal itu berdasarkan tiga indikator yakni puas, tidak puas, dan tidak tahu. Bambang mengungkapkan kajian tersebut dalam acara diskusi publik bersama media dan pemantau pemilu dengan tema Persiapan dan Tantangan Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 yang diadakan oleh Bawaslu, di Media Center Bawaslu, di Jakarta, Rabu (16/5/2021).

Karena itu, SKPP merupakan sebuah inovasi atau terobosan yang dibuat oleh Bawaslu sebagai bentuk tanggung jawab Bawaslu kepada masyarakat yang ingin tahu soal pemilu, demokrasi, dan isu pengawasannya. Program SKPP yang telah berjalan sebelumnya hasilnya tidak mengecewakan dan sesuai dengan keinginan Bawaslu. Jumlah masyarakat yang terlibat terus meningkat dapat berimbas pada kualitas pengawasan pesta demokasi yang semakin baik. Muaranya pada suksesnya penyelenggaraan pemilu atau pemilihan. Kesuksesan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan bukan hanya monopoli atau otoritas  penyelenggara saja tapi banyak pihak yang berperan besar salah satunya adalah masyarakat itu sendiri.

Dengan program SKPP yang berjalan berkesinambungan diharapkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu semakin meningkat dari waktu ke waktu dan dampaknya kualitas demokrasi Indonesia semakin baik. Sekalipun Program SKPP tahun depan atau tahun 2022 tidak lagi masuk dalam program prioritas nasional, diharapkan Pemerintah Daerah dapat mendukung Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota untuk merealisasikan program ini di tahun-tahun mendatang demi membangun ekosistem demokrasi yang berpusat pada warga. []

FORTUNATUS HAMSAH MANAH

Anggota Bawaslu Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur