December 9, 2024

Tata Cara Pelaporan Perlu Disosialisasikan

JAKARTA, KOMPAS–Pelibatan masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum agar berjalan taat asas perlu disertai sosialisasi tata cara pelaporan pelanggaran. Sosialisasi itu penting agar masyarakat tahu bagaimana melaporkan dugaan pelanggaran asas pilkada atau pemilu secara lengkap sehingga penyelenggara bisa segera menindaklanjuti.

Dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah  serentak 2018, masyarakat bisa melapor melalui situs pl.bawaslu.go.id. Pelapor wajib melengkapi dengan uraian kejadian, jenis pelanggaran, identitas diri, saksi, bukti, dan hal lain yang memperkuat laporannya.

Peran masyarakat dalam mengawasi media sosial merupakan salah satu kampanye utama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mencegah penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian. Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, di sela peringatan Hari Ulang Tahun Ke-10 Bawaslu di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Minggu (8/4/2018), mengatakan, ada hampir 25 laporan pengaduan terkait konten hoaks dan ujaran kebencian di media sosial.

Dari semua laporan itu, baru dua yang disampaikan kepada penyedia platform media sosial. ”Yang sering dikirim hanya foto layarnya. Alamat domain situs juga diperlukan agar kami bisa segera menemukan akun itu. Sering kali, satu nama, Fritz misalnya, digunakan oleh banyak akun. (Pencantuman) alamat itu sering dilupakan pada proses pelaporan,” ujar Fritz.

Masyarakat juga bisa melapor ke situs www.aduankonten.id. Dalam situs ini, pelapor harus mendaftarkan diri agar terverifikasi lebih dulu. Selanjutnya, laporan harus disertai dengan alamat domain situs dan foto tampak layar situs atau konten yang hendak dilaporkan.

”Konten itu akan dicabut oleh penyedia platform media sosial jika itu berita hoaks atau ujaran kebencian,” tutur Fritz.

Hal ini juga berkait dengan netralitas penyelenggara, aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri. Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Petalolo, mengatakan, dari 184 laporan, sebagian besar merupakan keterlibatan ASN dalam kampanye. Keterlibatan ASN tertinggi berada di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.

Pendidikan politik

Peserta pilkada atau pemilu yang melakukan pelanggaran dalam menggunakan media sosial juga akan ditegur dan tidak bisa menggunakan media sosial lagi untuk kampanye. Wahidah Suaib Wittoeng, anggota Bawaslu RI periode 2008-2012, menambahkan, definisi ujaran kebencian belum jelas dalam undang-undang. Pendidikan politik menjadi hal utama bagi Wahidah dalam mencegah penyebaran dan dampak konten negatif.

”Masyarakat perlu dididik agar cerdas menggunakan media sosial. Untuk itu, sinergi antara penyelenggara, masyarakat, penyedia platform medsos, dan komunitas untuk membangun gerakan bersama menolak hoaks sangat diperlukan,” ujarnya.