October 7, 2024

Terancam Tak Ikut Pilkada

KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 968.643 warga Nusa Tenggara Timur hingga Kamis (8/3) belum merekam kartu tanda penduduk elektronik sebagai syarat mengikuti pemilihan kepala daerah pada 27 Juni 2018. Jumlah 968.643 warga itu selisih dari total 3.901.728 warga NTT dikurangi jumlah penduduk yang sudah merekam KTP elektronik, yakni 2.933.085 jiwa.

Ketua Komisi Pemilihan Umum NTT Maryanti Luturmas Adoe berharap warga yang punya hak pilih segera mendatangi kantor kecamatan untuk merekam KTP elektronik. Jika blangko KTP habis, kantor kependudukan dan catatan sipil bisa memberikan surat keterangan kependudukan sementara. Surat itu akan menjadi pengganti KTP elektronik.

Menurut Maryanti, ihwal KTP tanggung jawab pemerintah. Namun, karena terkait pilkada, KPU membantu pemerintah dengan melakukan sosialisasi. ”Perekaman KTP elektronik bagi semua warga yang punya hak pilih diharapkan terwujud sebelum pilkada,” ujarnya, Kamis, di Kupang.

KPU juga belum bisa memastikan berapa warga NTT yang berhak mengikuti pilkada. ”Proses rekapitulasi data pemilih di desa dan kelurahan masih berlangsung. Rekapitulasi ini akan berjenjang sampai kecamatan, kabupaten, provinsi, dan terakhir di KPU provinsi. Proses rekapitulasi data pemilih di tingkat provinsi berlangsung 16-17 Maret 2018 sehingga tersisa sepekan lagi. Saya pesimistis semua warga yang punya hak pilih ikut memilih di pilkada,” kata Maryanti.

Hindari politik identitas

Di Denpasar, Bali, muncul kekhawatiran penggunaan politik identitas dalam pilkada, yang dinilai bisa memunculkan diskriminasi, bahkan kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mengharapkan KPU, Bawaslu, dan masyarakat bersikap tegas terhadap penggunaan politik identitas dengan tujuan menyiarkan kebencian dan diskriminasi terhadap perempuan karena perbedaan pilihan.

Komisioner Komnas Perempuan Masruchah mengatakan, penggunaan politik identitas dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 memunculkan fenomena kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan yang dialami perempuan saat itu adalah serangan ujaran kebencian yang merendahkan atau mengancam secara seksual, bahkan mengaitkannya dengan SARA.

”Fenomena kekerasan terhadap perempuan dalam Pilkada DKI Jakarta lalu dikhawatirkan akan diadopsi daerah-daerah lain,” kata Masruchah, dalam peringatan Hari Perempuan Internasional di Gedung Wantilan DPRD Provinsi Bali di Denpasar, Kamis.

Menurut Masruchah, politik identitas dengan ujaran kebencian terhadap pihak tertentu bisa digunakan pendukung kandidat untuk memenangkan calonnya. Politik identitas yang merendahkan atau mengancam perempuan berpotensi muncul di daerah-daerah dengan kebijakan diskriminatif terhadap perempuan.

”Sangat mungkin terjadi, selama isu agama masih sering digunakan,” ujar Masruchah, kemarin. Ia berharap KPU, Bawaslu, dan masyarakat sipil pemantau pilkada agar mewaspadai penggunaan politik identitas yang kerap merendahkan atau mengancam perempuan. ”KPU dan Bawaslu berperan besar untuk memastikan ujaran kebencian terhadap calon tertentu itu dilarang,” katanya.

Dalam acara sama, anggota KPU Provinsi Bali, Ni Wayan Widhiastini, menyatakan, KPU Bali sudah mengajak para pasangan calon dan seluruh pendukung dalam Pilkada Bali 2018 untuk menjalankan proses pilkada dengan aman dan damai, termasuk dengan tidak berkampanye hitam, politik uang, dan penyebaran berita bohong, atau isu SARA.

”Kami memberikan tagline (slogan) pilkada keren tanpa hoaks, tanpa politisasi SARA, dan tanpa politik uang,” kata Widhiastini.

Lebih lanjut Masruchah menyatakan, isu perempuan masih dipinggirkan dalam pilkada. Padahal, separuh dari jumlah pemilih adalah perempuan.

Peringatan Hari Perempuan Internasional di Denpasar diselenggarakan Aliansi Peduli Perempuan dan Anak Bali. Yang terlibat dalam Aliansi Peduli Perempuan dan Anak Bali di antaranya Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Bali, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-LBH Bali, Yayasan Lentera Anak Bali, dan Bali Sruti. (KOR/COK)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 9 Maret 2018 di halaman 20 dengan judul “Terancam Tak Ikut Pilkada”. https://kompas.id/baca/nusantara/2018/03/09/terancam-tak-ikut-pilkada/