Maret 29, 2024
iden

Wacana Merevisi UU Pilkada Mulai Muncul

Jakarta, Kompas – Di tengah banyaknya calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2018, muncul usulan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Revisi itu terkait pasal yang menyatakan bahwa partai politik tidak bisa mengganti calon kepala daerah yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum.

Usulan itu muncul dari sejumlah fraksi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat. Beberapa fraksi menilai, dibanding mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau merevisi Peraturan KPU (PKPU) agar partai politik dapat mengganti calon kepala daerahnya yang terjerat kasus korupsi, lebih baik merevisi undang-undang agar di pilkada berikutnya tidak terjadi masalah serupa.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/3) mengatakan, tidak ada urgensi untuk mengeluarkan perppu agar partai politik dapat mengganti calon kepala daerahnya yang menjadi tersangka kasus korupsi. Sebab, sejauh ini, tahapan pilkada sudah berlangsung sedemikian rupa. Tiga bulan lagi, sudah pemungutan suara di 117 daerah.

“Sekalipun memang partai merasa dirugikan kalau calon kepala daerahnya adalah tersangka korupsi, tetapi mekanisme konstitusi mensyaratkan harus ada keadaan darurat untuk mengeluarkan perppu. Saat ini, tidak ada urgensi,” katanya.

Kendati demikian, ujar Hinca, kasus korupsi calon kepala daerah ini menjadi momentum pelajaran yang baik untuk membenahi peraturan undang-undang yang ada terkait pencalonan kepala daerah. Undang-Undang Pilkada dapat direvisi secara terbatas untuk memperbaiki kualitas pilkada agar ke depannya, rakyat tidak harus dihadapkan pada opsi memilih calon kepala daerah yang merupakan tersangka korupsi.

Namun, hasil revisi Undang-Undang Pilkada itu tidak dapat diterapkan untuk Pilkada 2018 yang sejauh ini tahapannya sudah berlangsung. “Jadi, biar diberlakukan untuk pilkada berikutnya, karena harus diakui ini memang masalah,” kata Hinca.

Sebagaiman diketahui, belakangan ini, muncul beberapa opsi untuk mengubah aturan tentang penarikan calon kepala daerah yang terkena kasus hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi sempat mengusulkan agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk memungkinkan partai politik menarik dan mengganti calonnya yang terkena kasus. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan agar sebaiknya PKPU tentang pencalonan kepala daerah yang direvisi.

Sejauh ini, ada delapan calon kepala daerah di Pilkada 2018 yang menjadi tersangka kasus korupsi. Mereka adalah Calon Gubernur Lampung Mustafa, Calon Bupati Subang Imas Aryumningsih, Calon Bupati Jombang Nyono Suharli, Calon Wali Kota Malang Mochamad Anton dan Yaqud Ananda Qudban, Calon Gubernur NTT Marianus Sae, Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun, dan calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus.

Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, PKPU didasarkan pada aturan di undang-undang. Sehingga, PKPU tidak bisa diubah tanpa mengubah undang-undang. Namun, waktu untuk merevisi undang-undang menjelang Juni 2018 nanti terlalu mepet. Sehingga, menurutnya, revisi undang-undang itu bisa diterapkan di pilkada berikutnya.

“Bisa dipermasalahkan kalau PKPU tidak kuat landasan hukumnya, karena bertentangan dengan undang-undang,” kata Riza.

Riza menyayangkan inisiatif pemerintah yang dinilainya terlambat. Sebab, usulan merevisi PKPU itu baru keluar belakangan dari Mendagri setelah banyak calon kepala daerah dari partai pendukung pemerintah yang terjerat korupsi. Hal itu menunjukkan, ada kepentingan partai pemerintah di balik usulan merevisi PKPU tersebut.

Partai pemerintah

Kendati demikian, sejumlah partai pemerintah masih meminta agar ada solusi terhadap polemik korupsi calon kepala daerah ini. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, seharusnya ada mekanisme yang bisa ditempuh oleh partai politik untuk mengganti calon yang terjerat kasus hukum. Ia membantah hal itu adalah kepentingan partai politik, melainkan bagian dari tanggung jawab partai untuk menghadirkan calon kepala daerah terbaik. Sebagaimana diketahui, ada tiga calon kepala daerah dari PDI-P yang terjerat kasus korupsi belakangan ini.

Oleh sebab itu, ujar Hasto, PDI-P mendukung upaya apapun yang diusulkan pemerintah untuk mengubah peraturan itu. Ia pun mendukung jika pemerintah mengeluarkan perppu maupun merevisi PKPU. “Sekiranya ada perppu, kami menanggapi itu positif. Termasuk juga revisi PKPU, semua dapat didiskusikan bersama. Sebab, partai itu bertanggung jawab di depan rakyat untuk memberi pemimpin terbaik,” katnya.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga mengatakan hal serupa. Ia mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan perppu untuk mengganti calon kepala daerah yang terjerat korupsi. Sejauh ini, sudah ada tiga kader Golkar dan calon kepala daerah yang ditangkap tangan oleh KPK karena kasus suap menjelang pilkada.

Ia mengakui, aturan yang ada saat ini merugikan partai politik. Sebab, calon kepala daerah yang sudah menjadi tersangka tidak bisa diganti sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap. Hal itu otomatis akan memengaruhi elektabilitas dan kans partai untuk memenangkan kontestasi pilkada di daerah.

“Kami mengusulkan, setidaknya 30 hari sebelum pilkada, partai bisa mengajukan pengganti calon kepala daerah. Asal bisa mengganti calon, Golkar mendukung opsi hukum apapun,” kata Airlangga.

Secara terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, dibanding menempuh opsi hukum untuk mengubah peraturan, sebaiknya aparat penegak hukum dapat menunda proses hukum terhadap calon kepala daerah yang terjerat korupsi. Hal itu agar penyelenggaraan pilkada dapat berlangsung lebih lancar tanpa kegaduhan, tanpa menafikan tindak pidana yang dilakukan oleh calon terkait.

Prasetyo mengatakan, penundaan proses hukum bukan berarti meniadakan kasus hukum calon tersebut. Penundaan proses hukum, menurutnya, dapat menguntungkan dari sisi politik maupun hukum. “Apa sih salahnya menunggu sampai pilkada selesai? Apalagi kalau memang sudah memegang bukti yang kuat, tidak ada halangan dan hambatan,” katanya.

AGNES THEODORA

Dikliping dari https://kompas.id/baca/utama/2018/03/29/wacana-merevisi-uu-pilkada-mulai-muncul/