August 9, 2024
Kompas.id (c)

Kekosongan Aturan Pencegahan Calon Tunggal Diantisipasi

JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum didorong untuk mengisi kekosongan hukum akibat pengaturan di Undang-Undang Pemilu yang tidak rinci terkait pemberian kewenangan KPU mencegah munculnya pasangan calon tunggal pada pemilihan presiden dan wakil presiden.

KPU akan mengkaji agar pengaturan ”ruang” kosong itu bisa masuk dalam Peraturan KPU. Dalam Pasal 16 Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden disebutkan bahwa KPU menolak pendaftaran pasangan calon dengan dua kondisi. Pertama, pendaftaran satu pasangan calon diajukan oleh seluruh gabungan partai politik. Kedua, jika pendaftaran satu pasangan calon diajukan oleh gabungan partai politik yang mengakibatkan gabungan parpol lain tidak bisa mendaftarkan pasangan calon.

Ketentuan ini merupakan turunan dari Pasal 229 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang didesain untuk mencegah potensi munculnya pasangan calon tunggal dalam pilpres.

Namun, pada uji publik terhadap draf PKPU Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta Pencalonan Anggota Legislatif di Gedung KPU di Jakarta, Kamis (5/4/2018), muncul kekhawatiran bahwa pengaturan tersebut tidak lengkap. Uji publik tersebut dihadiri para pemangku kepentingan pemilu, seperti wakil parpol, lembaga pemerintah, penyelenggara pemilu, serta masyarakat sipil.

”Kalau ada gabungan partai yang mencapai 85 persen mengusung satu pasangan calon, KPU harus menolaknya. Kemudian (kalau) tidak ada calon, bagaimana pemecahannya,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono dalam uji publik draf PKPU.

Dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu disebutkan untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden, maka partai atau gabungan partai harus memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah pemilu terdahulu.

Menurut Harjono, dalam UU No 7/2017 tidak diatur langkah lanjutan yang harus dilakukan jika muncul pasangan calon yang menutup peluang pendaftaran kandidat lain. Dia mendorong KPU, dalam PKPU, lebih rinci menjelaskan langkah selanjutnya, sehingga bisa mengisi kekosongan hukum di UU No 7/2017. ”Enggak tahu PKPU bagaimana. Kalau di UU tidak ada penyelesaian masalahnya,” kata Harjono.

Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, menuturkan, pihaknya akan mengkaji lagi dari segi tahapan dan rumusan UU Pemilu agar PKPU bisa mengantisipasi kekosongan ”kegiatan” setelah ada pasangan calon yang ditolak oleh KPU karena ”memborong” parpol. KPU juga akan mengkaji kembali PKPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2019 untuk disesuaikan dengan PKPU Pencalonan Presiden.

Dalam uji publik juga muncul usulan dari pendiri Constitutional and Electoral Reform (Correct) Hadar N Gumay serta Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini agar KPU memberikan perlakuan yang sama untuk parpol baru dan parpol lama dalam pencalonan presiden. (GAL)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 6 April 2018 di halaman 2 dengan judul “Kekosongan Aturan Pencegahan Calon Tunggal Diantisipasi”. https://kompas.id/baca/bebas-akses/2018/04/06/kekosongan-aturan-pencegahan-calon-tunggal-diantisipasi/